[Oneshot] Die for You

22901596_1499622813466618_602337566_n_副本

Die for You~

Matsuyama Retha

Fluff, Romance

PG-17

Inoue Mizuki, Takahashi Yuto (HiHi JET); Wada Yuki (Johnny’s Jr.); Hirayama Akemi (OC)

 

Sudah lima tahun lamanya, gadisku –yang seharusnya bersamaku sekarang- kini berada dalam kukungan lelaki sialan itu! Namun, entah bagaimana caranya, lelaki sialan itu meracuni gadisku dengan segala hasutannya untuk membenciku melalui sebuah kejadian yang sepenuhnya aku disalahkan. Berbagai cara pun kulakukan untuk merebutnya kembali dengan semua bukti-bukti yang sesungguhnya.

 

Disclaimer    :

  • Inoue Mizuki, Takahashi Yuto & Wada Yuki are belong to Johnny’s Entertainment,
  • OC chara nya Riska-nee XD
  • FF special birthday buat dedek Juki yg udah jd abege Okt yg lalu + kado buat Riska-nee kuh tersayang XD /hush
  • This FF is Juki’s POV sampai ending.
  • Happy reading & don’t forget to comment ❤

 

DOUZO

“Bagaimana keadaannya disana?”

“……”

“Apa?! Lagi-lagi pemuda sialan itu melakukannya?!”

“……”

“Haaahh~ Untung kau selalu berada disana, Yupi. Hontou ni arigatou na~”

“……”

“Aku titip Akemi-chan padamu, Yupi. Tunggu aku dalam membuktikan semuanya. Sampai pada akarnya.”

 

Sambungan telepon pun akhirnya berakhir. Rasa khawatir kini menjalar di pikiranku. Memikirkan gadisku yang masih terperangkap dalam jebakan lelaki sialan itu! Hal ini mengingatkanku tentang kejadian lima tahun yang lalu~

 

.

.

.

 

        “Kau lihat, Akemi? Keluarganya-lah pelaku dari kecelakaan itu!! Bahkan kau mengetahuinya dengan mata kepalamu sendiri!”

 

Cukup! Semua yang dikatakan lelaki sialan itu tidak benar! Keluargaku tidak melakukannya! Bahkan kebenaran yang sebenarnya pun bukan karena keluargaku.

 

Ingin sekali membantah ucapan lelaki sialan itu!

 

Tapi …

 

Melihat raut wajah benci gadisku itu …

 

Cara tatapannya padaku …

 

Aku tak kuasa meluapkan seluruh emosiku ini padanya …

 

Aku tak tahu mengapa ini terjadi padaku … Sungguh! Ingin sekali ku mengatakan semua kebenarannya. Aku tak bersalah! Kebenaran yang seharusnya ia ketahui sesungguhnya. Bukan kebenaran yang seperti ini …

 

        “Aku … membencimu, Inoue Mizuki!! Benci benci benci!!”

        “Tunggu, Akemi-chan!!”

        “Jangan sentuh aku lagi! Kau … bukan siapa-siapaku lagi! ANATA WA DAIKIRAI!!”

 

Setelah mengatakan itu, ia pergi meninggalkanku dan disusul oleh seorang pemuda yang mengataiku tadi.

 

Sebelumnya, masih sempat kulihat tangisan gadis itu … dan juga, senyum penuh kemenangan dari pemuda sialan itu.

 

DEG …

 

Dia … gadisku … membenciku sekarang. Padahal … aku yang disalahkan disini dan harus menerima kebencian yang seharusnya tidak kudapatkan.

 

Benci …

 

Benci …

 

Benci …

 

Rasanya sakit jika kita dibenci oleh orang yang kita cintai …

 

Ingin rasanya ikut membenci juga tapi aku tidak bisa … tidak akan pernah bisa membencinya karena aku …

 

Mencintainya.

 

Tapi, itu tak akan membuatku untuk menyerah begitu saja. Tak akan kubiarkan ketidakadilan ini harus terjadi padaku. Aku memang orang biasa yang membutuhkan sebuah keadilan karena aku tak bersalah.

 

Tepatnya … aku dituduh … dan juga keluargaku.

 

Selain tak adil, aku juga tersinggung atas tuduhan itu …

 

Wajah pemuda yang penuh seringaian licik itu …

 

Ketika waktunya telah tiba …

 

Akan kubuat menjadi wajah buronan …

 

Inilah janjiku dan setelahnya … aku akan mengambil apa yang seharusnya milikku.

 

Hirayama Akemi~

 

.

.

.

 

Tiada sehari pun ku tak memikirkan keadaan gadisku itu. Aku sangat mengkhawatirkannya. Rasanya … ingin mati saja.

 

Tapi …

 

Sudah sejauh ini aku berjuang untuk mencari kebenaran dibalik topeng pemuda sialan itu!!

 

Jadi, bagaimana bisa aku menyerah di tengah jalan? Ah, bahkan dikatakan setengah jalan juga belum. Masih banyak misteri tersembunyi dibalik kecelakaan seluruh keluarga gadisku itu.

 

Sampai sekarang aku masih belum menemukan kebenarannya yang pasti. Entah bagaimana rasanya~ aku seperti diuji Sang Maha Kuasa saat ini.

 

Aku hanya manusia biasa yang bisa saja sewaktu-waktu lemah dan tak berdaya dalam mengatasi masalah ini. Tapi~ ini kulakukan demi gadisku, Hirayama Akemi.

 

Gadis itu telah lama menyita perhatianku sejak dulu. Sampai sekarang pun, meskipun ia membenciku, aku masih terfokus padanya.

 

Inilah cinta~

 

Aku memendamnya akhir-akhir ini, sejak awal bertemu dengannya dulu, kelas 1 SMP. Ia gadis yang manis dengan rambut hitam sebahunya yang ikal itu. Wajah cantiknya, senyumnya, keramahannya~ aku masih ingat semuanya.

 

Tapi …

 

Hal itu sirna dikala kedatangan pria sialan itu! Ia merebut Akemi dariku! Aku tak akan mudah memberikan apa yang seharusnya milikku itu kepada orang lain!

