[Minichapter] Sweet Cream (Chapter 2)

Title: Sweet Cream Chapter 2
Cast: Yamada Ryosuke (Hey! Say! JUMP), Yabu Kota (Hey! Say! JUMP), Inoo Kei (Hey! Say! JUMP), Okamoto Keito (Hey! Say! JUMP), Yamada Hikari (OC)
Author: Shiina Hikari
Rating: PG
Genre: Family, Romance
Tema cerita kali ini adalah makanan manis, gara-gara lihat Ruruka jadi kepingin buat cerita tentang manisan. Semoga kalian suka, silahkan tinggalkan comment. Settingnya minjam setting Kibougamine Gakuen. Warning! Di chapter ini alurnya maju mundur.

1 tahun kemudian…

Hikari duduk di depan televisi sambil melihat hasil nilai ujiannya. Dia tidak datang diacara kelulusannya karena dia tidak mood untuk menghadirinya. Dia juga meminta nilainya dikirim lebih cepat. Sudah satu tahun kakaknya debut sebagai grup Hey! Say! JUMP dan grup mereka menjadi sangat populer sejak debut mereka. Seperti yang dikatakan oleh Yabu, mereka sekarang tinggal di asrama. Mereka pulang setiap kali ada hari libur.

***

Flashback 1 tahun yang lalu….

Hikari berjalan menuju kantor agensi kakaknya. Dia berharap bisa berbaikan setelah apa yang terjadi di hari itu. Dia membuatkan coklat mousse dan teh camomile untuk kakaknya. Tadinya dia hanya ingin menitipkannya di resepsionis dan bergegas pulang, tapi dia diperbolehkan mengantarkannya sendiri. Hikari berjalan mengelilingi gedung itu dan mencari ruangan yang disebutkan.

“Lantai 23, ruangan paling pojok sebelah kiri.” Ucapnya sambil mengingat-ingat.

Hikari berjalan menuju ruangan paling pojok disana. Hikari mengetuk pintunya, tapi tidak ada yang menjawab. Hikari pun membuka pintu ruangan itu dan betapa terkejutnya dia, begitu dia membuka pintu dia melihat Yabu sedang berciuman dengan Inoo, Yamada juga sednag berciuman dengan Okamoto, sementara member lainnya bersorak dan mengambil foto.

BRUKKK!!!!

Makanan yang Hikari bawa terjatuh. Seketika semua member segera melihat kearahnya.

“Ah… Hikari..” ucap Yabu.

Hikari pun segera meninggalkan tempat itu sebelum mereka sempat mengejarnya.

“Larinya cepat sekali.” Keluh Chinen.

“Pelari tercepat kita saja tidak bisa mengejarnya, apalagi yang lain.” Ucap Takaki.

“Dia menjatuhkan ini tadi.” Ucap Nakajima sambil memberikan tas yang ia pegang kepada Yamada.

Yamada membuka tas itu dan melihat ada lima kotak makanan dan minuman yang ditaruh di termos yang cukup besar. Yamada melihat secarik kertas yang ada di dalam tas itu.

Untuk Oniichan…
Aku membuat coklat mousse dan teh camomile. Jangan dimakan sendiri! Bagikan dengan semua teman satu grupmu!

Hikari

End Flashback

***

Hikari mengganti-ganti channel televisinya dengan malas. Dia memakan eclair yang selalu dia berikan kepada kakaknya.

“Oshii.” Ucap Hikari.

Selama ini Hikari tidak pernah mencicipi kue yang ia buat kalau kue tersebut sudah jadi. Hikari hanya mencicipinya saat masih membuatnya saja.

“HIKARI!!!!” teriak Yamada.

Hikari langsung menyemburkan teh camomilenya karena sangking terkejutnya.

“Kenapa kamu tidak datang di acara kelulusan???” tanya Yamada dengan marah.

“Ha? Kenapa aku harus datang?” tanya Hikari dengan bingung.

“Karena aku…”

“Aku ingin memberikan kancing gakuranku kepadamu.” gumam Yamada.

“Kamu juga tidak datang di acara kelulusan kami.” Ucap Inoo.

“Maa ne… Aku tidak tertarik dengan acara itu. Selagi aku bisa mendapatkan nilai bagus, aku tidak perlu datang ke acara seperti itu.” Ucap Hikari dengan malas.

“Bagaimana dengan temanmu?” tanya Yamada.

