[Oneshot] Reach to Your Heart


23134725_1499621580133408_1782316296_o_副本Reach to Your Heart

By : Matsuyama Retha

Fluff, Romance, School Life

Rated : PG-17

Hashimoto Ryo, Igari Soya (HiHi JET); Matsui Minato (Johnny’s Jr.);  Haruno Sakura (OC); Sugimoto Airi (Amuse)

Disclaimer    :

  • Hashimoto Ryo & Matsui Minato are belong to Johnny’s Entertainment, Sugimoto Airi belongs to Amuse Inc., and OC is my character XD
  • FF special birthday buat dedek Ryo yg udah jd abege XD /hush
  • This FF is Ryo’s POV sampai ending ❤
  • Happy reading & don’t forget to comment ❤

 

DOUZO

          “Saki!! Kumohon sadarlah!! Saki!!”

 

Darah segar kini mengalir dari kepala gadis itu. Cukup banyak. Hal ini membuatku khawatir setengah mati tatkala darah itu terus saja mengalir tiada henti.

 

          “Saki!! Bertahanlah, kumohon!!”

 

Aku terus berteriak memanggil namanya. Aku takut akan terjadi suatu hal yang tak kuinginkan. Aku takut kehilangannya. Sudah cukup aku kehilangan sosok kakak kandung yang kejadiannya sama persis seperti yang dialami olehnya.

 

Kecelakaan.

 

Siapapun orang yang membuatnya celaka, ia tak akan bisa lepas dari pandanganku!!

 

          “Tuan, ambulans nya sudah tiba.” Tiba-tiba saja kepanikanku terjeda sesaat tatkala seorang pria berumur menghampiriku.

          “Ah, arigatou gozaimasu.” Ucapku dan segera membopong tubuh lemas dan tak berdaya gadis itu, Saki, dan menuju ke mobil ambulans.

 

          “Saki, bertahanlah. Aku berjanji akan terus melindungimu. Maafkan aku karena ini semua salahku yang telah membuatmu seperti ini.”

 

Dalam hati aku berucap memohon kesembuhan untuk Saki. Gadis yang sangat kusayangi dan kucintai. Awalnya perasaanku padanya masih samar-samar, namun seiring waktu berlalu, aku semakin menyukainya –ah tidak- aku semakin mencintainya setulus hatiku dan semakin ingin melindunginya.

 

Mengetahui kondisinya seperti ini membuat emosiku memuncak sampai ubun-ubun. Tapi aku tak tahu siapa pelaku dari kecelakaan terencana ini.

 

Mengapa terencana? Entahlah, tapi pihak kepolisian mengatakan hal demikian. Aku semakin tak bisa mengontrol emosiku saat ini. Namun percuma, aku hanya bisa terfokus pada gadis itu sekarang.

 

Sekarat.

 

Aku terpisah pada Saki yang dibawa ke ruang UGD untuk diperiksa lebih lanjut. CK!! Siapapun yang melakukan ini, tidak akan kuberi ampun padanya!! Tapi, pihak polisi masih menyelediki kasus ini yang tak ku ketahui sampai mana tahap penyelidikannya.

 

Tiba-tiba saja aku mengingat seseorang yang merupakan teman dekatku untuk meminta bantuan padanya. Segera saja kuraih smartphone milikku dan menekan keypad nomor yang tersedia di layar.

 

          “Moshi-moshi.”

          “…………”

          “Bisakah aku meminta tolong padamu?”

          “…………”

          “Kau tahu kan saat ini Saki sedang dirawat dirumah sakit karena kecelakaan terencana.”

          “…………”

          “Ya. Aku ingin meminta tolong untuk menyelidiki kasus ini. Bisakah?”

          “…………”

          “Sankyu na.”

 

Setelahnya aku memutuskan sambungan telepon pada temanku itu. Memang akan merepotkan baginya, tapi … aku harus dengan cepat siapa pelaku dibalik semua ini.

 

CEKLEK

 

Tanpa sadar, pintu ruang UGD terbuka dan menampilkan sosok seorang dokter dengan jubah operasinya itu datang menghampiriku. Aku tak tinggal diam dan ikut menghampirinya juga.

 

          “Apa kau keluarga dari pasien?” tanya dokter itu.

          “Saya kekasihnya, Sensei. Apa … dia baik-baik saja?”

          “Apa kau sudah menghubungi keluarganya?”

 

Baiklah. Pertanyaan inilah yang tak ingin kujawab. Mengenai keluarganya … semuanya sudah meninggal dikarenakan kecelakaan terencana juga. Aku tak mengerti apa yang pelaku itu inginkan dari keluarga Saki.

 

Andai saja … aku mengetahuinya … beserta bukti-bukti yang kuat … akan aku jebloskan dia ke penjara –ah tidak- langsung meminta pihak polisi untuk menghukum mati pelaku itu! Ck!!

 

          “Semua keluarganya … sudah meninggal, Sensei. Jadi, hanya akulah keluarganya beserta keluargaku.” Jawabku dengan cepat tatkala aku semakin khawatir pada kondisi Saki saat ini.

          “Ah, maafkan saya. Baiklah, jadi begini, pasien mengalami pendarahan di otak cukup banyak dan hampir saja kehabisan darah yang mengalir ke otak. Namun kami bisa menghentikan pengeluaran darah itu. Hanya saja …”

 

DEG

 

Pendarahan di otak? Pengeluaran banyak darah? K-kenapa … kenapa aku merinding mendengarnya? Dan kenapa dokter itu berhenti menjelaskan lagi? Apa yang terjadi pada Saki-ku? Apa yang terjadi padanya?

 

          “Hanya saja kenapa Sensei?”

          “Pasien mengalami gegar otak dan kemungkinan besar ia akan mengalami lupa ingatan. Terlebih, ia bisa melupakan siapa anda baginya dan juga keluarga yang sudah lama meninggal.”

 

DEG

 

Lupa ingatan? Saki lupa ingatan? Ba-bagaimana ini bisa terjadi?

 

          “Ah, satu lagi.” Tiba-tiba suara interupsi dokter itu mengejutkanku lagi tatkala aku sedang sibuk pada pemikiranku yang kacau.

          “Apa itu, Sensei?” tanyaku.

          “Sebenarnya pasien mengalami keracunan juga. Mungkin inilah sebabnya dirinya kecelakaan dikarenakan obat racun yang seolah-olah mengendalikan dirinya. Tapi, kami berhasil menghilangkan racun itu.” Jelas dokter kemudian.

 

Apa itu? Racun? Bagaimana bisa ini terjadi pada Saki? Apakah ini sudah direncanakan oleh orang? Tapi siapa?

 

          “Ba-bagaimana bisa Saki ke-keracunan?”

          “Kemungkinan besar ini telah direncanakan oleh seseorang, Tuan. Jadi, sebaiknya anda melaporkan hal ini pada polisi. Untuk sementara ini, pasien akan kami pindahkan ke ruang ICU. Kalau begitu saya permisi.”

          “Arigatou, Sensei.”

 

Dokter itu pun berlalu dan sekarang aku disini berdiri sendiri dan mematung di tempat. Aku tak percaya dengan apa yang terjadi pada Saki. Keracunan? Kecelakaan? Ini sudah pasti direncanakan. Tapi siapa? Siapa pelaku dari semua ini?

 

Bagaimanapun caranya, aku pasti akan menemukan pelaku itu. Siapapun dia, tidak akan ada ampun untuknya …

 

Aku pasti … pasti … akan membalaskan dendam untukmu, Saki~

 

*-*-*-*

 

Bagaimana ini bisa terjadi?

Tidak mungkin Hashimoto-senpai berpacaran dengan gadis itu, ‘kan?

Tapi itu statement yang dikatakan oleh Hashimoto-senpai sendiri.

Uso!!!

Kenapa harus dengan gadis musim semi itu sih?! Ck!

Nama sama orangnya sih cantik, tapi tidak secantik Sugimoto-senpai.

 

Desas-desus berkenaan dengan ‘statement’ yang kukatakan benar-benar menghebohkan seluruh isi sekolah Clark. Bahkan aku dapat merasakan gadis disebelahku ini merasa tak nyaman.

 

Terbukti, ketika aku menggenggam tangannya dan mengeratkannya untuk membuatnya tenang, bukannya semakin tenang tapi malah bertambah gemetar. Gadis di sebelahku ini tangannya terus gemetar. Ya, gadis yang dijuluki ‘gadis musim semi’ itulah orangnya. Haruno Sakura.

 

Mungkin ia takut kalau terjadi suatu hal yang akan menimpanya, seperti pembullyan.

 

Di sepanjang koridor sekolah, banyak siswa-siswi yang memandangi kami berdua. Aku pun hanya bersikap biasa saja karena ya … aku cukup populer di sekolah ini. Tak tahu bagaimana bisa tapi beginilah aku, Hashimoto Ryo, cucu dari direktur pemilik sekolah Clark dan anak dari direktur perusahaan Hashimoto Corp. dimana perusahaan itu merupakan perusahaan tekstil yang bekerja sama dengan perusahaan Matsui Corp.

 

Mengenai perusahaan itu … aku sangat membencinya. Terlebih anak dari pemilik perusahaan itu … mengingatnya benar-benar membuatku muak.

 

“Se-sen-”

“Panggil aku Ryo-kun, Sakura.” Bantahku secara langsung ketika aku merasakan Sakura akan memanggilku dengan kata ‘Senpai’.