 

Ya. Akemi adalah gadis yang berharga dimataku. Aku sangat mencintainya hingga rela melakukan ini semua untuknya. Aku tahu ini akan membuang waktuku.

 

Aku paham itu semua!

 

Tapi, tak masalah jika aku harus membuang waktuku demi menyelamatkan Akemi, dari bahaya yang seharusnya tak ia alami.

 

Sempat terkejut ketika mengetahui seluruh keluarganya kecelakaan, sementara Akemi baik-baik saja (meskipun terdapat banyak luka ringan). Aku bersyukur mendengar ia dalam kondisi baik-baik saja.

 

Hanya saja …

 

Seluruh keluarganya, tempat dimana kau akan kembali pulang, telah tiada. Akemi, gadisku, seorang yatim tanpa keluarga yang menemaninya.

 

Sangat sedih mendengar itu semua, terlebih merasakannya. Memang benar, keluargaku masih utuh, tapi tidak untuk gadisku itu. Tidak untuknya!

 

Kau tahu, Akemi? Aku ingin sekali berada di sisimu saat ini. Menghiburmu dikala kau sedih, memberikanmu tempat tinggal, bahkan aku ingin kau menganggap seluruh keluargaku adalah keluargamu juga.

 

Tapi …

 

Hatiku sakit tatkala kau memilih untuk bersama keluarga pria sialan itu yang sebenarnya dalang dari kecelakaan keluargamu itu, Akemi …

 

Ah, tapi kau memilih untuk percaya bukti palsu itu dibanding mendengarkanku ya~ Jadi aku tak bisa melakukan apapun selain diam.

 

Diam dan bergerak untuk mencari bukti sendiri.

 

“Oi Juki!”

 

Lamunanku terbuyar ketika suara seseorang memanggilku.

 

Ck! Benar-benar mengganggu!!

 

“Yupi, bisakah kau tak mengejutkanku?” keluhku pada seorang pelaku yang memanggilku barusan. Takahashi Yuto.

“Ck! Kau ini suka melamun terus. Ada apa?”

Daijoubu. Oii!! Sejak kapan kau kesini? Padahal tadi barusa-”

“Aku kesini ingin mengatakan sesuatu padamu dan tidak bisa lewat telepon. Bisa dikatakan ini sangat penting, Juki.”

 

Hal yang penting katanya? Baiklah apa yang penting?

 

“Katakan saja, Yupi.” Suruhku padanya.

“Ini gawat! Dia, mengetahui kalau kau sedang berusaha mencari seluruh bukti! Saat ini ia sedang merencanakan sesuatu. Apa yang harus kita lakukan?”

 

Perkataan Yupi barusan membuatku terdiam dan juga … syok. Tanpa kusadari, dia mengetahui gerak-gerikku ini.

 

Doushiyo~

 

“Haahh~ harusnya aku yang panik tapi malah kau yang justru lebih panik, Yupi.”

“Tentu saja aku panik, baka!! Aku ini mementingkan keselamatanmu dan Akemi-san!! Bagaimana aku tidak panik!!”

“Setidaknya, daripada kau panik, lebih baik kau memberiku sebuah ide atau rencana, Yupi. Aku juga sama paniknya!!”

 

Setelah berucap beberapa kata, kami berdua pun diam dan larut pada pemikiran masing-masing.

 

Tak kusangka, dia mulai bertindak setelah mengetahui dengan cepat tujuanku ini. Aku harus bagaimana? Hanya ada dua pilihan.

 

Satu, cepat bertindak sebelum dia melakukan tindakan lebih jauh lagi atau yang kedua, stay calm sambil mencari seluruh bukti?

 

Arrgghhhh!! Ini membuatku pusing!!

 

Tapi … ini tak seberapa bila di bandingkan melihat Akemi-chan lebih memilih dia daripada diriku dan itu benar-benar membuatku tidak hanya menjadi pusing. Frustasi juga tepatnya!

 

Aahhh~ sepertinya aku harus memikirkan sebuah rencana supaya aksiku ini tak ketahuan oleh siapapun.

 

“Yupi …”

“Hm? Doushita?”

“Sepertinya … kita akan membutuhkan bantuan dari banyak orang.”

“Tentu saja, baka! Ah, kau tenang saja. Banyak bodyguard dia itu pengkhianat dan berteman denganku. Mungkin, aku akan meminta bantuan pada mereka.”

“Benarkah? Suatu keberuntungan bagiku. Setelah kau mendapat persetujuan dari mereka, suruh mereka untuk datang kerumahku.”

Wakatta. Aku akan memberitahumu segera dan kupastikan gerak-gerik mereka tak ketahuan.”

Sankyu na~”

 

Hah~ pada akhirnya aku dapat bernafas dengan lega. Setidaknya sedikit dari bagian rencanaku terlaksana sedikit demi sedikit.

 

Setidaknya, sembari menunggu Yupi untuk mempersiapkan beberapa bodyguard yang merupakan pengkhianatnya itu, aku pun memulai untuk menyusun sebuah rencana.

 

Apapun rencana yang akan kubuat, langkah yang akan kuambil, sukses atau tidaknya yang harus mengorbankan nyawaku sendiri, aku akan menerimanya.

 

Semua resikonya.

 

Asalkan … di akhir hayatku nanti, cepat atau lambat, aku dapat menyelamatkan Akemi-chan dari bahaya dan juga merebutnya dari tangan dia. Walau … waktuku untuk bersamanya hanya singkat.

 

Bisa dikata terlalu singkat.

 

Ne Juki, aku sudah menelepon mereka untuk datang kemari.”

“Hn. Sankyu na!”

 

Sembari menunggu orang-orang itu datang, kembali aku terfokus pada pemikiranku untuk membuat rencana. Jujur saja, aku bingung harus merencanakan apa dikala dia sudah mengetahui gerak-gerikku ini.

 

Haahh~

 

Ojamashimasu!!!”

“Yo, Yuto-san, Mizuki-san!!”

 

Tanpa kusadari, teman-teman Yupi yang menjadi bodyguardnya telah datang. Ah~ timing yang tepat, deshou? Mereka datang dengan cepat.