“Ha? Teman? Aku tidak punya yang seperti itu.”

***

Yamada, Yabu dan Inoo duduk di depan televisi sambil menonton berita. Hikari datang membawa coklat mousse untuk mereka.

“Nee Hikari… Kamu mau masuk SMA mana?” tanya Yabu.

“SMA? Aku tidak mau melanjutkan sekolah.”

“WHATTT???” teriak mereka serempak.

“Kenapa harus pergi ke sekolah hanya untuk belajar? Aku mungkin akan mengikuti home schooling.” lanjut Hikari.

“Tapi kan sekolah itu sangat penting…”

SHTTT!!!

Hikari menghentikan celoteh Yamada tentang sekolah.

“Bicara soal sekolah, dua hari yang lalu aku mendapatkan ini.” Ucap Hikari sambil memberikan secari amplop.

Yamada, Yabu dan Inoo membaca surat itu secara cermat.

Selamat,
Anda Yamada Hikari diterima sebagai siswa di jurusan utama Kibougamine Gakuen. Anda diterima sebagai siswa pembuat manisan super tingkat SMA.

“EEHHH????”

“Apaan sih teriak-teriak?” tanya Hikari sambil menutup telinganya.

“SMA, SMA ini kan…”

“Kenapa dengan SMA itu? Kibougamine Gakuen? Sekolah Puncak Harapan? Nama yang aneh.” Potong Hikari.

“Ini SMA yang hanya akan menerima maksimal 20 murid setiap tahunnya di jurusan utama dan juga yang bisa masuk kesana hanya murid-murid super di bidangnya.” Jelas Yamada.

“Hee… Sehebat itu kah?” tanya Hikari dengan datar.

“Sekolah itu juga membuka jurusan cadangan untuk murid tanpa bakat super. Semua orang berjuang untuk masuk jurusan utama di sekolah itu. Bukankah itu hebat?” ucap Yabu.

“Hm? Biasa saja tuh. Lagipula aku tidak akan masuk kesana. Aku tidak pernah mendaftar sekolah manapun, jadi kenapa aku harus pergi?” Ucap Hikari.

“Hm… Rasanya aneh sekali. Apa mungkin ada seorang pencari bakat yang menemuimu ya?” ucap Yamada sambil berpikir.

“Pokoknya kamu harus masuk sekolah itu.” Ucap Yabu.

“EEEHH???”

***

Hikari masuk membawa formulir pendaftaran dan surat penerimaannya ke sekolah itu. Hikari sebenarnya tidak ingin pergi. Tapi ketiga kakaknya terus memaksanya untuk pergi. Hikari masuk ke ruang kepala sekolah. Disana ada dua orang pria yang duduk di dalam ruangan itu. Pria tua berumur 35an yang duduk di depan meja itu adalah kepala sekolah dan pria berumur 30an yang berdiri disampingnya adalah seorang guru di sekolah itu.

“Youkoso Yamada Hikari. Selamat datang di Kibougamine Gakuen.” Ucap seorang pria yang lebih muda dari kepala sekolah..

“Kau tidak ingat padaku?” tanya orang itu lagi.

Hikari menggeleng.

“Aku orang yang kamu tabrak 1 tahun lalu. Kamu memberikanku kue buatanmu sebagai permintaan maaf.” Ucap orang itu dengan tersenyum ramah.

“Ah! Hontouni sumimasen!” ucap Hikari sambil menunduk dalam.

“Iie, iie. Berkatmu, aku jadi lebih mudah menemukanmu. Perkenalkan. Namaku Kamenashi Kazuya. Aku adalah wali kelas sekaligus pencari bakat di sekolah ini.”

“Kelihatannya kalian sudah sangat akrab ya? Perkenalkan. Namaku Akanishi Jin. Aku kepala sekolah disini.”

Hikari menundukkan kepalanya.

“Saa… Mari kita mulai wawancaranya.”

***

“Hai! Minna-san! Kita akan mulai pelajaran dan peraturan di sekolah ini!” ucap asisten wali kelas Hikari.