“G-gomen. Ano, Ryo-kun … a-aku risih kala kita sedang dibicarakan banyak orang.” Jawabnya dengan gugup.

“Kau risih dikatakan orang banyak atau ……” sesaat aku menghentikan ucapanku karena takut sebuah emosi akan menyerangku saat ini. Menghela nafas setelahnya, dan kulanjutkan kalimatku. “Kau takut dibully oleh siswi-siswi disini?”

 

Langkahnya terhenti secara mendadak dan otomatis membuatku juga menghentikan langkah karena tanganku ini masih bertautan dengan tangannya.

 

Keheningan melanda kami berdua dikala seluruh koridor sekolah masih berisik dengan aktivitas semua murid yang berada di tempat ini. Aku melihat Sakura menundukkan kepalanya dan perlahan melepas genggaman tanganku.

 

“Aku sudah mengatakannya untuk tidak khawatir dengan hal semacam itu, bukan? Aku akan melindungimu. Jadi, teruslah bersamaku agar kau aman.” Ucapku dan kembali menenangkannya.

“G-gomen ne, Ryo-kun. Aku memang tipe khawatir. Terlebih … disaat kau tiba-tiba menyatakan perasaanmu padaku kemarin.” Ucapnya tanpa memandangku dan masih setia dengan menundukkan kepalanya.

 

Apa yang sedang ia pikirkan sebenarnya?

 

“Apa … kau benar-benar sudah melupakanku?” gumamku yang sebenarnya kelewat pasrah ini.

 

Hal itu mengingatkanku pada kejadian lima tahun yang lalu, tepatnya sejak aku masih SMP tahun pertama, gadis ini sudah menyita pandanganku dan juga hatiku. Bertahun-tahun lamanya aku berusaha untuk meraihnya dan pada akhirnya inilah hasilnya. Meskipun … dia sudah banyak melupakanku yang merupakan teman masa kecilnya, itu tak akan membuatku berhenti berjuang untuk membuatnya mengingatku kembali.

 

“Gomen ne, Ryo-kun … aku …”

“Tak apa. Perlahan kau pasti akan mengingatku.” Jawabku yang menyela ucapannya. Aku tak ingin mendengar apapun darinya dan biarlah waktu berjalan seperti ini.

 

Setidaknya biarkan aku berusaha untuk membuatnya mengingatku. Tuhan, tolong bantulah aku.

 

“Un. Wakatta. Hontou ni arigatou, Ryo-kun.” jawabnya sambil tersipu malu padaku dan hal itu membuatku ingin sekali mencubit pipinya dengan gemas.

 

Terlebih … ingin sekali aku menciumnya …

 

Tidak Ryo, tidak sekarang. Setidaknya berusahalah untuk membuatnya kembali mengingatmu terlebih dulu.

 

Ya. Aku harus melakukannya dengan cepat sebelum dia merebut Sakura dariku.

 

“Yeah. Sekarang kita masuk.” ucapku dan meraih tangannya untuk bertautan dengan tanganku kembali.

 

Hangat …

 

Itulah yang kurasakan sekarang.

 

.

.

 

Yabai!!

 

Sudah 5 menit aku mencari kaos olahragaku ditas namun tak ada hasilnya. Ck! Padahal hari ini ada pertandingan sepak bola dalam rangka classmeeting.

 

“Padahal aku sudah membawanya …”

 

“Oi Ryo!!”

 

Baiklah, suara seseorang kini menginterupsiku mendadak. Ayolah, apa dia tak tahu kalau aku sedang panik sekarang ini?

 

“Hn? Doushita, Yamashita-san?” tanyaku pada seseorang yang menginterupsiku mendadak tadi.

“Haruno-san mencarimu. Hehehe!”

 

Apa? Sakura mencariku? Hmm … tidak seperti biasanya, tapi … aku senang.

 

“Wakatta. Arigatou!” ucapku dan lekas keluar kelas untuk menemui Sakura.

 

Mengapa jantungku berdetak kencang sekali saat ini? Apa karena Sakura mencariku? Mungkin saja, tapi ini tidak seperti biasa. Biasanya aku selalu mencarinya, tapi untuk saat ini kebalikan.

 

Tak masalah, aku senang. Berharap dengan ini Sakura bisa mengingatku secara perlahan. Bahkan … hatinya juga.

 

“Sakura!!” panggilku dengan riang ketika kedua manik mataku menangkap sosok gadis manis berdiri disebelah pintu kelasku.

“Ah, Ryo-kun. Maaf mengganggumu.” Ucapnya dan tiba-tiba menunduk malu.

 

Aku yang melihatnya pun tersenyum. Lalu kuraih dagu mungilnya dan mengangkatnya agar aku dapat memandangi wajah cantiknya.

 

“Kalau ingin berbicara padaku, jangan menunduk seperti itu, Sakura.” Ucapku seolah memberi sebuah nasehat pada anak kecil.

 

Anak kecil ya? Yap, Sakura seperti anak kecil yang imut menurutku. Tapi, Sakura yang ‘sekarang’ berbeda dengan Sakura yang ‘dulu’. Mengingatnya kembali membuatku rindu.

 

“Ma-maaf Ryo-kun, aku … terlalu gugup.”

“Kau ini pacarku sekarang, jadi jangan gugup. Haha!”

“Un, wakatta! Ah, aku melupakan sesuatu. I-ini kaos olahragamu.”

 

Kaos olahragaku? Ba-bagaimana bisa?

 

“Ba-bagaimana …”

“Ano, sepertinya kau lupa mengambilnya di meja setrika dan kebetulan aku tadi berada disana untuk mengambil kaos olahragaku dan menemukan milikmu. Maaf, aku lupa memberikannya padamu, Ryo-kun.”

 

DEG

 

Baru kali ini … aku mendengar ucapan panjang lebarnya setelah sekian lama. Pada akhirnya … aku bisa mendengar suara indahmu lagi, Sakura-ku.

 

“Aa … Sankyu na! Duh, aku jadi sering merepotkanmu saat dirumah. Gomen ne, Sakura.”

 

Pada saat kata ‘dirumah’ aku merendahkan volume suaraku ini agar tak ketahuan oleh siswa-siswi lain bahwa sebenarnya aku dengan Sakura satu rumah.

 

Alasannya sangat jelas. Semua keluarganya yang merupakan teman dekat dari keluargaku, sekaligus teman rekan kerja yang membangun kerjasama antara Hashimoto Corp. dan Haruno Corp., sudah meninggal dunia sejak aku dan Sakura berada di bangku SMP. Terlebih, ini permintaan Mamaku untuk membiarkan Sakura tinggal dirumah kami, Mansion Hashimoto. Mamaku, Hashimoto Nanami, sangat menyukai Sakura dan sudah menanggapnya seperti anak sendiri.

 

Bahkan aku sempat tersipu malu bahwa Mamaku sering berkata bahwa aku cocok bila bersanding dengan Sakura. Tentu saja, aku keren dan Sakura cantik. Couple yang cocok, deshou? Oke, cukup dengan statement itu dan kembali pada topik awal.

 

Sesungguhnya … aku sudah tahu penyebab sekaligus pelaku yang membuat seluruh keluarga Sakura meninggal lima tahun yang lalu, bersamaan dengan kasus kecelakaan dan keracunan yang dialami oleh Sakura sehingga membuatnya lupa ingatan sampai sekarang.

 

Pelaku itu … siap-siap mati ditanganku, eh?

 

“Daijoubu desu, Ryo-kun. Hari ini kau akan bertanding sepak bola ‘kan? Ganbatte ne!”

 

Chu~

 

Oke. Apa ini? Sakura … benar-benar menciumku? Aku … tidak sedang bermimpi, ‘kan? Ini benar-benar kenyataan …

 

Baiklah, sepertinya aku perlu membalaskan ciuman itu. Tapi bukan di pipi, melainkan …

 

Chu~

 

Bibir mungilnya.

 

My first kiss just for you, Haruno Sakura.

 

Aku pun melakukannya dengan lembut dan penuh perasaan. Tak ingin melukai bibir mungilnya itu.

 

Sadar atau tidak, tanganku ini meraih pinggang kecilnya dan menariknya perlahan untuk lebih dekat denganku sehingga aku dapat menyalurkan perasaan senangku sekaligus meyakinkannya melalui ciuman ini.

 

Tak lama setelahnya, aku merasakan Sakura membalas ciumanku ini. Tentunya ia masih ragu-ragu saat membalasnya. Tak apa, mungkin kali ini aku harus benar-benar membuatnya yakin bahwa perasaanku hanya untuknya.

 

Sekarang dan selamanya.

 

“Sankyu for the kiss, Sakura. Kau benar-benar penyemangatku.” Ucapku setelah selesai menciumnya.

 

Rona merah pun tampak di pipinya yang putih itu. Aku yakin dia malu saat ini. Begitu pula denganku. Tapi, cukup berani juga ya diriku ini, hmmm …

 

“Ano, i-itu tadi … ciuman pertamaku, Ryo-kun.”

“Aku tahu karena itu juga ciuman pertamaku, Sakura. Jadi, hanya kau yang boleh menerimanya.”

“A-arigatou, Ryo-kun. Kyou wa ganbatte ne!!”

“Aa.”

 

Hatiku senang sekali rasanya ketika Sakura memberiku semangat. Boleh ‘kan aku merasakan kebahagiaan ini sampai akhir hidupku nanti?