 

“Yo, minna!” sapa Yupi dan mengisyaratkan pada mereka semua untuk segera menghampiri kami.

 

Ya … inilah saat yang ditunggu-tunggu, deshou?

 

“Jadi begini …” tampaklah Yupi mengawali pembahasan tentang rencana sekarang ini dan aku masih saja terdiam memikirkan sebuah rencana yang akan kujalankan.

“Anda perlu bantuan apa, Mizuki-san?” tanya salah satu dari mereka padaku, yang kuketahui namanya adalah Tamamoto Fumito.

“Jangan seformal itu, Fumito-san.” Jawabku kemudian yang bukan merupakan jawaban atas pertanyaannya.

“Um, baiklah. Jadi apa yang bisa kami bantu?”

 

Sejenak aku berpikir. Seluruh pasang mata kini memperhatikanku dengan serius, seolah siap untuk diberi petunjuk dari seorang atasan. Hah~

 

“Kalian tahu ‘kan permasalahan yang sebenarnya?” tanyaku yang (mungkin) mengawali pembahasan sebuah rencana.

“Tentu saja! Bahkan, aku tak terima jika kasus itu memberatkanmu, Mizuki-san!” tiba-tiba saja, aku dikejutkan oleh perilaku yang mendadak dari seorang pemuda yang berada di sebelah Fumito-san. Namanya Kaneda Yosei.

“Ya! Lagipula … kecelakaan itu sebenarnya tuan kami pelakunyaa! Ck! Bahkan aku muak menyebutnya tuan!”

“Tenanglah, Hiiro-san. Jika kau kelepasan bicara seperti itu dihadapannya, rencana kita bisa gagal.” Terang Yupi yang berusaha menenangkan pemuda bernama lengkap Masuo Hiiro itu.

“Sudah-sudah. Ini bukan saatnya kita mengeluarkan seluruh kejenuhan kita. Tujuan kita disini ingin membantu rencana Mizuki-san.” Ucap seorang pemuda yang bernama lengkap Inaba Manaya.

Sou desu ne!” ucap pemuda disebelahnya Manaya-san, Kaihou Jun.

 

Aku pun hanya menghela nafas sembari menunggu mereka selesai dalam urusan mengeluarkan kejenuhannya menjadi pesuruh itu. Kali ini aku harus sabar, terlebih mereka akan membantuku dalam menjalankan rencanaku ini.

 

Saa, Mizuki-san, silahkan dilanjutkan. Maafkan kami.” Terang Fumito dan sedikit membungkukkan badannya kearahku.

Daijoubu desu. Ano, maaf sebelumnya kalau aku akan merepotkan kalian atau mungkin membahayakan nyawa kalian nantinya. Sebuah rencana telah kupikirkan sejak tadi …”

“Itu tak masalah, Mizuki-san. Terlebih, anda ini teman dekat Yuto-san dan kami semua teman dekat Yuto-san juga. Jadi, secara otomatis Mizuki-san juga teman dekat kami.” Jawab Fumito-san yang diikuti sebuah anggukan dari semuanya.

Sankyu na~”

“Jadi, apa rencananya itu Mizuki-san?” Tanya Manaya-san yang sangat antusias itu.

“Pertama, tentu saja mencari bukti yang kuat supaya bisa mengalahkannya didalam medan perang. Kedua, setelah kita mendapatkan bukti yang memberatkannya, mungkin kita akan melaporkan hal ini terlebih dahulu ke polisi secara diam-diam karena sebenarnya polisi saat ini sedang mengumpulkan semua bukti untuk memberatkannya. Lalu yang ketiga …”

“Yang ketiga?”

 

Sejenak aku menghentikan ucapanku ini. Apakah aku harus mengatakan pada mereka tentang rencana yang ketiga ini? Kalau dipikir-pikir, ini akan membahayakan nyawa mereka dan aku tak ingin mereka harus kehilangan nyawa demi menolongku.

“Kenapa kau diam, Juki? Katakan apa rencana ketiga itu?” Yupi pun tampak mendesakku untuk segera memberitahu rencana ketiga.

 

Sungguh~ aku tak ingin membahayakan nyawa mereka demi kepentinganku sendiri. Bisakah … hanya aku yang melakukannya?

 

Warui na. Untuk saat ini kita perlu menjalankan dua rencana itu. Aku akan memikirkan untuk rencana selanjutnya nanti setelah tahu hasil dari kedua rencana tersebut.” Jelasku kemudian dan membuat semua orang disana menggangguk kecuali Yupi.

 

Aku yakin Yupi saat ini mengetahui bahwa aku menyembunyikan sesuatu. Dapat kulihat dari tatapan matanya yang menatapku dengan serius itu. Namun setelahnya, ia mengintruksi seluruh kawan-kawannya untuk kembali.

 

Saa minna, ini saatnya kalian kembali karena waktu istirahat sudah mulai habis. Nanti aku akan kembali sendiri kesana. Pastikan semua aman, termasuk Akemi-san.”

Ryoukai!!”

 

Setelah mendapat intruksi dari Yupi, mereka semua kembali ke markas mereka. Tentu saja mereka kembali menjadi bodyguard dia dan menjaga Akemi-chan disana.

 

“Kenapa kau tak ikut kembali?” tanyaku yang melontarkan rasa penasaranku ini pada Yupi.

“Ada hal yang harus ku tanyakan padamu, Juki.” Jawabnya dengan serius.

 

Kuso! Pasti dia akan menanyakan tentang rencana ketigaku ini. Bagaimana aku akan menjelaskannya?

 

“Kenapa kau tak mengatakan rencana ketigamu itu, Juki?”

 

DEG

 

Tepat sasaran! Bagaimana aku akan menjelaskan padanya tentang ini?

 

“Jawab aku, Juki!!”

“Beri aku waktu, Yupi!!”

 

Tanpa sadar, kami berdua saling berteriak. Ini jarang sekali terjadi.

 

Ck! Mengapa emosiku datang disaat yang tidak tepat?

 

Warui na, Yupi. Sebenarnya, aku tak ingin teman-temanmu terlibat dalam rencana ketigaku ini.”

 

Puk.