Hikari duduk dibangku paling pojok dibelakang. Seperti yang kakaknya bilang, disini hanya ada 18 murid dengan satu kelas. Sekolah itu punya gedung yang sangat besar. Tiga buah ruang digunakan untuk ruang kelas, masing-masing satu kelas untuk setiap angkatan dan sisanya digunakan sebagai ruangan pribadi untuk mengembangkan bakat setiap siswa. Di sekolahnya ia tidak wajib masuk kelas. Selama mereka terus meningkatkan bakatnya, maka mereka dibebaskan melakukan apa saja di sekolahnya. Mereka tidak melakukan ujian akhir disetiap mata pelajaran, sebagai gantinya mereka harus mengikuti ujian praktik untuk menguji seberapa berkembangnya bakat mereka.

Mereka diwajibkan untuk tinggal di asrama sekolah, tapi untuk siswa jurusan utama diperbolehkan pulang sesekali asal mereka meminta izin kepada wali kelas ataupun asisten wali kelasnya. Di asramanya juga terdapat beberapa fasilitas lengkap. Disekolah itu mereka tidak diwajibkan untuk membayar. Semua biaya sekolah mereka ditangggung oleh pemerintah. Disana banyak siswa yang punya bakat tidak biasa seperti bakat sebagai komite kesehatan ataupun bakat sebagai asisten rumah tangga super.

Hikari berjalan melintasi koridor sekolahnya sambil membaca secarik kertas petunjuk yang diberikan gurunya. Kertas itu berisi letak ruangan pribadi untuk mengembangkan bakatnya. Hikari agak kebingungan karena sekolah itu memiliki gedung yang sangat besar.

BRUKK!!!

“Ah! Sumimasen!” ucap Hikari sambil membungkuk.

Hikari kaget melihat orang yang ia tabrak.

“Keito-senpai?”

“Hikari-chan?”

“Keito-senpai juga murid disini? Bakat apa yang senpai punya?”

“U-Un… bakatku tidak terlalu bagus, aku seorang pandai besi.” Ucap Keito dengan malu-malu.

“Sugoii yo! Bakat yang sangat keren.” Ucap Hikari dengan mata berbinar-binar.

“Oh, ya. Kamu mencari ruangan bakatmu kan?”

“Hai. Tapi aku bingung ruangannya ada dimana.”

Keito mengambil secarik kertas yang Hikari pegang.

“Ah… Ruangan ini disebelah ruanganku. Ayo ikut aku.” Ucap Keito sambil menarik tangan Hikari.

***

Hikari menatap ruang bakatnya dengan takjub. Ruangan itu di dominasi warna pink soft dan light blue dengan bau semanis kue dengan pemanggang dan alat-alat untuk membuat kue yang lengkap sebagai penghias.

“Sugoii! Ini ruangan milikku?”

“Hai, ruangan bakat disesuaikan dengan keinginan murid bersangkutan. Makanya kita saat itu melakukan sesi wawancara.” Jelas Keito.

“Ruangan senpai bagaimana?”

Keito pun menunjukkan ruangannya yang di dominasi warna putih dengan pencahayaan yang sangat baik.

“Desu yo ne..” ucap Hikari sambil tertawa hambar.

“Soal aku yang sekolah disini, jangan katakan kepada siapapun.”

“Hm? Hai… Yakusoku!” ucap Hikari sambil tersenyum manis.

***

Hikari berjalan pulang ke rumahnya dengan riang. Dia membawa beberapa kue dan manisan yang dia buat selama satu minggu disekolahnya. Hikari membuka pintu rumahnya dan melihat tidak ada orang disana. Hikari pun segera ganti baju dan meletakkan semua kue yang ia buat di lemari es. Hikari menonton anime kesukaannya sampai ia tertidur diatas sofa.

“Tadaima…”

Yabu masuk ke dalam rumahnya dan melihat televisi masih menyala padahal tidak ada yang menonton. Saat Yabu ingin mematikan televisi, Yabu melihat Hikari yang tertidur diatas sofa. Tadi Yabu ingin membangunkan adiknya karena jika dia terus tertidur disitu, adiknya bisa sakit.

“Eng…” Hikari mengusap-usap matanya sejenak dan kembali membenarkan posisi tidurnya.

“Hikari…”

Hikari tidak menyahut panggilan dari Yabu dan tetap tertidur. Yabu membelai pelan rambut adiknya kemudian tersenyum. Yabu mendekati wajah adiknya secara perlahan.

“Nee Hikari… Biarkan aku melakukannya untuk kali ini saja ya?” ucap Yabu dengan lembut.

Hikari tetap tidak bergeming sementara Yabu mencium bibir gadis itu dengan lembut.