 

“Hashimoto-kun cepat ganti baju! Sebentar lagi pertandingannya dimulai!!”

“Oke!!”

 

Yosh! Kau harus semangat, Hashimoto Ryo!!

 

.

.

 

Selama pertandingan dalam rangka acara classmeeting ini, kelasku menang berturut-turut melawan kouhai, bahkan teman seangkatan. Ya, tentu saja kami senang karena hasil kerjasama tim membuahkan hasil.

 

Tapi, ini belum selesai. Kelas kami harus bertanding dengan kelas 3B. teman seangkatan kami dan … kelas yang paling kubenci secara pribadi.

 

Mengapa? Kelas itu adalah kelas dari sang pelaku yang membuat Sakura celaka dan juga ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh seluruh keluarganya. Kali ini, benar-benar pertarungan sengit antara aku dan ‘dia’.

 

Balas dendamku … dimulai dari sini.

 

 

BRAAKK

 

 

Kau tak pantas menjadi pacar Ryo, Haruno Sakura!!

 

 

Suara berisik apa itu? Asalnya dari ruang penyimpanan alat olahraga? Mengapa namaku dan Sakura disebut? Masaka ……

 

 

T-tolong jangan sakiti aku, Sugimoto-senpai. Ka-kami saling mencintai, ittai!!

CK! Apa katamu? Salign mencintai? Sejak kapan kau mengenal Ryo, hah?! Dengar ya, kalau sampai besok kau tidak putus hubungan dengannya, siap-siap …

 

Cukup! Siapapun orangnya, tak akan kubiarkan ia menyakiti Sakura-ku!

 

BRAAKKK

 

“Siap-siap apa, eh, Sugimoto Airi?”

 

Segera saja aku menahan tangannya yang tengah bersiap untuk menampar gadisku. Lalu, tanganku yang terbebas mulai memberi isyarat pada Sakura untuk mendekatiku dan berdiri dibelakangku.

 

Hmph! Berani macam-macam juga dia rupanya. Sugimoto Airi, eh?

 

“Ryo?!!! T-tolong jangan sa-”

“HENTIKAN OMONG KOSONGMU ITU! Kalau kau berani melukai Sakura sedikit saja, kau akan berhadapan langsung denganku. Jangan kau kira aku melupakan perbuatanmu dan ‘dia’ lima tahun yang lalu, Sugimoto-san.”

 

Dapat kulihat raut wajahnya yang berubah seketika itu. Namun, apa peduliku? Ia juga telah bekerja sama dengan ‘dia’ untuk mencelakai Sakura-ku sampai-sampai ia harus kehilangan keluarganya untuk selama-lamanya!

 

“Ryo-kun …”

 

DEG

 

Suara Sakura … mengapa gemetar? Pasti, dia ketakutan. Entah takut padaku yang tiba-tiba marah ini atau pada Sugimoto-san.

 

“Ini peringatan terakhirku, kalau kau ingin selamat, sebaiknya jangan macam-macam denganku! Dan … aku akan membalaskan dendam untuk kejadian lima tahun yang lalu. Camkan itu baik-baik!!”

 

Setelah memberi peringatan pada gadis sialan itu, segera saja aku meraih tangan Sakura dan membawanya keluar dari ruang penyimpanan alat olahraga.

 

Setelah benar-benar keluar dari ruangan itu, kembali aku melihat kondisi Sakura saat ini. Aku yakin dia benar-benar ketakutan sekarang. Tak tega, aku langsung membawanya dalam pelukanku dan mengeratkannya seolah memberi sebuah ketenangan padanya.

 

“Tenanglah, Sakura. Ada aku disini. Untung saja aku cepat menyadari bahwa kau didalam sana tadi dan hampir di bully.” Ucapku dan berusaha untuk menenangkan gadisku itu.

“Ryo-kun … a-aku takut …”

“Hei, aku disini. Kau akan selalu aman bersamaku. Tak akan kubiarkan siapapun melukaimu, Sakura. Maaf sudah membuatmu terjerat masalah jika bersamaku, tapi aku ingin melindungimu.”

 

Setelah puas memeluknya, kini kupandangi wajah cantiknya yang menunjukkan raut ketakutan dan kesedihan disana.

 

Andai, aku bisa menjelaskan semuanya padamu, Sakura~

 

“Ryo-kun … se-sebenarnya apa yang terjadi … lima tahun yang lalu?”

 

DEG

 

Pertanyaan inilah yang ingin kuhindari untuk saat ini. Belum saatnya aku menceritakan semua dikala ingatan Sakura belum pulih seutuhnya. Bagaimana aku akan menjelaskannya?

 

“Daijoubu, Sakura. Aku …”

“Hiks … aku ini pacarmu sekarang, Ryo-kun. tak maukah k-kau berbagi masalahmu denganku?”

 

Perkataannya kali ini benar-benar meluluhkanku. Tapi, aku tak bisa membiarkan Sakura mengetahui bahwa aku membalaskan dendamnya atas kepergian seluruh keluarganya.

 

Tidak! Tidak untuk saat ini. Biarkan aku yang mengatasinya …

 

Jika Sakura ikut campur dengan masalah ini, justru akan membahayakan nyawanya sendiri.

 

Tidak! Aku tidak ingin dia terluka lagi untuk yang kedua kalinya. Kali ini, biarkan aku saja yang mengurusnya. Tak peduli jika nyawaku taruhannya nanti, asal … Sakura bisa tenang di kehidupannya saat ini, tiada keluarga yang menyayanginya.

 

“Daijoubu, Sakura. Bukan masalah yang terlalu dipikirkan. Ah, hari ini pertandingan terakhir melawan kelas 3B. Kasih semangat ke aku dong, Sakura-chan!!”

 

Baiklah, sejak kapan aku jadi manja begini? Hmpph! Tak apalah, sekali-kali manja sama pacar sendiri. Hahaha!

 

Alih-alih supaya Sakura tak membahas masalah ini terlalu jauh.

 

“Ryo-kun wa baka! Tentu saja aku menyemangatimu. Selamat berjuang dan terima kasih.”

“Hai! Doakan aku ya, Sakura-chan!!”

 

CHU~

 

Untuk kali ini, cukup cium pipi saja karena sebentar lagi pertarungan yang sesungguhnya antara aku dan ‘dia’ dimulai dari sini.

 

“Karena kau akan menyemangatiku, hapus air matamu dan tersenyumlah. Senyumanmu membuatku kembali bersemangat.” Ucapku dan kemudian tersenyum kearah Sakura sambil menyeka sisa air matanya.

“Un!”

 

Syukurlah, aku bisa mengembalikan senyuman itu karena siapapun yang mengambil senyuman itu, tak segan-segan aku merebutnya kembali.

 

Siapapun orangnya …

 

.

.

 

“Sudah siap untuk pertarungan kita, eh? Hashimoto Ryo?”

 

CK! Suara ini … aku benar-benar muak mendengarnya.

 

“Ck! Sudah pasti aku siap, Matsui Minato! Kau kira aku takut melawanmu, eh?”

“Ya … bisa jadi seperti itu. Tapi ingat, aku tak takut dengan ancamanmu untuk balas dendam itu. Ku yakin kau akan kalah di tengah jalan! Hahahaa!!”

“Ck! Harusnya aku yang mengatakan hal itu padamu!!”

 

Fiuh~ Kau harus sabar, Hashimoto Ryo. Jika tidak, emosimu tak terkontrol nantinya. Lebih baik fokus memenangkan pertarungan ini dan setelahnya …

 

Fokus pada pertarungan yang sesungguhnya …

 

Karena aku tidak akan mengingkari janji yang sudah kubuat pada diriku sendiri. Membalaskan dendam Sakura atas kepergian seluruh keluarganya.

 

“Ryo!! Sudah waktunya bersiap-siap!”

“Hn.”

 

.

 

Disinilah aku berada. Sebuah lapangan sekolah CLARK yang penuh dengan rerumputan hijau. Disinilah aku yang akan menghadapi anak-anak kelas 3B bersama kawan-kawanku dari kelas 3A untuk pertandingan final sepak bola dalam rangka classmeeting. Namun bagiku, ini sebuah pertarungan awal membalaskan dendamku pada ‘dia’.

 

Ya, dia yang bernama Matsui Minato dari kelas 3B. Dialah dalang dari kejadian lima tahun yang lalu. Aku mengetahuinya dari kawan dekatku, Igari Soya. Aku tak tahu bagaimana caranya ia cepat sekali menemukan pelaku yang ternyata adalah anak dari perusahaan Matsui Corp., terlebih sebagian bukti telah memperkuat keyakinanku bahwa Matsui Minato-lah pelakunya.

 

Menurut Soya, kedua orang tua Minato memiliki dendam pada orang tua Sakura karena bisa bekerja sama dengan perusahaan orang tuaku. Entah apa kedua orang tuaku sudah mengetahui hal ini, tapi jika tidak cepat-cepat memberitahukan mereka …

 

Perusahaan dalam bahaya. Terlebih disaat Soya mengatakan bahwa perusahaan Matsui Corp. yang bekerja sama dengan Hashimoto Corp. memiliki tujuan tertentu, yakni membuat bangkrut perusahaan orang tuaku itu. Kemudian, dengan membunuh seluruh keluarga Sakura-lah sebagai langkah awal untuk menghancurkan perusahaan orang tuaku.