 

Dengan cepat Yupi menepuk pundakku dan tersenyum kalem.

 

“Setidaknya … beritahu aku tentang rencana ketiga itu, Juki.”

 

Hah~ sebaiknya aku memberitahunya tentang rencana ketigaku ini padanya. Cukup Yupi saja yang mengetahuinya karena ini … akan membahayakan nyawa banyak orang.

 

*+*+*

 

Detik demi detik berlalu sehingga terbentuklah satu menit. Menit demi menit berlalu sehingga terbentuklah satu jam. Jam demi jam berlalu sehinga terbentuklah satu hari, begitupun seterusnya.

 

Selama 3 bulan terakhir ini, aku jarang bicara dengan Akemi-chan, ah, bahkan sudah semenjak kejadian dimana sebuah kecelakaan telah merenggut nyawa seluruh keluarganya. Semenjak itu pula, aku menjadi sasaran ketidak-adilan yang sudah direncanakan dan hal itu benar-benar membuatku … menjauh dari Akemi-chan.

 

Mengherankannya lagi, bagaimana bisa Akemi-chan percaya begitu saja pada ucapan pemuda sialan itu? Terlebih … pada kejadian itu, sebenarnya keluargaku juga korban dari kecelakaan tersebut.

 

Bagaimana bisa?

 

Hal itu terjadi sekitar lima tahun yang lalu, bertepatan dengan adanya acara pertemuan antara keluargaku dan juga keluarga Akemi-chan dalam rangka mempererat hubungan persahabatan diantara kedua orang tua kami. Selain itu, kalau tak salah dengar, aku sempat akan dijodohkan dengannya. Pada saat itu, kakak perempuanku, Inoue Sayuri, sedang berada dirumah Akemi-chan untuk mendadaninya karena Akemi-chan tidak memiliki seorang kakak perempuan dan ia terlalu malas untuk pergi ke salon.

 

Mendengar hal itu membuat hatiku senang. Ah, bahkan aku sangat bahagia sekali bisa dijodohkan dengan seorang gadis yang diam-diam kusukai. Padahal usiaku masih belasan tahun dan terbilang masih muda jika dalam berurusan menyukai lawan jenis. Tapi setidaknya hal ini wajar, deshou?

 

Saat itu, keluargaku sedang dalam perjalanan menuju sebuah restoran ternama yang menjadi tempat pertemuan dengan keluarga Akemi-chan. Entah bagaimana bisa, tiba-tiba Tousan mengatakan bahwa rem mobil blong. Hal ini membuat khawatir keluargaku. Bagaimana nanti terjadi kecelakaan atau hal lainnya? Argh hal ini membuatku panik bukan main.

 

Hal yang lebih mengejutkan lagi, disaat mobil kami mulai mendekati sebuah perempatan, baik sadar atau tidak, sebuah mobil juga berjalan mengarah kami dengan lepas kendali.

 

Dari plat nomor, sudah jelas itu mobil milik keluarga Akemi-chan dan …

 

Gawat!!

 

Mobilku saat ini mengarah kearah mobilnya. Begitu pula dengan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Hal ini membuat keluarga kami panik bukan main!

 

Dan terjadilah sebuah kecelakaan dimana kedua mobil kami saling menghantam satu dengan yang lain. Aku bersyukur keluargaku baik-baik saja dan tidak langsung tewas di tempat. Hanya berbagai luka di sebagian tubuh, termasuk aku, namun tak parah dan aku masih bisa jalan.

 

Banyak orang yang berlalu lalang disana pun menghampiri kedua mobil kami dan memberikan bantuan. Beginilah sifat masyarakat Jepang yang sangat peduli dengan orang lain. Seolah hal itu sudah tertanam di dalam hati masing-masing.

 

Kepalaku terasa pening, tapi aku malah mengkhawatirkan keadaan Akemi-chan dan juga Sayuri-nee. Apa mereka baik-baik saja? Aku harap begitu.

 

Namun, harapanku tak sesuai dengan kenyataan. Dapat kudengar suara teriakan sesegukan seorang gadis memanggil nama seseorang. Rasa pening yang semakin memperlambat gerakanku telah mengalahkan perasaan takutku akan dua gadis yang penting di dalam hidupku. Kakakku dan Akemi-chan.

 

Teriakan itu semakin membuatku takut bukan main. Namun aku tetap berusaha melenyapkan perasan itu dan terus menghampiri sisi utara sana dimana mobil yang dikendarai oleh Akemi-chan dan Sayuri-nee sudah tak berbentuk.

 

Jalanan pun hampir penuh dengan darah merah pekat dan hal ini semakin memperkuat perasaan takutku.

 

Disana … terdapat tiga orang tergeletak tak berdaya dengan kondisi cukup mengenaskan.

 

Tiga orang itu … dua diantaranya adalah orang tua Akemi-chan dan yang satunya … Sayuri-nee!!!

 

Jadi begitulah kejadiannya yang sebenarnya aku tak paham bagaimana bisa terjadi. Mobil kami sama-sama hilang kendali tanpa kami sadari dan juga tak mengerti pelaku yang membuatnya seperti itu.

 

Namun kini semakin lama aku semakin sadar bahwa dia merupakan pelaku dari kecelakaan itu. Yupi yang mengatakan hal ini kepadaku dan sempat terpikirkan olehku bagaimana caranya ia dengan tanggap dan cekatan mengetahui bukti itu.

 

Meskipun bukti dari Yupi belum terlalu kuat, setidaknya satu bukti itu cukup menguatkan diriku ini. Ck! Tak akan kumaafkan dia!!

 

DRRTT

 

Tanpa sadar sudah cukup lama aku melamun, kini fokusku kembali ketika aku merasakan sebuah getaran ponsel di saku celana.

 

“Yupi? Untuk apa dia mengirim pesan di waktu-waktu sibuknya? Hmm…”

 

Sebuah pesan dari Yupi kini mengundang rasa penasaranku dikala saat seperti ini, dirinya dengan kawan-kawan lainnya sedang sibuk menjadi bodyguard jadian-jadiannya.

 

From: Yupi

Juki, aku dan beberapa temanku menemukan bukti lagi. Perlukah aku mengunjungimu saat istirahat siang nanti? Ah, aku juga akan memberitahu kabar baik padamu!