KRIINNGGG!!!

Keitai Yabu berbunyi tepat setelah Yabu mencium Hikari. Yabu pun segera menjauhi Hikari dan mengangkat keitainya.

“Hai, wakatta. Aku akan segera kesana.”

Yabu mematikan keitainya dan membawa Hikari ke kamarnya. Ia menyelimti adiknya kemudian mencium puncak kepala adiknya sebelum dia berlalu pergi.

***

Inoo memasuki rumahnya dengan tergesa-gesa. Dia baru saja dikejar-kejar oleh fansnya. Inoo mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal. Inoo beralih menuju dapur. Dia berharap ada minuman dingin yang dapat menyegarkan tenggorokannya. Inoo terkejut karena di kulkas ada banyak kue buatan Hikari. Inoo pun bergegas meminum minumannya dan segera berlari ke kamar Hikari. Inoo melihat Hikari tidur di kamarnya sambil memakai selimutnya. Inoo duduk disamping Hikari sambil membelai lebut kepala adiknya.

“Hikari, hari ini gawat sekali. Aku tadi dicegat oleh fansku. Untungnya aku bisa masuk ke rumah dengan selamat.”

Hikari yang merasa tidak terganggu dengan kehadiran Inoo, masih terus tertidur meskipun Inoo berbicara dengannya dengan suara yang agak kuat. Pemuda cantik itu membelai wajah adiknya dengan lembut. Inoo berhenti membelai wajah adiknya ketika jarinya yang cantik menyentuh bibir adiknya itu.

“Anggap saja ini ganti yang waktu itu.” Ucap Inoo sambil tersenyum manis.

***

Hikari bangun dari tidurnya. Hal pertama yang ia lakukan adalah menyentuh bibirnya. Dia merasakan sesuatu yang lain di bibirnya sama seperti saat dia tertidur bersama Yamada. Satu tahun lalu, di hari Hikari jatuh sakit, Hikari terbangun dengan perasaan aneh. Hikari merasa kalau bibirnya sudah disentuh sama seperti saat ini. Hikari berusaha mengabaikan perasaan itu dan kembali berbaring di tempat tidurnya.

“Oh? Sudah bangun?” sahut Yamada.

Hikari mengangguk dan turun dari tempat tidurnya.

“Doushita no?”

Hikari menggeleng dan memasukkan sepotong eclair ke mulut Yamada dan berlari pergi.

***

Hikari menegak minumnya dan mengambil kue yang ia buat.

“Kei-nii mau?” tanya Hikari.

Inoo mengangguk dan memakan kue yang ada di mejanya.

“Kou-nii mau?” tanya Hikari kepada Yabu yang kebetulan lewat.

“Boleh. Kamu dapat banyak teman?”

“Hm? Di sekolah itu tidak ada yang berteman. Mereka hanya peduli pada bakat masing-masing dan datang seseukanya ke kelas. Lagipula aku tidak membutuhkan teman.”

PLAAAKKK!!!

Mata Hikari melebar ketika melihat Yabu menamparnya.

“KENAPA KAMU MENGATAKAN SEPERTI ITU???!!! KAMU TIDAK AKAN BISA HIDUP SENDIRIAN DI DUNIA INI!!!!” teriak Yabu.

Hikari mengepalkan tangannya dan berusaha menahan amarahnya.

“KAMU TIDAK PERNAH TAHU APA YANG AKU HADAPI!!!!” teriak Hikari sambil menangis.

Hikari berlari meninggalkan dapur.

BRUK!

“Hikari? Daijou-”

Hikari tidak mengidahkan perkataan Yamada dan langsung berlari keluar rumahnya. Dia tidak peduli dengan hujan yang turun dan terus berlari tanpa tujuan.

***

2 bulan kemudian…

“Nee, Keito, apa kamu menemukan adikku?” tanya Yabu dengan panik.

Keito duduk di ruang tamu rumah Yabu sambil menunduk.

“Sebenarnya…”

***

2 bulan lalu…

Hikari berlari melewati hujan tanpa mengidahkan apapun.

BRUK!

“Hikari?” panggil Keito.

***

Keito membawa Hikari masuk ke rumahnya. Hikari sudah mandi dan mengganti bajunya dengan baju Keito. Hikari diam dan terus memegang selimut yang Keito berikan sambil menatap kosong.

“Daijoubu. Kamu bisa bilang saat kamu sudah siap.”