 

CK! Tidak akan kubiarkan hal itu terjadi! Selama aku masih hidup, akan kulindungi keduanya! Melindungi perusahaan dan juga Sakura.

 

PUK

 

Tanpa kusadari, seseorang menepuk pundakku yang saat ini sedang duduk di bangku pemain.

 

“Semangat, Ryo. Aku siap membantumu kapan pun.” Ah, ternyata Soya yang menepuk pundakku dan memberikan semangat.

 

Hanya dialah yang mengerti diriku selain keluargaku sendiri.

 

“Sankyu na. Ano Soya, untuk saat ini bisakah kau menjadi pemain cadangan? Enah mengapa firasatku tak enak saat ini.”

 

Baiklah, sebuah firasat yang menurutku aneh dan hambar kini membuat hatiku merasa tak nyaman. Ada apa sebenarnya?

 

“Ba-bagaimana kau bisa merasakan firasat tak enak? Apa akan terjadi sesuatu? Atau laki-laki sialan itu berbuat sesuatu?”

“Entahlah. Pokoknya kau saat ini jadi pemain cadangan dulu ya. Aku tak mengerti mengapa tiba-tiba merasa seperti ini.”

“Wakatta. Ku harap bukan suatu masalah yang serius. Raihlah kemenangan, Ryo. Aku dan yang lain mendukungmu!”

“Sankyu na. Maaf kalau mendadak ya.”

“It’s okay, Bro.”

 

Percakapan kami pun terhenti dan aku bangkit dari bangku pemain untuk berkumpul bersama teman sekelasku yang akan bertanding sepak bola melawan kelas 3B.

 

Baiklah, mengapa hatiku jadi tak enak begini? Apa akan terjadi sesuatu pada Sakura? Ah, tidak mungkin! Lalu apa?

 

“Merasa gugup eh, Hashimoto-san?”

 

Lagi-lagi suara orang menyebalkan ini! Aku pun memilih untuk menjauh daripada mengurusi orang macam dia itu! Lagipula … mengapa pula disaat seperti ini aku merasakan firasat aneh sampai-sampai hatiku ini merasa gelisah.

 

Hey, ini bukan tipikalmu sekali, Ryo!!

 

Baiklah kawan-kawan sekalian, inilah pertandingan final sepak bola kelas 3-A melawan kelas 3-B!!!

Kyaaaaaahhhh!!!

 

Yeah, seperti biasa teriakan siswi-siswi yang lebih dominan dibandingkan siswa-siswa. Mengapa? Kelasku dan juga kelas 3-B memang berisi anak-anak keren, menurut mereka, tapi tidak denganku. Semenjak aku mengetahui bahwa Minato pelakunya, aku jadi membenci seluruh anak-anak kelas 3-B, terlebih teman dekatnya dan juga gadis itu, Sugimoto Airi.

 

Tenanglah Ryo, jangan kau luapkan emosimu disaat-saat seperti ini.

 

Kini aku siap secara fisik. Namun firasat aneh masih saja mengelabuhiku. Kira-kira firasat apa itu? Mengapa aku merasa … ganjal.

 

PRIIIITTTTTT

 

Peluit pun telah dibunyikan oleh salah satu anggota OSIS yang menandakan bahwa pertandingan pun telah dimulai. Segera saja aku mengenyahkan firasat itu dan terfokus untuk melawan Matsui Minato yang menjadi kapten tim.

 

CK! Dia tidak cocok menjadi kapten tim, tahu!!

 

“Ryo!!” merasa terpanggil oleh salah satu temanku, aku pun mengangguk sebagai jawaban dan menerima bola sepak yang diberikannya padaku.

 

Berlari dan berlari. Menggiring bola sepak itu sambil berlari menghindari anak-anak kelas 3-B yang berusaha menghalangiku.

 

“Cegah dia!!” perintah Minato pada teman setimnya untuk menghalangiku.

 

Ck! Bisa juga dia memerintah seperti itu. Tapi tak akan kubiarkan kau menang, Matsui Minato! Ini langkah awalku untuk balas dendam.

 

“Kuso!!”

 

Bagus! Saat ini anak-anak kelas 3-B menghalangi lajuku untuk menggiring bola. Padahal sebentar lagi sampai di gawang sebelah utara sana. Sial!

 

“Ryo!!!”

 

Beberapa temanku memanggilku dan mereka sedikit cemas karena secara mendadak aku dikepung bagai seekor tikus yang dikepung oleh 10 kucing. Bagaimana aku bisa menang jika aku dikepung seperti ini? CK!

 

“Kau tak akan bisa menang melawanku, Hashimoto.”

“Kau!!!”

 

Tenangkan dirimu, Ryo. Untuk saat ini … berpikirlah bagaimana kau bisa keluar dari kepungan anak-anak kelas 3-B. Hhh~

 

Ah, tiba-tiba saja otak cerdasku seolah mendapatkan pencerahan. Aku cukup menendang bola ini keatas dan mengarahkannya pada salah satu teman sekelasku.

 

Yosh!!

 

“Fumito-san!!” setelah mendapatkan respon cepat dari temanku, segera saja aku menendang bola itu kearah atas dan sedikit berbelok kearahnya.

“Yosh!!” Gottcha!! Akhirnya bola itu sampai di temanku itu.

 

Tapi, kenapa aku masih dikepung? Sial!!

 

“Ryo-san!!”

“Aku tak apa. Cetaklah gol, Fumito-san!”

“Wakatta!!”

 

Baiklah, setidaknya aku sedikit tenang dan selanjutnya … bagaimana cara aku bisa keluar dari kepungan mereka? Hmph! Pasti Minato merencanakan ini semua sejak awal. Boleh juga strategimu itu, tapi … kau tak akan pernah bisa menang!

 

“GOOOOOLLLLL”

“KYAAAAHHHH”

 

Gol? Apakah temanku itu mencetak gol? Syukurlah!

 

“Skor 1-0 untuk kelas 3-A!!”

“Yatta!!!!!”

“Baiklah. Kini pihak panitia akan memberikan waktu lima menit untuk istirahat.”

 

 

“Ck! Kalian itu sebenarnya bisa main tidak?! Kenapa kau … bisa meloloskannya mencetak gol?!!”

 

Hmph! Dasar Minato, memangnya teman satu tim mu itu budakmu apa? Ah, untuk apa aku memikirkannya? Terpenting, aku satu langkah didepan daripada Minato.

 

Tak membutuhkan waktu lama, aku terbebas dari kepungan anak-anak kelas 3-B dan setelahnya aku langsung menghindar lalu menghampiri teman sekelasku mengingat pihak panitia memberikan kami waktu untuk istirahat selama lima menit.

 

“Kau hebat, Fumito-san!!”

“Sankyu na, Fumito-san.”

“Yeah. Aku tahu kau sedang dikepung tadi, jadi aku akan membantumu, Ryo-san.”

“Yeah. Benar-benar merepotkan. Yosh kali ini kita harus cetak satu gol lagi dan menang!”

“Yoshaaa!!”

 

Oke. Kali ini adalah permainan yang serius dimana tim-ku harus mencetak satu gol lagi dan membawa kemenangan. Yeah, ini bukan pertandingan yang sesungguhnya dan hanya sebagai kegiatan untuk mengisi acara classmeeting. Tapi, mengingat kasus lima tahun yang lalu dan Matsui Minato, aku menanggap ini serius.

 

Meskipun di lain waktu aku juga akan menghadapinya seorang diri –ah tidak- bersama teman karibku, Igari Soya, aku akan tetap memenangkan pertandingan ini.

 

“Ryo, disaat kau dikepung tadi, apakah itu firasat tak enakmu tadi?” setelah menyadari kehadiran Soya, ia langsung bertanya padaku dengan volume pelan dan hanya aku yang dapat mendengarnya.

“Bukan. Mungkin setelah ini … tapi sungguh aku tak tahu apa itu.” Jawabku kemudian.

“Minato … tidak sedang mengancammu, ‘kan?” tanya Soya untuk memastikan.

“Tidak sama sekali.”

“Wakatta. Apa aku perlu menggantikanmu nanti?”

“Tidak! Selagi aku belum menyuruhmu untuk menggantikanku, kau tetap berada pemain cadangan. Entah mengapa setelah ini … akan terjadi sesuatu padaku.”

“Apa yang kau katakan, Ryo?!! Hey … k-kau …”

“Ssstt! Jangan keras-keras Soya! Lagipula aku tak tahu ini benar atau tidak. Intinya ikuti saja perkataanku, oke?”

“Wakatta. Pastikan kau baik-baik saja, Ryo. Ingat, Sakura-san membutuhkanmu.”

“Ya. Aku tak akan mudah menyerah seperti itu. Apapun demi Sakura-ku.”

 

Percakapan kami pun telah selesai yang diakhiri dengan anggukan kepala secara bersamaan. Lima menit telah berlalu dan kami bersiap untuk bertanding lagi.

 

Sebelumnya, aku mengambil botol minumku dan mulai meneguk sampai sisa setengahnya.

 

“Ikou Ryo-san!”

“Yeah.”

 

Yosh! Kau harus lebih konsentrasi, Ryo. Lenyapkanlah firasat anehmu itu dan fokuslah!! Demi Sakura yang menunggumu disana~

 

“Baiklah. Lima menit sudah habis dan kembali kita saksikan pertandingan antara kelas 3-A melawan kelas 3-B.”