 

Seulas senyum kelegaan telah terukir pada bibirku. Padahal kalau boleh jujur, aku tak melakukan banyak dalam pencarian bukti. Justru Yupi dan kawan-kawannya yang lain-lah lebih banyak berbuat.

 

Namun, ada alasan dibalik itu semua. Terlebih ini sebagai perintah dari Yupi juga mengingat ia mengetahui rencana ketigaku yang dapat dikata berbahaya.

 

Walaupun sempat panik, namun Yupi selalu menenangkanku dan menyuruhku untuk duduk santai sembari mempersiapkan rencana ketigaku ini.

 

Tapi bagaimana bisa aku sesantai itu?

 

Setelah cukup lama berpikir, aku pun membalas pesan dari Yupi bahwa aku akan sangat menantikan bukti yang telah ia dan kawan-kawannya temukan sekaligus menyampaikan kabar baik. Hal ini benar-benar membuatku tak sabar. Sungguh!

 

*+*+*+*

 

“Bagaimana persiapannya?”

“Sudah beres. Semua bukti yang akan dibuat sebagai perangkap untuknya sudah aku persiapkan di mansionnya. Kau sudah mengerti ‘kan tentang cara penggunaan alat itu? Dan, apa kau yakin akan melakukan ini semua sendiri, Juki?”

“Itu benar, Mizuki-san. Kami akan membantu jika memang kau membutuhkan bantuan kami.”

Sou. Lagipula rencana ketigamu sekaligus terakhir ini benar-benar berbahaya.”

 

Sudah genap setahun, aku, Inoue Mizuki, beserta sahabatku, Takahashi Yuto, dan juga kawan-kawannya mencari seluruh bukti yang cukup kuat untuk memberatkannya sebagai pelaku kecelakaan enam tahun lalu atas keluarga Hirayama (dan juga kakakku, Inoue Sayuri). Selama itu pula, entah bagaimana caranya, Yupi dan kawan-kawannya bisa dengan mudah mengelabuhinya untuk berhenti mengurusiku yang sedang sibuk mencari seluruh bukti.

 

Hah~ mereka benar-benar sesuatu! Benar-benar berbakat dalam mengelabuhi seseorang dan membuat orang itu bisa percaya saja dengan mudahnya. Ya, sewaktu-waktu mereka bisa juga berbahaya. Hahaha!

 

Aku akui memang tidak berbuat banyak dalam mencari seluruh bukti itu dikarenakan Yupi yang melarangku untuk ikut andil. Ya, karena alasannya hanya satu, membiarkanku untuk tenang dan hanya melakukan rencana ketiga yang sekaligus adalah akhir dari perencanaanku.

 

Ya, perencanaan untuk membongkar semua kejahatan yang telah dilakukan pemuda sialan itu terhadap keluarga Akemi-chan. Ah, dan juga Sayuri-nee.

 

Setelah membongkar kejahatannya, aku akan merebut kembali Akemi-chan dalam pelukanku. Ya! Akan kupastikan itu semua! Sampai tuntas!

 

“Tentu. Kali ini biarkan aku yang melakukan rencana terakhirku ini. Aku tak ingin membahayakan nyawa kalian. Aku sangat berterima kasih karena kalian sudah mengorbankan banyak waktu dalam setahun ini untuk mencari seluruh bukti dari yang masih samar-samar sampai pada bukti yang sangat kuat. Aku tak tahu harus bagaimana membalas kebaikan kalian. Hontou ni arigatou!!”

 

Sebelum aku berangkat ke mansion pemuda sialan itu, aku pun membungkuk kearah Yupi dan kawan-kawannya yang lain sebagai ucapan terima kasih karena telah membantuku sangat banyak.

 

“Jangan sungkan seperti itu, Mizuki-san. Kami sangat senang bisa membantu. Itulah gunanya teman, deshou?”

Sou desu ne!!”

 

Aku pun hanya mengangguk pelan sambil tersenyum karena aku tak tahu harus merespon perkataan mereka dengan cara apa. Setelah membungkukkan badan lagi untuk pamit, tepat sebelum aku berbalik, sebuah tangan seseorang menahanku.

 

Chotto Juki.” Sang pemilik tangan pun menyuruhku untuk berhenti dan menunggu yang ternyata adalah Yupi.

“Ada apa, Yupi?” tanyaku padanya.

“Baiklah jika kau memang tak ingin kami membantumu dalam melancarkan rencana terakhirmu. Tapi, kali ini tolong …”

 

Bersamaan dengan ucapan Yupi yang berakhir menggantung, tiba-tiba kedua tangannya memasangkan sebuah penjepit kecil yang ku tak mengerti penjepit apa itu di saku mantel hitamku.

 

“Yupi … ini …”

“Ini alat untuk mata-mata. Sudah lumayan kecil dan tersamarkan ‘kan? Hahaha!” aku semakin tak mengerti maksud Yupi melakukan ini semua.

 

Masaka?!

 

“Yupi … jangan bilang kalau …”

“Dengarkan aku baik-baik, Juki.” Ucapnya sembari memegang kedua bahuku.

“Kau tahu betapa khawatirnya aku setelah mengetahui rencana akhirmu ini? Kau mengerti bukan betapa bahayanya dia? Lalu, kau dengan santainya berkata bahwa kau akan melakukannya sendiri! Jadi, selama setahun waktu kami untuk mencari bukti-bukti, kami pun juga sudah menyiapkan segala sesuatunya yang akan kau butuhkan nanti, terutama alat mata-mata ini. Lewat ini, kami bisa memata-matai perlakuannya padamu dan juga ketika kau sedang kesulitan, kami akan bergerak cepat sekaligus menghubungi pihak polisi. Ah, tapi jikalau kau tidak mengalami kesulitan, aku akan tetap menghubungi polisi. Lagipula aku sudah bekerja sama dengan pihak polisi. Hahahah!”

 

Setelah mendengar perkataan Yupi secara panjang lebar yang berakhir dengan tertawanya, aku hanya bisa mendesah pelan ketika mengingat bahwa ia benar-benar keras kepala. Tak tahukah dia bahwa aku tak ingin membahayakan nyawanya hanya untuk diriku?