Besoknya Hikari bangun lebih awal daripada Keito dan membuat sarapan.

“Senpai, rahasiakan hal ini dari siapapun.”

Keito mengangguk dan mulai memakan makanannya.

“Aku akan kembali ke asrama. Senpai tidak perlu cemas. Bersikap saja seperti biasa seperti Senpai tidak mengetahui apapun.”

***

Seminggu kemudian, saat Keito baru pulang dari latihan, dia mendengar suara ribut di sebuah gang kecil. Saat Keito mengintip ke gang tersebut, Keito melihat ada sekumpulan yakuza yang saling membunuh. Begitu semuanya sudah terbunuh, samar-samar keito melihat seorang gadis berkuncir dua tersenyum sambil memegang sepotong kue. Di hari lainnya Keito juga bertemu dengan gadis itu di gang lain. Gadis itu berada dibelakang setiap orang yang saling membunuh. Gadis itu hanya duduk dipojokan sambil tersenyum tanpa melakukan apapun.

“Matte!”

Gadis itu menoleh kearah Keito. Betapa terkejutnya Keito melihat gadis yang ia lihat adalah adik kelasnya sendiri. Lebih tepat dia adik dari Yamada, Yamada Hikari. Gadis itu tersenyum kepadanya. Tapi bagi Keito itu bukanlah senyuman manis yang biasa gadis itu berikan. Gadis itu tersenyum dengan senyum yang paling menakutkan yang pernah ia lihat.

“Eh? Apakah ini Keito-senpai? Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Genki desu ka?”

Hikari masih terus tersenyum kearah Keito. Keito bisa melihat dengan jelas ada bekas cipratan darah yang menempel di pipi gadis itu dan ditangan kanannya, gadis itu memegang pisau. Sedangkan di punggungnya terselip sebuah pedang yang dimasukkan ke dalam tasnya.

“A…Apa yang terjadi?”

“Hm? Ini? Tidak ada apa-apa. Aku baru saja menemukan betapa hebatnya kekuatan manisan yang selama ini aku buat.”

Hikari berjalan mengintari Keito sambil terus bercerita.

“Dan Senpai tahu apa itu? Aku bisa membuat manisan yang bisa mencuci otak seseorang.” Ucap Hikari sambil meletakkan eclair di depan mulut Keito.

Keito yang sangat ketakutan, hanya bisa diam tanpa mengatakan apapun.

“Dan juga… Aku bisa membuat eclair yang bisa membunuh orang.” Ucap Hikari sambil tersenyum.

Hikari berlari kecil dengan riang kearah seseorang yang sudah mati di depannya.

“Dia contohnya.” Ucap Hikari sambil tersenyum manis dan menunjuk kearah orang yang terbaring di depannya.

“Senpai… Senpai tidak ingin jadi seperti itu kan?” tanya Hikari sambil mengelus pelan pipi Keito.

“Karena itu, Senpai harus tetap diam ya?”

Hikari menyentuh lembut kedua pipi Keito dengan tangannya. Keito hanya bisa diam dan merasakan tangan dingin Hikari membelai pipinya pelan. Hikari pun pergi meninggalkan Keito yang masih terpaku disana.

***

Kembali ke 2 bulan kemudian…

“Setelah hari itu, aku terus-menerus bertemu dengan Hikari. Setiap aku bertemu dengannya, aku melihat dia sedang tertawa melihat orang-orang saling membunuh dihadapannya.” Jelas Keito.

Seisi rumah terdiam setelah mendengar cerita Keito.

“Aku menemukan buku ini di tempat sampah di depan kamarnya. Sepertinya buku ini sudah lama sekali tidak ditulis olehnya. Aku harus segera kembali ke asrama.” Ucap Keito sambil meletakkan buku bersampul pink diatas meja tamu.

Keito berhenti sejenak dan menoleh kearah tiga saudara tiri tersebut.

“Sebenarnya aku adalah senpai di sekolah Hikari. Aku minta maaf karena tidak menceritakan semuanya lebih awal.” Ucap Keito sambil membungkuk dalam.

***

20 April
Untuk pertama kalinya aku masuk sekolah. Aku tidak begitu ingin masuk, tapi ketiga kakakku sangat ingin melihattku sekolah. Jadi aku melakukan apa yang mereka minta.