 

Aku mulai serius kali ini. Begitu pula dengan Minato. Terbukti bahwa saat ini ia memandangku dengan tatapan penuh kebencian dan tersenyum licik.

 

Tunggu, tersenyum licik? Apa maksudnya itu? Hmm … apa dia sudah merencanakan sesuatu untuk mengepungku lagi, eh? Hmph! Itu tidak akan terjadi lagi!

 

PRITTTTT

 

Peluit sudah dibunyikan dan aku mengoper bola kearah Fumito-san yang kemudian kami berdua langsung berpencar. Lagi-lagi, aku melihat anak-anak kelas 3-B berlari kearahku.

 

Apa mereka akan mengepungku lagi? Ck! Kali ini tidak akan kubiarkan kalian mengepungku lagi.

 

Syutt

 

A-ada apa ini? Mereka … melewatiku begitu saja? Hey, harusnya aku lega sekarang … tapi kenapa aku merasakan aneh? Dari cara mereka melewatiku …

 

“Awas Ryo-san!!!”

 

Apa? Apa yang sebenarnya terjadi?

 

“Kena kau, Hashimoto Ryo!!”

 

Sekilas … aku mendengar suara Minato itu. Apa yang sebenarnya terjadi?

 

“Ryo-kun!!!!!!!”

 

BRAAKKK

 

Baik sadar atau tidak … pandanganku mulai gelap seluruhnya dan … aku tak tahu apa yang sedang terjadi padaku. Inikah … firasat aneh itu?

 

*+*+*+*

 

“Sadarlah, Ryo-kun … belum saatnya kau pergi meninggalkan Sakura~”

 

Suara siapa itu? Dan … bagaimana suara itu bisa mengetahui namaku dan Sakura? apa yang terjadi denganku?

 

          “K-kau siapa?” tanyaku penuh hati-hati.

          “Apa kau lupa? Aku ini teman dekat orang tuamu, Haruno Musashi dan istriku, Haruno Ayano.”

 

Haruno Musashi? Haruno Ayano? Masaka …

 

          “Ka-kalian …”

          “Ya, kami adalah orang tua dari Sakura. Haruno Sakura.”

 

Ya, sudah cukup penjelasannya dan aku mengetahuinya. Mereka adalah orang tua Sakura dan teman dekat orang tuaku yang meninggal dikarenakan pembunuhan. Ah, bagaimana aku bisa menemui mereka? Apakah aku …

 

          “Bagaimana aku bisa melihat paman dan bibi?” ucapku yang errr cukup polos ini.

 

Memang benar, aku tak tahu mengapa bisa bertemu orang tua Sakura yang sudah meninggal lima tahun yang lalu.

 

          “Kau berada di alam bawah sadarmu, Nak. Kami … sebenarnya tidak tenang saat meninggalkan Sakura dalam keadaan ini. Jadi, kami memutuskan untuk menemuimu di alam bawah sadarmu.”

 

Alam bawah sadar? Bagaimana bisa? Sebelumnya … apa yang terjadi padaku?

 

          “Maaf jika kami akan merepotkanmu, Nak. Tapi, ini permintaan kami yang terakhir.”

          “Tak apa Paman Bibi. Katakan saja apa permintaan kalian untukku.”

 

Keheningan secara langsung menyelimuti kami bertiga. Aku masih menunggu jawaban kedua orang tua Sakura yang tiba-tiba ingin mengajukan permintaannya. Kira-kira apa permintaannya itu?

 

          “Sebelumnya, kami mengucapkan terima kasih karena sudah mencintai Sakura dengan setulus hatimu, Nak. Lalu, kami juga berterima kasih karena kau tidak hanya mencintai Sakura, melainkan seluruh keluarga juga sampai-sampai kau membalaskan dendam demi kematian kami. Nah, kami ingin kau mengabulkan permintaan kami yang terakhir ini. Tolong jagalah Sakura selama kami tidak bersamanya untuk selama-lamanya. Dia adalah putri kami satu-satunya yang sangat kami sayangi, begitu pula dengan kakek neneknya. Inilah permintaan kami yang terakhir, aku mengatakannya atas nama seluruh keluarga Haruno.”

 

TES

 

Ya Tuhan, mengapa hal ini harus menimpa gadisku, Sakura? Saat ini ia mengalami amnesia dan ia harus kehilangan seluruh anggota keluarganya dengan cara tidak adil. Aku dan seluruh keluargaku yang merupakan teman dekat mereka pasti akan menjaga Sakura dan menganggapnya sebagai anggota keluargaku.

 

Tentu saja, setelah usia kami cukup, aku akan menimangnya sebagai istriku kelak.

 

          “Pasti. Kami, keluarga Hashimoto pasti akan melindungi Sakura dengan sepenuh hati Paman, Bibi. Aku akan membahagiakan Sakura meskipun Paman dan Bibi sudah tidak bersamanya lagi. Aku akan membalaskan dendam kalian pada keluarga Matsui! Inilah janjiku, Paman Bibi.”

          “Arigatou … hontou ni arigatou Ryo-kun. Dengan ini, kami akan tenang dialam sana dan bisa menyerahkan Sakura padamu.”

          “Terima kasih Paman Bibi sudah mempercayakan Sakura padaku dan keluargaku. Kami pasti akan menemukan pelakunya.”

 

Ya, tentu saja. Ini adalah janji seumur hidupku, menjaga Sakura dan menemukan pelaku dari kejadian lima tahun silam.

 

Matsui Minato dan Sugimoto Airi!!

 

          “Ah, sudah waktunya untuk kami pergi …”

          “Apakah Paman dan Bibi tidak ingin menemui Sakura dulu?”

          “Gomen ne, Ryo … sepertinya Sakura menunggumu sadar.”

 

Eh? Menungguku sadar? Sebenarnya apa yang terjadi padaku?

 

          “Sayonara, Ryo.”

 

Bersamaan dengan ucapan selamat tinggal, kini aku sudah tidak melihat sosok kedua orang tua Sakura lagi. Seluruh pemandangan yang serba putih kini menjadi gelap.

 

*+*+*+*

 

“Ryo-kun, sadarlah! Ryo-kun!!”

 

Aku mendengar suara samar-samar seseorang memanggilku. Aku tak tahu apa benar suara itu memanggil namaku. Sebenarnya apa yang terjadi padaku?

 

“Ngghh” perlahan, aku membuka mataku dan secara mendadak kepalaku dan kakiku sakit.

“Ryo-kun!! Yokatta!! Hiks!” baiklah .. ini suara Sakura yang memanggilku.

 

Dan apa itu tadi? Air mata? Apa Sakura menangis?

 

“S-Sakura … m-mengapa kau menangis?” tanyaku dengan lembut dan memberikan senyuman terbaik padanya.

“Baka! Aku panik dan takut dikala kau pingsan seperti ini, Ryo-kun! Sebenarnya, apa yang terjadi padamu?”

 

Apa yang terjadi padaku, ya? Terakhir aku ingat kalau aku berada di lapangan bersama teman sekelas untuk melanjutkan pertandingan sepak bola melawan kelas 3-B …

 

Ah, a-aku ingat … saat itu, Minato seolah mengucapkan kata-kata terkutuk … dan setelahnya aku tak tahu apa-apa lagi.

 

“Ryo-kun, jawab aku! Ada apa denganmu? Jangan buat aku takut! Hiks.”

“Hey, tenanglah Sakura! Aku baik-baik saja, lih- ugh!”

 

Kakiku … kepalaku … kenapa jadi sakit begini. Sebenarnya apa yang terjadi?

 

“Jangan banyak bergerak dulu, Ryo-kun. kau sedang cidera pada kakimu. Lalu masalah kepala …”

“Katakan saja, Sakura. Apa yang terjadi padaku sebenarnya?”

 

Keheningan melanda suasana kami berdua yang berada … di UKS? Hmm … oke, aku baru menyadarinya sekarang.

 

“I-itu … ke-kelasmu menjadi pemenangnya karena … Matsui-san melakukan pelanggaran.”

 

Melakukan pelanggaran? Pelanggaran apa itu?

 

“Pelanggaran ap-”

“Karena dia, Ryo-kun menjadi seperti ini!! Aku panik karena dia yang menyebabkan Ryo-kun seperti ini hiks …”

 

DEG

 

Hangat … itulah yang kurasakan saat ini. Sakura memelukku dan ini merupakan sebuah kemajuan! Inikah yang Sakura rasakan saat ini?

 

Maaf telah membuatmu khawatir, Sakura~

 

“Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Sakura. Gomen ne.” ucapku dan kemudian membalas pelukannya.

 

Lain waktu, tak akan kubiarkan Sakura mengkhawatirkanku. Sudah cukup untuk kali ini saja. Tidak untuk lain kali!

 

“Daijoubu, Ryo-kun. Aku senang kau baik-baik saja sekarang hiks.”

“Yeah. Aku ini kuat, jadi jangan khawatir, ne?”

“Un!”

 

Masih dalam posisi memeluknya, tanganku tergerak untuk mengelus kepalanya. Rambutnya yang tergerai indah nan halus membuatku semakin nyaman untuk terus mengelus kepalanya.

 

Teruslah seperti ini, Sakura.

 

“Apapun yang terjadi, aku tak akan melepaskanmu, Sakura …”

 

*+*+*+*

 

Sial! Mengapa aku harus mengalami cedera pada kaki! Kalau seperti ini … bagaimana aku bisa menjalankan rencanaku untuk balas dendam?