 

“Kau benar-benar keras kepala, Yupi.” Gumamku yang mungkin dapat didengar oleh mereka, termasuk Yupi.

Itterashai Juki.” Ucap Yupi sebelum aku benar-benar melangkah keluar dari apartemenku.

 

Ah, mengenai mengapa aku tinggal di apartemen itu karena aku merahasiakan rencana ini dari keluargaku. Mereka hanya mengetahui bahwa aku sedang berusaha membawa Akemi-chan kembali. Tapi tidak dengan rencanaku.

 

Ittekimasu.” Ucapku kemudian dan berjalan keluar.

 

Our battle will start right now, Wada Yuki!!

 

.

.

 

Selama 15 menit waktu yang kuperlukan untuk tiba di mansion pemuda itu dengan mengendarai mobil pribadiku. Namanya Wada Yuki. Dia adalah temanku sejak SMP sampai sekarang. Ck! Bahkan aku sangat bosan jika harus sekelas dengannya.

 

Bukan hanya bosan, tapi muak. Aku muak dengannya setelah ia membuat pernyataan palsu berkenaan dengan kasus kecelakaan keluarga Akemi-chan enam tahun yang lalu. Apa motifnya itu untuk melakukannya? Untuk mendapat perhatian Akemi-chan? Ck! Tak akan bisa!

 

Yamete Wada-kun!!! ittai!!

Berhentilah untuk memberontak, Akemi sayang.

Cukup hentikan ini ahh!!

 

Sebuah suara kini tiba-tiba mengusikku. Terdengar nada teriakan dan juga paksaan dari suara itu sehingga membuatku penasaran akan suara siapa itu. Apakah Akemi-chan? Lalu mengapa ia berteriak seperti itu?

 

Semoga saja tak terjadi apapun padanya.

 

Posisiku saat ini sedang bersembunyi diantara semak-semak yang terdapat di halaman mansion Wada. Lumayan juga mansion miliknya ini ck! Benar-benar membuatku tak betah berlama-lama disini.

 

Namun semua kulakukan demi mengambil Akemi-chan secepatnya keluar dari penjara yang menakutkan ini. Aku sangat yakin sekali kalau ia berada dalam bahaya.

 

Dengan tanggap aku pun segera menghampiri asal dari suara itu secara sembunyi-sembunyi. Melangkah secara perlahan di pekatnya malam hari dan juga semak-semak belikar yang sudah cukup menambah kesan mengerikan pada malam hari.  Aku melakukan ini tentu saja karena aku tak ingin rencanaku gagal kalau sampai ketahuan penjaga-penjaga setia Wada yang berjaga disana.

 

YAMETE!!!!

URUSAI!!!

 

Suara itu semakin jelas dan jelas seiring berpindahnya posisiku di balik semak-semak belikar ini. Setelah cukup tahu posisi suara yang dapat tertangkap di pendengaranku, aku pun mulai melirik di sela-sela semak-semak untuk mencari tahu siapa yang sedang berteriak barusan.

 

Sekian detik kemudian, kedua mataku membulat sempurna dan aku yakin bola mataku yang hitam kecoklatan ini akan tampak. Sebuah kejadian disana benar-benar membuatku ingin meledakkan emosiku saat ini sekaligus syok.

 

Bagaimana tidak? Saat ini, aku dapat melihat Akemi-chan tengah ketakutan ketika ia dipaksakan untuk melakukan sesuatu oleh Wada. Hal ini mengundang emosiku yang semakin memuncak tatkala melihat posisi Wada yang begitu intim terhadapnya.

 

Tahan emosimu Juki.

 

Mau tak mau, aku melewati kegiatan yang hampir memanas itu demi melakukan perencanaan awalku datang kemari. Menghabisi seluruh penjaga yang ada disana.

 

Awalnya aku tak percaya apakah aku dapat melakukan ini semua. Namun, lagi-lagi Yupi dan seluruh kawannya-lah yang membantuku mempermudah rencanaku ini. Entah aku harus membalas kebaikan mereka dengan cara apa yang pantas dan seimbang.

 

Kata salah satu kawan Yupi yang bernama Kaihou Jun, ia telah memberikan sebuah racun di makanan sekaligus minuman yang telah dimakan dan diminum oleh penjaga di saat jam makan siang mereka tadi. Seharusnya efek racun itu sudah bekerja saat ini sehingga itu akan memudahkanku untuk menuntaskan mereka.

 

Ck, ini benar-benar menyebalkan untuk kulakukan. Namun, aku melakukan ini demi mengambil Akemi-chan dari kungkungan Wada! Aku melakukannya pula untuk meraih cintanya. Sudah cukup kami berdua sama-sama tersiksa akan hal ini dan aku yakin, setelah ini Akemi-chan akan kembali mencintaiku …

 

Seperti dulu …

 

Tanpa sadar, saat ini aku sudah tiba di depan para penjaga. Namun tak lupa dengan posisiku yang saat ini masih dibalik semak-semak belikar ini untuk mempersiapkan semua. Ya, mempersiapkan diriku untuk berperang.

 

Sadar atau tidak, hampir seluruh penjaga yang berjaga disana mulai lunglai seolah tak ada tenaga untuk bergerak sedikit saja. Yosh! Ini kesempatanku untuk menumbangkan semua penjaga disana.

 

“Racun yang kau berikan sangat berefek sekali, Kaihou-san.” Gumamku kemudian sembari menyiapkan sebuah pistol dari tas kecil yang kubawa ini.

 

Setelahnya, kuarahkan pistol ini masuk ke dalam sela-sela semak belikar itu yang kebetulan terdapat celah cukup lebar dan sangat pas untuk dimasukkan oleh mulut pistol. Kemudian aku fokuskan mulut pistol ini tepat mengarah para penjaga yang mulai lunglai disana.

 

DOR
DOR
DOR
DOR
DOR

 

Yosh!! Beberapa tembakan yang kuberikan sesuai dengan jumlah penjaga disana telah berhasil mengenai sasaran. Semua penjaga disana berhasil kutumbangkan dan dapat aku perhatikan banyak darah yang keluar dari tubuh mereka.