21 April
Semua berjalan baik-baik saja. Aku memang belum mendapatkan teman. Tapi aku akan berusaha.

30 April
Awalnya semua baik-baik saja, tapi semenjak semua teman sekelasku tahu jika mereka bertiga kakakku, mereka jadi bersikap lain padaku.

11 Mei
Pembulian dimulai. Hari ini aku tidak bisa menemukan sepatuku. Aku berbohong kepada kakakku kalau aku mengikuti kegiatan klub untuk mencari sepatuku. Ternyata ada orang yang membuangnya dipekarangan sekolah.

17 Mei
Hari ini mereka mencoret-coret mejaku. Aku juga menemukan bukuku disobek. Setiap jam istirahat, aku selalu membereskan barangku sebelum pergi makan siang diatap dengan kakak.

25 Mei
Aku dituduh memecahkan vas kelas. Tidak ada yang membelaku. Morikawa-san dan temannya menyalahkanku, padahal aku tahu jika dia yang melakukannya. Akhirnya aku disuruh membereskan selluruh ruang kelas sampai sore dan lagi-lagi aku berbohong kepada kakak.

25 Juni
Tugas kelompok pr liburan musim panas. Aku tidak mendapatkan kelompok. Jadi aku terpaksa mengerjakannya sendirian.

25 Desember
Morikawa-san berulah lagi. Kali ini dia mengacak-acak ruang guru, akibatnya aku disuruh membersihkan kolam renang sekolah di musim yang sangat dingin ini. Saat aku akan pulang, Morikawa-san mengunciku di gudang sekolah. Aku bilang pada kakak kalau aku diajak merayakan pesta natal. Padahal aku hanya meringkuk dipojok gudang sambil menghangatkan diri. Beruntung aku tidak mati.

27 Januari
Teman sekelasku melempariku dengan telur dan tepung yang banyak dan mengatakan kalau aku takoyaki berjalan. Karena kejadian itu, aku jadi harus pulang lebih awal.

14 Februari
Orang yang Morikawa-san sukai memberiku coklat. Tentu saja aku menolak. Tapi Morikawa-san yang marah langsung melemparkan aku ke dalam kolam renang. Padahal hari saat itu sangat dingin dan aku tidak bisa berenang. Beruntung Keito-senpai lewat dan menolongku.

Yabu terus membaca halaman demi halaman buku harian Hikari yang Hikari tulis sedkit demi sedikit.

Tanpa tanggal
Aku beryukur bisa hidup
Aku bersyukur punya keluarga dan kakak yang baik
Aku bersyukur meskipun aku sendirian tanpa teman, tapi aku masih memiliki saudaraku
Aku bersyukur ibu mau merawatku
Dan aku bersyukur ketiga kakakku sangat menyayangiku

Yabu menangis melihat tulisan yang ada di dalam buku itu. Dia menghakimi adiknya seolah-olah dia tahu segalanya.

31 Januari
Jika Tuhan memberiku kesempatan untuk mendapatkan saudara kandung, maka aku pasti akan memilih Kou-nii.

***

“Hikari!” panggil Yabu.

Hikari menoleh dan memberikan tatapan tidak senang kepada mereka berempat.

“Kembalilah ke rumah.” bujuk Yamada.

“Aku menolak.”

“Akanku lakukan apapun agar kamu mau kembali!” teriak Yabu.

“Apapun? Menarik sekali.”

“Tapi sebelum itu, kamu harus ikut ke rumah.” Ucap Inoo.

***

Hikari duduk di ruang tamu sambil menyesap minumannya.

“Hisashiburi da ne…” pikirnya.

“Jadi, kamu bilang akan melakukan apapun untukku. Bagaimana dengan makan ini?” ucap Hikari sambil menunjukkan sepotong eclair kepada tiga saudaranya.

“Eclair?” tanya Yamada.

“Ah? Kau sudah tahu namanya? Tapi ini bukan sekedar eclair. Ini eclair yang bisa membunuh orang.” Ucap Hikari sambil tersenyum.

“Dan yang akan memakannya adalah… Kamu!” ucap Hikari sambil menunjuk kearah Yabu.

Hikari berjalan kearah Yabu dan menjatuhkan Yabu ke lantai. Hikari duduk diatas Yabu sambil tersenyum.

“Hee? Doushita no? Kowai?” tanya Hikari dengan nada mengejek.

“Kowaku nai.” Ucap Yabu sambil mengambil eclair dari tangan Hikari dan melemparkannya masuk ke dalam mulutnya.