 

Oh, Tuhan … jangan hukum aku untuk saat ini …

 

“Tuan muda!! Apa yang terjadi pada anda?”

 

Baiklah, aku sedikit tak suka dengan perilaku para maid rumah yang berlebihan itu. Tapi ya … tak masalah jika mereka mengkhawatirkan kondisiku.

 

“Aku tak apa.” Jawabku singkat dan secara otomatis membuat bungkam para maid disana.

“Ano … bisakah kau panggil seseorang untuk menyembuhkan cedera kaki?” kini Sakura mulai angkat bicara pada maid dan sekaligus mendapat tanggapan langsung.

“Tentu saja, Haruno-sama.”

“Arigatou.”

“Hey, aku ini baik-baik saja, Sakura.”

“Tidak Ryo-kun. Kakimu cedera dan harus disembuhkan kalau kau ingin bisa cepat berjalan lagi.”

“Hai hai, Sakura-chan.”

“Ku antar ke kamarmu ya supaya kau bisa cepat berisitirahat.”

“Wakatta.”

 

 

Ya, mungkin kali ini aku membiarkan Sakura mengurusku untuk saat ini. Setidaknya dengan beristirahat sejenak, aku dapat memikirkan rencana untuk balas dendam.

 

“Aa Sakura, a-aku bisa berjalan sendiri kok, jadi kau langsung istirahat saja ya.”

“Kau yakin?”

“Yeah. Tenang saja.”

“Baiklah. Semoga cepat sembuh, Ryo-kun.”

 

Aku pun mengangguk dan tersenyum sebagai balasan. Namun … ada hal yang menjanggal …

 

Sakura masih saja berdiri disana dan memandangku tanpa arti. Apa yang sedang dipikirkannya?

 

“Ada apa, Sakura?”

 

Yap, Sakura mendekatkan dirinya padaku yang dalam posisi duduk di tepi ranjang. Kini otakku penuh dengan pertanyaan. Ada apa dengan Sakura?

 

Dan …

 

BRUK

 

“S-Sakura?”

 

Apa maksudnya? Sakura menindihku itu … argh sial! Kalau begini jadinya …

 

CHU~

 

Ya Tuhan! Tahankan dirimu, Hashimoto Ryo … jika tidak, kau bisa menyerang Sakura saat ini.

 

“Itu ciuman selamat malam dan selamat istirahat. Hihihi!”

 

What? Ciuman selamat malam dan selamat istirahat katanya? Astaga! Dia itu … bisa-bisanya membuatku jantungan.

 

“Emm … sankyu na. Oyasuminasai!” sebelum menjauh, aku menyempatkan diri untuk mencium pipi Sakura dan mengucapkan selamat malam padanya.

 

Setelahnya Sakura mulai tak tampak lagi dikamarku. Fiuh~ apa-apaan tadi itu? Hampir saja …

 

DRT DRT

 

Grr … siapa yang menelepon saat ini? Haahh lebih baik diangkat saja daripada dibiarkan seperti itu akan sangat mengganggu nantinya …

 

“Moshi-moshi …”

“……”

“APA?!! BAGAIMANA BISA SEBAGIAN BESAR UANG HASIL PROYEK ITU DICURI?!”

“……”

“Ck! Jadi dia berani macam-macam rupanya …”

“……”

“Wakatta. Setelah cederaku ini sembuh, kita akan menjalankan rencananya. Sankyu na, Soya.”

 

Ck! Rupanya dia sudah bersiap diri untuk melawanku, eh? Tunggu saja pembalasanku ini …

 

Matsui Minato …

 

*+*+*+*

 

Three months later …

 

Tak terasa tiga bulan sudah berlalu. Berbagai bentuk ujian, yang dimulai dari ujian sekolah sampai ujian nasional sudah kulalui. Selama itu … aku jadi terpisah dengan Sakura walau kami masih satu rumah.

 

Terpisah yang kumaksud disini adalah sibuk. Sakura sibuk dengan kegiatan ulangan akhir semester, sementara aku … ya sibuk mengurusi keperluan kelulusan. Entah itu acara Prom Night, Wisuda Pelepasan, dan Perpisahan.

 

“Oh, ayolah Sakura … jadilah pasanganku untuk pesta Prom Night ya.”

“Bukankah seharusnya pasangannya itu sama-sama kelas 3, Ryo-kun?”

“Memang, tapi pengecualian untukku seorang. Please! Apa kau tak cemburu jika aku berdansa dengan gadis lain, eh? Atau kau ingin aku direbut oleh Sugimoto-san?”

“Ah, b-bukan masalah itu … umm .. sebenarnya …”

“Hm? Sebenarnya apa?”

“Ah … baiklah. Aku mau jadi pasanganmu dalam acara Prom Night.”

“Nah itu baru Sakura-ku!!”

 

Yap. Kali ini gombalanku berhasil juga untuk meraih hati Sakura. Lagipula sebenarnya ini bukan gombalan melainkan harapanku bisa berdansa dengan Sakura diacara Prom Night.

 

Ah, mengingat kasus lima tahun yang lalu … apakah aku harus mengatakannya pada Sakura? Tapi, ia masih menderita amnesia dan kesusahan untuk mengingat karena aku takut terjadi sesuatu hal padanya.

 

“Kau kenapa, Sakura?”

 

Setelah beberapa saat sibuk dengan pemikiranku, mendadak aku sadar bahwa Sakura hanya diam setelah berbicara padaku tadi. Apa ada hal yang mengganggu pikirannya?

 

“Ah, bukan apa-apa kok. Aku … hanya berpikir bagaimana rasanya berdansa saat malam Prom Night.”

 

Hanya memikirkan itu? Tapi dari wajahnya seolah tak mengatakan hal yang dikatakan oleh Sakura. Apa dia sedang berbohong padaku?

 

“Kau … tidak sedang membohongiku ‘kan, Sakura?”

“Err i-iya. Aku mengatakan yang sebenarnya. Serius!!”

 

Aku pun menghela nafas setelahnya. Apakah aku terlalu khawatir dengan perubahan Sakura barusan? Aku yakin pasti ada yang sedang disembunyikannya padaku dan aku harus menyelidikinya.

 

“Baiklah. Kalau kau ada masalah, jangan ragu untuk bercerita padaku.”

“Un.”

 

.

.

 

Waktu berlalu dengan cepat tanpa kusadari. Malam ini adalah acara Prom Night di sekolah CLARK untuk siswa-siswi kelas 3. Acara ini juga merupakan salah satu dari acara tahunan di sekolah bagi siswa-siswi tahun akhir.

 

Semenjak sekolah disini, aku sempat kebingungan dengan jalan pemikiran kakek dan nenekku yang merupakan pemilik sekolah CLARK. Memang acara Prom Night itu perlu ya? Padahal sudah ada acara wisuda pelepasan, tapi masih saja ditambah acara Prom Night. Ha~

 

TOK TOK TOK

 

Yak suara ketukan pintu telah sukses mengejutkanku saat ini yang tengah bersiap untuk menghadiri acara Prom Night sekolah. Masih belum selesai berdandan, aku pun menghampiri pintu kamarku dan membukanya.

 

“Permisi, Tuan muda.” Ternyata Maid yang mengetuk pintu kamarku. Ck! Apa lagi sekarang?

“Ada apa?”

“Ano, Igari-sama ingin menemui anda, Tuan muda.”

“Yahooo!!”

 

Ya Tuhan! Kali ini aku dibuat terkejut dengan kemunculan temanku secara tiba-tiba. Yap, Igari Soya yang dimaksud oleh Maid itu, teman karibku.

 

“Soya, bisakah kau tak mengejutkanku, eh?” protesku padanya yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamar.

“Haha gomen na. Aku kesini ingin membicarakan sesuatu.”

“Wakatta. Kau boleh pergi sekarang, Ayame-san.” Titahku pada Maid itu, bernama Ayame.

“Baiklah Tuan Muda.”

 

Setelah kepergian Ayame, aku pun memberi isyarat pada Igari untuk masuk kedalam kamarku. Perlahan aku menyadari perubahan wajah Soya yang terpancar di sebuah cermin dihadapanku. Apa ada masalah serius?

 

“Apa terjadi sesuatu, Soya?” tanyaku to the point.

“Kita harus bertindak cepat, Ryo.”

“Apa maksudmu, Soya?”

“Ini. Bacalah.”

 

Rasa penasaran sekaligus firasat buruk kini menjadi satu tatkala Soya menyerahkan sebuah kertas putih padaku. Setelah kertas itu berada ditanganku, dengan cepat aku membukanya.

 

Dear Haruno Sakura,

Jika kau ingin nyawa Hashimoto Ryo selamat, sebaiknya kau datang menemuiku saat Prom Night nanti di ruang penyimpangan olahraga tepat jam 9 malam. Lebih semenit saja, bersiaplah kau melihat jasadnya berada ditangan suruhanku.

 

Apa-apaan ini? Siapa yang berani menulis surat ini pada Sakura? Ck! Pasti diantara Minato atau Sugimoto-san!

 

“Soya … darimana kau menemukan ini?”

“Di sekolah. Tepatnya aku melihat Sakura menjatuhkan kertas ini dan mengambilnya dengan diam-diam.”

“Ck! Ini pasti bagian dari rencana Minato dan Sugimoto. Sebenarnya apa mau mereka?”

“Entahlah. Lebih parahnya lagi … Sakura sudah mengingat semuanya.”