 

Setelahnya, sebelum aku keluar dari persembunyianku, aku pun mempersiapkan sebuah alat yang telah dipersiapkan oleh Yupi sebelumnya. Tentu saja alat untuk membantuku dalam menjebak Wada sekaligus menggagalkan rencana jahatnya.

 

Ah, mengenai rencana jahat Wada, setelah mengetahui tujuannya yang sebenarnya dalam membunuh keluarga Akemi-chan, benar-benar membuatku geram. Tujuannya yang sebenarnya adalah membunuh seluruh keluargaku, termasuk aku. Namun, hasil dari rencananya tak sesuai dengan prediksinya. Keluargaku masih baik-baik saja sementara keluarga Akemi-chan langsung tewas bersamaan dengan Sayuri-nee. Entah aku harus bersyukur atau bersedih karena aku kehilangan kakak kesayanganku, namun aku juga mengetahui bahwa keluarga Akemi-chan benar-benar tewas seketika.

 

Namun setidaknya aku diberi kesempaatan oleh Tuhan untuk hidup itu sudah cukup. Begitu pula dengan Akemi-chan. Sepertinya disaat aku sudah meninggal nanti, mungkin Tuhan akan menghukumku karena sudah membalas kejahatan orang dengan kejahatan. Tapi, setidaknya Tuhan mengerti alasan dibalik balas dendamku ini.

 

“Akemi-chan, tunggulah aku karena sebentar lagi aku akan membuka kedok Wada Yuki sialan itu!” ucapku sembari berjalan menuju ke tempat dimana Akemi-chan dan Wada berada.

 

Taman belakang.

 

Sesampainya …

 

“Hentikan tanganmu yang kotor itu, Wada!!!!” teriakku dan kemudian berlari menghampiri Wada.

 

DUAGH

 

Lalu aku melayangkan sebuah pukulan keras tepat di wajahnya untuk mejauhkannya dari jangkauan Akemi-chan karena Wada mulai melakukan aksinya yang bergerilya menjelajahi tubuh Akemi-chan.

 

Ck! Ini benar-benar membuatku geram!

 

“M-Mizuki-kun?” panggil Akemi-chan dengan gemetar. Aku yakin dia ketakutan sekarang.

“Tenanglah. Aku disini dan jangan takut. Tetap berdiri dibelakangku, Akemi-chan.” Ucapku dengan lembut sembari memegang tangannya dan mengarahkannya ke belakangku.

“Ho~ Akhirnya kau datang juga, Inoue Mizuki!!” tubuhku langsung waspada ketika terdengar suara Wada yang barusaja bangkit dari tersungkur akibat aku memukulnya secara terang-terangan.

“Ck, kau kira aku akan diam saja setelah apa yang kau lakukan pada Sayuri-nee sekaligus keluarga Akemi-chan, hmm Wada Yuki?” gertakku kemudian seolah ingin meluapkan emosiku saat ini juga.

“Kau lihat Akemi? Pemuda yang didepanmu ini telah membunuh seluruh keluargamu, bahkan kakaknya sendiri. Kau harus tahu itu hahahahah!!!!”

 

CK

 

Sialan! Ia benar-benar sedang mempengaruhi Akemi-chan agar ia mempercayai omongannya. Namun, aku tak merasa khawatir sama sekali akan hal itu semua.

 

Aku sangat yakin bahwa kemenangan akan jatuh ditanganku. Karena kemenangan akan dimiliki oleh seseorang yang benar dan jujur, deshou?

 

“Ck! Kali ini, kau tak akan bisa mempengaruhi Akemi-chan lagi, Wada!!”

“Percaya diri sekali kau-”

“Seharusnya aku yang mengatakan itu, Wada!! Kau ini percaya diri sekali!”

“Ck! Kau ingin mati hahh!!”

 

Dengan siaga, aku segera mendorong Akemi-chan sedikit mundur ke belekang ketika Wada memulai aksinya untuk beradu kekuatan padaku.

 

Hm~ rupanya ia benar-benar siap bertarung tanpa persiapan. Baiklah, aku pun yang sudah penuh persiapan pun segera meladeninya.

 

Berbagai macam pukulan dia tujukan kearahku namun tak satu pun yang mengenai diriku. Setidaknya aku tak rugi bisa mengikuti klub bela diri di sekolah saat masih SD. Hahahah!

 

“Keparat!! Inoue!!!”

“Ck”

 

DUAGH

 

Yosh! Aku berhasil meninju perut Wada sehingga ia tersungkur. Inilah kesempatanku untuk menghabisinya sampai babak belur. Aku pun segera menindihnya tepat diatas perutnya dan kemudian meninju wajahnya tanpa ampun dengan penuh luapan emosiku.

 

“Ini balasan karena kau telah membunuh kakakku, keluarga Akemi-chan, lalu membuatnya tidak mempercayaiku karena bukti palsumu itu sialan!!!”

 

DUAGH

DUAGH
DUAGH

 

Kali ini, biarkan emosi menguasai tubuhku agar aku bisa dengan leluasa meninju pria sialan ini sampai babak belur. Ah, ingin rasanya aku menodongkan mulut pisau kearahnya saat ini! Tapi, aku harus menyimpannya untuk urusan yang mendadak dan tak terduga.

 

“Mizuki-kun hentikan!!!”

 

Dapat kudengar suara Akemi-chan yang menyuruhku untuk berhenti. Tapi aku menulikan pendengaranku demi menyelesaikan perkara ini sampai tuntas. Aku ingin sekali mendengarkannya dan berhenti. Tapi jika itu kulakukan, kesempatan ini akan hilang.

 

“Aku tidak akan berhenti karena aku sudah terlalu lama berdiam diri, Akemi-chan.” Jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari Wada yang berada dibawahku.

 

Aku terus memukulnya tiada henti. Cukup menguras tenaga tapi itu tak masalah bagiku.

 

BUAGH

 

“Argh!!”

“Khukhukhu kena juga kau Inoue!!!”

“Sialan kau Wada!!!”

 

Sial!

