[Multichapter] MONSTER (#12)

MONSTER

MONSTER11

Author : Veve Octavia
Genre : Fantasy, Romance, Friendship
Type : Multichapter (chap 12)
Cast : Love-tune; SixTONES; Jinguji Yuta, Kishi Yuta (Prince); Nakajima Yuto, Yamada Ryosuke, Inoo Kei (Hey! Say! JUMP); Miyazaki Haru, Yanase Kai, Kyomoto Miyuki, Konno Chika, Yasui Kaede, Hideyoshi Sora, Nishinoya Chiru (OC)

“Omaera!”

Haru tidak percaya melihat Inoo, Yuto, dan Ryosuke melangkah masuk dengan santai.

“Oh, halo, Miyazaki,” sapa Ryosuke. Dia seakan tidak ingat kalau dia hampir membunuh Haru beberapa hari lalu. Haru menatap Shori, dia mendekati pemuda itu.

“Apa maksud semua ini, Shori?” tanyanya, “kenapa ada mereka disini?”

“Nah,” suara Chinen menginterupsi, dia tersenyum dan mendekati yang lain. “Aku akan memperkenalkan mereka satu persatu. Ini adalah Daiki Shigeoka, dia darah campuran. Ayahnya dari Haguro, dan ibunya seorang Nogumi. Lalu ini…” Chinen menunjuk pemuda di sebelah Daiki, “ini adalah Nozomu, ayahnya sama seperti kita, Yahagi. Ibunya Haguro. Lalu aku…” Chinen menunjuk dirinya sendiri, “aku sama sepertimu. Ayahku Yahagi dan ibuku Nogumi.” Chinen tersenyum, dia menatap Shori yang tidak berbicara apapun. “Sato-Kun sama seperti Nozomu,” ucap Chinen, dia menatap Yuto, Inoo, dan Ryosuke, “mereka bertiga adalah darah murni yang terusir dari kelompok mereka sendiri.”

“Ha?” Haru tidak mengerti.

“Inoo-chan adalah seorang Haguro, Yama-chan Yahagi, dan Nakajima-kun adalah seorang Nogumi,” Chinen menjawab.

Haru mengerutkan dahi menatap yang lain. Dia benar-benar merasa seperti sedang berada di dalam kelompok penganut aliran sesat. “Aku mengumpulkan beberapa darah campuran dengan tujuan memberi mereka tempat,” Chinen kembali bersuara, “kau tahu sendiri, kami tidak mendapat tempat dimanapun. Shigeoka-kun contohnya, dia merahasiakan keadaan dirinya. Dia tidak memberitahu siapapun kalau ibunya adalah Nogumi. Sato-kun juga dikucilkan karena dia lahir dari rahim seorang Haguro, dan darah Yahagi mengalir di tubuhnya. Nozomu… yah, karena dia penjilat masih sedikit masuk akal kalau dia bisa berbaur dengan Haguro. Tapi kelompok Yahagi tidak mau menerimanya.”

“Dan kau?” tanya Haru lagi.

“Aku melihat ibuku dibunuh oleh beberapa Yahagi,” jawab Chinen.

Suasana mendadak sunyi. Haru menatap Chinen, dia bisa merasakan kesedihan di diri pemuda itu. “Ibuku dianggap seperti hama, dia dibunuh karena dianggap mempengaruhi ayahku,” Chinen bersuara pelan, dia menahan emosinya, “aku benci dengan Yahagi.”

“Ayahmu Yahagi,” ucap Haru pelan, “dan Yamada-kun seorang Yahagi murni, lalu Nozomu-san, Shori, lalu aku juga masih memiliki darah Yahagi.”

Chinen diam, dia lalu tersenyum kecil. “Aku tahu kalian semua juga dianggap hama karena darah campuran kalian,” ucapnya, “aku ingin membuktikan kepada mereka kalau darah campuran bukan hama.”

“Keluargaku dibunuh oleh kelompok Yahagi,” ucap Inoo, “tapi tidak ada satupun yang mau membalas dendam. Aku tidak punya pilihan selain melakukannya sendiri.”

“Aku diusir dari kelompok karena ayahku menyelamatkan seorang darah campuran,” sambung Ryosuke, “aku tidak bisa menerima semua itu.”

“Aku juga diusir karena semua orang mengira aku darah campuran,” sahut Yuto, “hanya karena ibuku bersahabat dengan seorang Haguro, semua orang mengira aku bagian dari mereka.”