TAK!

Eclair itu Hikari tangkap dengan mulutnya sebelum eclair itu bisa masuk ke mulut Yabu.

“Tsumaranai.” Ucap Hikari sambil memakan eclairnya dan pergi meninggalkan rumahnya.

Hikari menutup pintu rumahnya dnegan kasar dan berlalu pergi.

“Dia memakan eclairnya sendiri? Itu artinya…” ucap Inoo.

“Sejak awal dia tidak berniat melukai Kota.” Ucap Yamada.

***

Hikari menatap pemandangan dari dalam sekolahnya. Dia duduk di tepi jendela sambil bersandar di jendela. Hari ini hujan turun dengan deras. Hikari tidak berniat untuk memanggang atau membuat sesuatu. Biasanya ia akan merasa senang saat dia akan membuat kue. Dua bulan ini dia merasa hampa. Kue buatannya jadi tidak seenak dulu, manisannya tidak terasa manis, bahkan coklat yang ia buat pun terasa hambar. Apa yang salah? Ia terus-menerus menanyakan pada dirinya. Hujan turun semakin deras sampai jendela pun berkabut. Semuanya jadi terlihat kurang jelas dari jendela tersebut. Tiga orang berusaha masuk ke sekolah itu tetapi tidak diizinkan menjadi pemandangan yang Hikari lihat dari jendela sekolahnya.

Hikari berusaha melihat ketiga orang itu dari dekat. Ketiga orang itu akan menghadapi senpai yang sudah lulus dari sekolahnya untuk bisa masuk.

“Yabai!”

***

“Ano… Kami ingin bertemu dengan Yamada Hikari.” Ucap Yamada dengan takut-takut.

Wajar saja jika Yamada merasa takut karena orang yang dihadapannya memiliki tubuh besar, tegap dan berotot.

“Kalian tidak bisa menemuinya.”

“Tolonglah… Izinkan kami bertemu dengannya.” Ucap Inoo yang mulai membuka suara.

“Ha? Kalian tidak dengar? Aku bilang tidak bisa!” ucap orang itu sambil mencoba memukul mereka.

“YAMETE!”

Penjaga sekolah itu menoleh kearah Hikari dan menghentikan tidakannya yang akan memukul Inoo. Hikari datang dengan pakaian yang basah kuyup terkena air hujan. Hikari tidak memakai payung karena dia tergesa-gesa keluar dari sekolahnya. Yabu mendekati Hikari dan berusaha untuk membelai pelan kepala adiknya itu, tapi Hikari langsung menepis tangan Yabu.

“Jangan salah paham ya? Aku melakukannya agar kalian tidak mati sia-sia.”

Hikari langsung berjalan meninggalkan mereka.

***

Hikari duduk di ruangan bakatnya sambil menghela nafas. Sebentar ia ujian, tapi dia tidak tahu akan membuat apa. Jika ia tidak lulus ujian, dia akan dikeluarkan dari sekolahnya. Hikari menatap bahan-bahan yang ada di kulkas dalam diam. Sejak rusaknya hubungan dia dan kakaknya, dia jadi tidak mempunyai inspirasi untuk membuat manisan. Karena menurutnya, manisan itu ada untuk dimakan seseorang. Kalau tidak ada yang memakannya, dia tidak bisa membuat manisan.

“Hikari-chan! Apa kamu sudah siap untuk ujian 2 minggu lagi?” tanya Keito.

“Senpai…”

Hikari berlari memeluk Keito dan mulai menangis.

“Ada apa?” tanya Keito dengan panik.

“Aku tidak bisa membuat manisan untuk ujian…”

***

“Keito! Ada yang ingin aku bicarakan.” ucap Yabu.

“Ada apa?”

“Bisakah kamu membawa Hikari keluar?” tanya Yabu dengan ragu-ragu.

“Soal itu, aku tidak bisa. Sebentar lagi kami ada ujian, Hikari harus fokus dengan ujiannya atau dia akan dikeluarkan.” Tolak Keito.

“Tapi…”

“Apa kamu tahu konsekuensi jika kami dikeluarkan dari sekolah itu?” potong Keito.

Yabu terdiam mendengar perkataan Keito.

“Penghinaan yang akan kami terima lebih kejam daripada pembulian yang selama ini Hikari alami.”

***

To be continued…

Leave a comment