 

Sejak kapan ia membawa pisau itu? Kenapa aku tak menyadarinya? Ugh ini benar-benar menyakitkan. Pisau itu tertancap di perutku sehingga cukup banyak darah yang keluar. Rasa sakit itu langsung merobohkan pertahananku sehingga aku terjatuh di tanah.

 

Kau harus bertahan demi Akemi-chan, Juki!! Apakah aku akan menyerah sampai disini dikala Yupi dan kawan-kawannya sudah bekerja keras sejauh ini untuk membantuku?

 

Tidak!

 

Aku harus bertahan! Aku tak akan membiarkan usahaku, Yupi, dan kawan-kawannya sejauh ini menjadi berantakan. Tak akan kubiarkan pula kesempatan yang sangat berharga ini hilang begitu saja.

 

Tak apa jika nantinya aku mati. Tapi, setidaknya kesempatan berharga ini bisa kuraih dan tentunya … melihat Akemi-chan untuk yang terakhir kalinya.

 

“Wada-kun hentikan!!!! Mizuki-kun daijoubu?” tanpa kusadari, Akemi-chan langsung datang menghampiriku.

 

Seketika itu pula, aku dapat merasakan hangat dari genggaman tangan Akemi-chan padaku. Dia khawatir padaku. Itu tandanya ia masih peduli padaku.

 

Syukurlah.

 

“Diam kau Akemi dan menjauhlah dari Inoue!”

 

Dapat kudengar suara perintah dari Wada untuk Akemi-chan. Aku senang jika Akemi-chan masih memperdulikanku. Setelahnya, aku mendengar suara langkah kaki yang diduga adalah Wada yang datang menghampiri kami berdua. Dengan tenagaku yang tersisa dikarenakan terkuras habis saat memukul Wada dan juga tusukan sebuah pisau yang ia berikan, aku pun bangkit dan segera menjadikan diriku sebuah tameng untuk melindungi Akemi-chan. Setelahnya, dengan cepat aku meraih sebuah pistol dan mengarahkan mulut pistol itu kearah Wada. Belum ada rencana untuk melepaskan pisau yang masih tertancap di perutku ini.

 

“Berhenti atau aku menembakmu sekarang, Wada!” ucapku setengah kesakitan dikarenakan tusukan pisau ini.

 

Nyeri sekali. Perutku terasa akan mengeluarkan seluruh isinya dengan berdesakan sehingga membuatku kesakitan. Sial!!

 

“Hmph, kau benar-benar keras kepala Inoue! Kenapa kau tidak mati saja!!!”

 

BUAGH

 

Dengan sekuat tenaga, aku melayangkan sebuah pukulan tepat di wajahnya sehingga ia jatuh tersungkur di tanah. Perkataannya itu benar-benar memancing emosiku ini!

 

Aku masih memiliki sedikit tenaga. Walau aku tahu bahwa kesadaranku semakin menipis dikala rasa sakit pada perutku ini masih terasa. Sebuah pisau yang masih tertancap pun aku lepaskan secara paksa.

 

Sakit. Tapi aku harus bertahan.

 

Tolong, jangan ambil alih kesadaranku!

 

“Mizuki-kun!!”

“Akemi-chan, c-cepat pe-pergi dari s-sini!” perintahku setengah terbata-bata pada Akemi-chan.

“Tidak! Aku-”

“C-cepat pergi! D-disini b-berbahaya!”

“Mizuki-kun …”

 

Sial! Kesadaranku semakin menipis dan pertahananku semakin goyah tak terkendali. Disaat seperti ini, aku tak bisa melakukan banyak hal jika tak ingin mempercepat penipisan kesadaranku.

 

“Pergilah, Akemi-chan! Aku mencintaimu.” Ucapku sebagai akhirnya. Entah akhir yang seperti apa, aku tak tahu.

“Tolong kembalilah dengan selamat, Mizuki-kun.” ucapnya berharap padaku.

 

Aku harus menjawab dengan jawaban yang bagaimana? Aku tak bisa menjawab dikala kondisiku seperti di ujung jurang kematian seperti ini.

 

“…” aku pun hanya menoleh ke arah Akemi-chan dan tersenyum simpul padanya.

“Hiks … aku menunggumu di apartemen, Mizuki-kun. Aku mencintaimu!” dengan hati yang sangat terpaksa, aku harus membiarkan Akemi-chan pergi.

 

Mengapa terpaksa?

 

Sebenarnya hasil dari rencana ini benar-benar jauh dari perkiraanku. Padahal disaat seperti ini aku ingin sekali menunjukkan muka busuk Wada dihadapan Akemi-chan. Tapi, hasilnya berubal total sehingga terjadilah hasilnya saat ini.

 

“Urgh!!”

 

Sial! Lagi-lagi Wada menusuk perutku dengan pisau. Sialnya karena kesadaranku yang semakin menipis di setiap detiknya, pergerakanku menjadi super lambat!

 

“Hmph! Akan lebih baik kau mati sekarang juga, Inoue!”

 

Cukup! Mengapa kesadaranku semakin lama semakin menghilang? Pandanganku mengabur secara tiba-tiba dan rasa nyeri di perut sekaligus kepalaku benar-benar merobohkan pertahananku.

 

Tuhan tolong! Aku harus menyelesaikan misi ini. Panggil aku jika misi ini sudah selesai, Tuhan. Tapi, jangan sekarang. Aku mohon~

 

“Juki!!!!!!!!!! Awas kau kalau sampai mati!!! Tak akan ku ampuni kau!!!”

 

Suara siapa itu? Siapa yang memanggilku? Apakah itu Yupi? Ah~ itu tidak mungkin. Tapi, entah mengapa ingin sekali aku berharap bahwa itu suara Yupi.

 

Maafkan aku Yupi~ sepertinya … aku telah mengingkari janjiku.

 

Untuk bertahan hidup bersama …

 

Akemi-chan

 

Sayonara, Aishiteru yo Akemi-chan~

 

BRUK

 

“MIZUKI-KUN!!!!!!!!!!”

 

The End~

 

Penasaran sama kisah selanjutnya? Tunggu sequel dari saia ya :3 #plak

Leave a comment