 

A-apa aku salah dengar? Sakura … sudah mengingat semuanya? B-bagaimana bisa?

 

“A-apa? Sakura …… sudah mengingat semuanya? Jangan bercanda, Soya!”

“Baka! Aku tidak bercanda saat ini, Ryo! Justru aku memberitahu kebenarannya. Ternyata, selama 3 bulan ini Sugimoto-san memaksanya untuk mengingat semuanya. Kematian keluarganya, lalu rencana pembunuhan Sakura, dan juga masalah perusahaan Hashimoto Corp akan bangkrut, Sugimoto menceritakan semuanya. Aku mendengarnya sendiri dan memastikannya sampai sekarang.”

 

Entah mengapa … tubuhku menjadi lemah seketika. Hey, bukan saatnya untukmu menjadi lemah, Ryo!! Sakura membutuhkanmu saat ini!!

 

“Sebaiknya nanti kau harus terus bersama Sakura, Ryo. Jika Sakura meminta izin padamu untuk pergi ke suatu tempat, cegah dia dengan cara apapun.”

 

Ya Tuhan, masalah apa lagi yang akan menimpa kami berdua? Tapi, aku tak peduli masalah apapun. Asal aku masih hidup, siapapun tak akan bisa melukai Sakura-ku!

 

“Wakatta. Sankyu na Soya.”

“Yeah. Sebaiknya kau bersiap-siap. Aku akan menunggu diluar, jadi kita berangkat bertiga. It’s okay?”

“Hn. Terserahlah.”

 

.

.

 

Disinilah aku berada. Di halaman luas sekolah CLARK yang penuh dengan hiasan balon warna-warni, lampu-lampu yang akan menerangi pemandangan, meja yang penuh dengan makanan dan minuman, serta sebuah kursi yang berjejer rapi di pinggir telah menambah kesan indah untuk acara Prom Night hari ini.

 

Aku pun mengenakan setelan jas hitam dengan warna perak yang mendominasi dan sebuah dasi hitam menjadi pelengkapnya. Aku pun menata rambutku dengan menggunakan gel dan merapikannya sedikit agar tampak … keren. Oke, sudah cukup mengatakan penampilan.

 

Acaranya sudah dimulai sejak dua jam yang lalu. Cukup cepat juga tanpa kusadari. Saat ini acara dansa dan kini aku berdansa dengan gadisku, Sakura. Tidak ada obrolan yang kami mulai sejak tadi. Hanya saja, kedua mata kami saling beradu dan membiarkan saling memandang satu dengan yang lainnya.

 

Kali ini aku harus tetap waspada dan juga mengawasi gerak-gerik Sakura yang akhir-akhir ini membuatku curiga. Terlebih perkataan Soya tadi sudah sangat jelas membuatku yakin bahwa Sakura melakukan hal yang membuatku curiga dan juga khawatir.

 

Dan tak lupa juga sebuah surat yang diberikan Soya tadi, semakin membuatku khawatir. Sakura sudah mengingat semuanya dan ia akan mendatangi sang penulis surat itu. Siapa? Siapa penulis surat itu? Ck! Berani mati juga dia.

 

“A-ano, Ryo-kun?”

 

Ah, sudah berapa lama aku berkutat pada pemikiranku? Sampai tanpa sadar Sakura memanggilku dan memandangiku.

 

“Hm? Ada apa Sakura?”

“Ano … a-aku ingin ke toilet sebentar.”

 

Baiklah, apakah ini salah satu alasannya untuk menemui sang penulis surat itu? Perlukah aku mencegahnya?

 

“Aku akan memberimu waktu lima menit, Sakura.”

“Eh? Kenapa? Lima menit itu waktu yang cepat, tahu! Kau tak mengerti susahnya berjalan dengan baju pesta ini, eh?”

“Sudahlah. Lima menit waktu yang kuberikan padamu.”

“Hah~ wakatta.”

 

Kali ini, aku ingin percaya padamu Sakura. Jika dalam lima menit kau tak kembali, firasat burukku benar. Terlebih, lima menit lagi sudah tepat jam 9 malam. Aku memang sengaja memberinya waktu lima menit untuk mengujinya apakah dia akan kembali padaku atau menemui penulis surat itu.

 

Stay positive thinking, Ryo. Pasti, Sakura akan kembali kesini.

 

“Eh? Dimana Sakura?” tanpa kusadari, Soya tiba-tiba datang menghampiriku setelah semenit yang lalu Sakura pamit padaku untuk pergi ke toilet.

“Pergi ke toilet.” Jawabku kemudian.

“Baka! Kalau dia pergi menemui penulis surat itu bagaimana, hah?!”

“Aku sudah memberikannya waktu lima menit. Jika ia tak kembali dalam lima menit, aku akan langsung menemuinya di ruang penyimpanan alat olahraga.”

“Kau ini benar-benar nekat, Ryo. Kalau nyawamu dalam bahaya bagaimana?”

“Aku tidak akan mati dengan mudah, Soya.”

“Ha~ wakatta. Kali ini biarkan aku membantumu.”

“Sankyu na~”

 

Dua menit sudah berlalu dan masih tersisa tiga menit lagi. Bukan waktu yang lama memang, tapi … aku malah merasa tiga menit itu waktu yang cukup panjang.

 

Khawatir menyerangku secara tiba-tiba. Ini baru berjalan dua menit dan aku langsung khawatir. Apa yang aku khawatirkan? Kematianku atau Sakura? Ah, sudah pasti aku mengkhawatirkan Sakura. Aku tak akan memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu pada Sakura.

 

“Ah, Ryo-kun!!!”

 

Suara seorang gadis kini tiba-tiba memanggilku. Tunggu, ini bukan suara Sakura … lalu suara siapa?

 

“Ryo, Sugimoto-san datang kesini.” Bisikan dari Soya itu membuatku naik darah. Beraninya gadis itu memanggil nama kecilku!

“Untuk sekarang ini, kau menjaga jarak padaku dulu, Soya. Jika dalam tiga menit lagi Sakura tak kunjung datang, telpon aku.”

“Wakatta.” Setelah mengerti akan perkataanku, Soya pun mulai undur diri dan mencari tempat yang entah kutak tahu dimana.

 

“Konbannwa, Ryo-kunnnn~”

 

Ew. Suaranya benar-benar menjijikkan. Mengapa aku harus bertemu gadis sialan itu? Sedang berusaha untuk merayuku, eh?

 

“Lepaskan tanganmu yang kotor itu, Sugimoto-san!”

“Ih, jangan begitu Ryo-kun~ ah, kau sendirian ‘kan? Biar aku temani.”

 

Grr~ apa-apan dia itu? Berani sekali tangannya itu bergelayut manja di lenganku dan tangan satunya lagi mengarah pada dasi hitamku dan memainkannya.

 

Oke, firasatku jadi tak enak. Jika seorang gadis memainkan dasi … masaka …

 

“Lepaskan tanganmu itu, Sugimoto-san!!”

“Tidak. Lagipula … aku ingin bermain-main denganmu, Ryo-kun. Kau ingin kita bermain dimana? Gudang? Lapangan basket? Atau di apartementku?”

 

Sudah cukup!

 

PLAKKK

 

“Hentikan omonganmu itu, Sugimoto-san! Aku sama sekali tak tertarik!! Ck!”

“Benarkah? Apa aku perlu merayumu dengan cara ini?”

 

Kedua manik mataku sontak melebar tatkala terkejut akan apa yang dilakukan oleh Sugimoto-san. Tangannya itu mulai bergerilya pada tubuhnya sendiri. Ya Tuhan, apa maksudnya, ha? Ia mau merangsangku dengan cara seperti itu? Ck!

 

“Berhenti bertingkah konyol, Sugimoto-san! Aku tak tertarik!”

“Ck! Kau benar-benar munafik, Ryo-kun. Jujur saja, kau menginginkan itu, ‘kan? Aku pasti akan memuaskanmu malam ini~”

 

Sial! Bagaimana aku bisa lepas dari Sugimoto-san?! Ah, Soya … mengapa ia tak meneleponku? Bukankah tiga menit sudah berlalu? Ck!

 

DRRTT

 

Akhirnya! Tuhan masih menyayangiku! Ini pasti panggilan dari Soya.

 

“Moshi-moshi Soya …”

“……”

“Apa?!! Jadi dia benar-benar sang penulis surat itu? Ck!”

“……”

“Wakatta. Terus awasi mereka dan aku akan segera datang. Jaa~”

 

Yosh! Kali ini aku akan menghampiri dimana Sakura berada. Rupanya dia memilih untuk menemui sang penulis surat itu daripada kembali padaku, hmm? Baiklah, hukuman untuknya akan kuberikan setelah menyelesaikan masalah ini

 

“Ryo-kunnn kau mau kemana hm?”

“Bukan urusanmu!!”

“Pergi menemui kekasihmu itu eh, Hashimoto Ryo?”

 

DEG

 

Bagaimana … Sugimoto-san mengetahuinya? Masaka ……

 

“K-kau …”

“Hmph! Aku-lah yang menjebak dan sekaligus memisahkan kalian. Aku ini pintar, ‘kan?”

 

Darahku langsung naik seketika tatkala mengetahui pengakuan dari Sugimoto-san itu. Grr! Berani juga dia macam-macam padaku.

 

“Kau … akan tahu akibatnya!!” Kali ini, aku harus terfokus menyelamatkan Sakura. Tak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh gadis sialan itu padaku nantinya.

 

Tujuanku adalah Sakura.

 

.

.

 

Gelap dan sepi. Itulah yang menggambarkan kondisi koridor dalamsekolah CLARK pada malam hari. Tapi tak gelap atau sepi sepenuhnya karena acara Prom Night masih belum selesai. Setidaknya cahaya lampu dari lapangan bia memberikan pencerahan didalam koridor sekolah ini.

 

Kali ini, aku bersama Soya tergesa-gesa menuju ruang penyimpanan alat olahraga. Seperti yang tertulis di surat yang kubaca beberapa waktu yang lalu. Khawatir kini menyerangku disaat tidak tepat. Aku sangat mengkhawatirkan keselamatan Sakura saat ini.

 

“Ini tempatnya, Ryo”

“Aa. Sebaiknya kita s-”

 

BRAAKK

 

Iya da!! Ja-jangan lakukan itu, Matsui-senpai ahhh~

Kau benar-benar gadis munafik! Bilang saja kalau kau suka hmm?

Tidak! Lepaskan aku unnnhhhh~

Kau ingin Ryo mati ditanganku atau patuh pada perintahku?

 

DEG

 

Suara itu … suara Sakrua dan … Matsui Minato? Dan suara desahan itu … Ck! Kurang ajar dia telah berani menyentuh gadisku!!

 

“Ryo … sebaiknya kita cepat.”

“Aa. Hitungan ketiga, kita dobrak pintu ini.”

 

Baik aku maupun Soya sama-sama menganggukkan kepala.

“Ichi …”

“Ni …”

“San!!!!”

 

BRAAAAKKK

 

“Sakura!!!!”

 

Apa yang aku lihat ini membuatku tak berdaya. Posisi Sakura dan Minato … benar-benar intim dan itu … membuatku sesak nafas.

 

“Ara~ sang pahlawan pun datang untuk menyelamatkan pujaan hatinya fufufufu~”

“Tutup mulutmu itu, Minato!!” kali ini, darahku benar-benar sampai pada puncaknya. Sudah saatnya aku meluapkan emosi.

“Kau yang seharusnya tutup mulut, Hashimoto Ryo!!” Ck! Sialan! Apa maksudnya itu …

“Matsui-san kau …”

 

DOR

 

“Soya!!!!!”

“AHAHAHAHAHAHAHA!!! Lihat! Kalau kau berani berbicara sepatah kata lagi, siap-siap mati ditanganku!!”

 

Tubuhku terpaku pada tubuh Soya yang terkena tembakan itu. Sial! Seharusnya aku tak mengajaknya kemari jika tahu nyawanya juga terancam. Siaalll!!!

 

“Ryo-kun tatsukete!!”

 

Gomen na, Soya. Karena aku … kau harus mati mengenaskan seperti ini. Tapi … aku akan membalaskan dendammu pada pria brengsek didepanku ini!

 

“Sakura!!”

“Diam ditempatmu, Hashimoto Ryo! Sebaiknya kau menyaksikan aksi kami berdua saat mendesah, oke?”

“Sialan kau, Minato!!”

“Ssstt. Kau ingin mati lebih cepat atau menyaksikan desahan kekasihmu dulu, eh?”

 

Sial!! Kalau begini caranya bagaimana aku bisa menyelamatkan Sakura dan mencegahnya agar tidak diperkosa oleh Minato? Tuhan, tolonglah aku …

 

Aku pun kehabisan akal untuk saat ini, namun bukan diriku namanya kalau menyerah begitu saja. Terlebih, tak akan kubiarkan Sakura disentuh siapapun selain aku!

 

Baik, pilihannya hanya satu. Aku masih ada peluang untuk menyelamatkan Sakura, tapi … nyawaku sebagai gantinya. Aku pun merutuki kebodohanku karena tak membawa persiapan apapun untuk menyerang Minato.

 

Tak masalah. Asal Sakura selamat, itu sudah cukup bagiku. Langkah pertama, aku sedikit bergeser kearah samping dimana tak terkena sinar cahaya lampu dari luar ruangan itu. Langkah terakhir, aku akan memisahkan Minato dari Sakura dan menyuruhnya keluar untuk mencari bala bantuan.

 

Dan …

 

“Kena kau, Matsui Minato!!” aku tersenyum licik tatkala berhasil memisahkan Sakura dari Minato.

 

Setelah Sakura terbebas dari Minato, segera saja aku menahan pergerakannya.

 

“Cepat pergi, Sakura!” perintahku pada gadisku utnuk segera pergi dari tempat ini.

“Tapi … Ryo-kun …”

“Jangan pedulikan aku. Cepat pergi!!”

“Tidak!! Aku tidak akan meninggalkanmu, Ryo-kun. Tolong hentikan Ryo-kun, aku tak ingin kau celaka karena aku.”

 

Sial! Kalau Sakura tak cepat-cepat pergi dari sini, nyawanya bisa terancam.

 

“Baka! Cepat pergi dari sini. Argh!”

“Ryo-kun!!!”

“Sekarang, kena kau Hashimoto Ryo!!”

 

Sial! Sejak kapan dia mengeluarkan pisau itu ughh! Tidak, kau harus bertahan demi Sakura, Ryo. Harus!!

 

“Ck! K-kau ingin mati rupanya eh? Urgghh!”

“Sebaiknya kau diam dan biarkan aku mempercepat kematianmu, Hashimoto Ryo.”

“DAMEEEEE!!!!!”

 

DOR

 

*+*+*+*

 

“Sudah seminggu semenjak kejadian itu. Akhirnya kau bisa membalaskan dendammu, Ryo.”

“Aa. Aku bersyukur pula kau masih hidup, Soya.”

“Tentu saja. Aku tak akan mati dengan mudah, Ryo. Justru aku mengkhawatirkanmu, baka!”

“Haha gomen na.”

 

Percakapan itu membuatku kembali mengingat pada kejadian seminggu yang lalu, dimana aku berhadapan langsung dengan Matsui Minato. Pelaku pembunuhan atas keluarga Haruno dan juga seluruh keluarganya terduga telah membuat perusahaan yang dibangun oleh keuda orang tuaku bangkrut.

 

Namun, aku tak perlu khawatir lagi karena seluruh keluarga Matsui sudah berada di dalam penjara karena seluruh bukti yang kuat mengarah jelas pada keluarga tersebut. Akhirnya … aku dapat bernafas lega sekarang.

 

Ah, belum sepenuhnya lega. Masih ada satu masalah lagi yang belum ku selesaikan. Sakura. Aku masih harus menyelesaikan masalahku dengan gadisku itu.

 

“Soya, apa Sakura baik-baik saja tadi di sekolah?”

“Yeah. Tapi, dia terlihat murung akhir-akhir ini.”

“Murung? Bagaimana bisa?”

“Entahlah. Mungkin ia merindukanmu. Hahaha!”

“Hahah kau ini.”

“Ah, aku akan memberitahu sesuatu padamu, Ryo.”

“Apa itu?”

 

Setelah aku menanyakan hal itu, mulailah Soya membisikkan sesuatu padaku yang sontak hal itu membuatku tersenyum jahil.

 

.

.

 

CEKLEK

 

“Ah, masih belum sadar ya …”

 

Oh baiklah. Baru kali ini aku melakukannya. Mengerjai gadisku ini, Haruno Sakura. Kira-kira apa yang akan dikatakannya begitu tahu aku belum sadar?

 

“Ne, Ryo-kun. kapan kau sadar? Aku merindukanmu, baka!”

 

Pertama, ia merindukanku. Okey, aku masih harus mendengar perkataannya lagi.

 

“Maafkan aku, Ryo-kun. Selama tiga bulan ini aku membohongimu bahwa sebenarnya … aku sudah mengingat semuanya. Keluargaku, tentangku, dan juga … ambisimu untuk balas dendam. Aku sudah mengetahuinya.

Untuk itu … aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Ryo-kun. aku yakin kau sangat tersiksa dengan itu. Maafkan aku, Ryo-kun. Andai saja aku tak lupa ingatan, andai saja … hiks …”

 

Kumohon jangan menangis, Sakura. kau tahu? Melihat atau mendengar tangisanmu membuatku tak berdaya. Yang tadinya ku ingin memarahimu tapi … hatiku luluh juga.

 

“Sakura?”

“Ryo-kun!!!”

 

BUGH

 

“H-hey … aku baru bangun tapi kau tiba-tiba menindihku. Bagaimana aku bisa bernafas, Sakura.” ujarku yang hanya untuk alasan saja.

“G-gomenasai!!”

 

Ketika sadar bahwa Sakura mulai bangkit, segera saja aku menahannya supaya tetap menindihku.

 

“Ryo-kun …”

“Bisakah … aku memberimu hukuman karena kau memilih untuk menemui Minato dibanding menuruti perkatanku, hm?”

“E-eeehh? Ah, t-tolong jangan marah padaku, Ryo-kun. Aku … aku minta maaf untuk masalah itu. Kumohon maafkan aku …”

 

Hahaha! Lucu juga bisa menjahili gadisku yang super imut ini. Sekali-kali tak masalah, ‘kan?

 

“Hukumannya … kau harus menuruti keinginanku sekarang, oke?”

“Ta-tapi mmm …”

 

Yap, sudah cukup kau berbicara, Sakura. kini biarkan tubuh kita yang bereaksi.

 

END~

Leave a comment