Haru diam, dia berusaha mencerna semua cerita yang didengarnya. “Aku sangat bingung,” ucapnya, “aku benar-benar tidak mengerti. Hoku dan Taiga menerimaku dengan baik, Kaede-chan juga. Sanada Senpai juga baik kepadaku, dan mereka tahu aku darah campuran,” Haru menatap Chinen, “Itu membuktikan bahwa kita masih punya tempat disana,” ucap Haru.

“Mereka baik kepadamu karena mereka terikat janji dengan orangtuamu, Haru-chan,” kali ini Shori menyahut, “kau tidak tahu apa yang sebenarnya mereka pikirkan, kan?”

Haru diam, dia merasa ucapan Shori ada benarnya. “Kita tidak akan pernah mendapat tempat diantara mereka, Haru-Chan,” ucap Shori, “hanya karena mereka selalu menjagamu, tidak berarti mereka menerimamu. Mereka hanya terikat sumpah untuk menjagamu, hanya itu. Hanya sebatas itu hubungan kalian.”

“Kalau kau bergabung dengan kami, kau akan memiliki tempat untuk pulang,” ucap Nozomu, “kita buat mereka mengerti bahwa darah campuran seperti kita tidak serendah pikiran mereka.”

“Kalian yang menghancurkan kota,” ucap Haru, dia melangkah mundur, “aku tidak bisa berpihak kepada kalian. Kalian juga yang bertanggungjawab atas kematian Kishi-Kun.” Haru berdecih, dia melangkah keluar meninggalkan yang lain. Persetan dengan semua ucapan mereka, Haru akan membuktikan bahwa dia diterima di kelompok Nogumi dan Yahagi. Hokuto dan Taiga menyayanginya, Haru percaya itu.

“Haru-chan matte,” Shori menahan Haru. Haru menoleh, dia menatap kesal Shori.

“Jadi ini tujuanmu datang kemari?” ucap Haru, “kau datang untuk memintaku bergabung denganmu dan menghancurkan tempat ini? Kau ingin aku menghabisi yang lain, begitu?”

“Mereka tidak benar-benar menyayangimu,” ucap Shori.

“Kau tidak tahu apa-apa soal mereka!” Haru menyentak. Shori terkejut, dia menatap Haru. “Kau tidak mengenal mereka,” ucap Haru, “kau pergi saat kau masih anak-anak! Aku yang bersama mereka sejak dulu hingga detik ini! Kalau mereka tidak menyayangiku, mereka tidak akan mempedulikanku!”

“Aku tidak ingin berseberangan denganmu, Haru-chan!” Shori ikut menyentak, “kalau kau bersama mereka, kau akan menjadi musuhku!” Shori menangis, dia terisak melihat Haru, “Aku tidak mau bermusuhan denganmu,” isaknya, “kau orang pertama yang bersikap baik kepadaku.”

Haru termangu melihat Shori menangis, ada sedikit rasa bersalah hinggap di hatinya. “Kalau kau tidak ingin bermusuhan denganku, tinggalkan mereka dan berbaurlah dengan yang lain,” ucap Haru, “maafkan aku, tapi aku tidak bisa berpihak kepada mereka. Mereka menghancurkan kota, melukai yang lain dan berusaha menghabisi sahabat-sahabatku,” Haru melangkah pergi meninggalkan Shori yang terdiam.

Shori menatap kepergian Haru, dia perlahan menyeka airmatanya dan menatap tajam punggung gadis itu. “Kau benar-benar keras kepala,” ucap Shori pelan, “bahkan airmataku tidak bisa membuatmu mengerti.”

***

Hokuto membuka pintu, dia melangkah masuk dan duduk di sebelah Myuto.

“Aku sudah mendengar kejadian di pemakaman,” ucap Yugo, “sekarang apa?”

“Kita tidak bisa begitu saja menerima Miyazaki-San,” sahut Shoki, “maksudku, ya dia memang anak yang baik. Tapi pikirkan ini, dia bukan Yahagi murni. Yang lain tidak akan bisa menerimanya dengan baik.”

“Tapi bukankah dia juga memiliki darah Yahagi?” sahut Hokuto, “itu sudah cukup menjadi alasan dia masuk ke kelompok kita, kan?”

“Tidak segampang itu, Matsumura-kun,” sahut Sanada, “dia masih bagian dari Nogumi. Bukan tidak mungkin suatu saat dia akan menyerang Yahagi atas nama Nogumi,” Sanada menghela napas. “Miyazaki-San memang orang yang baik, tapi bagaimanapun seorang darah campuran tidak bisa menjadi bagian Yahagi.”

Hokuto berdecak, dia menggebrak meja dan menatap Sanada marah. “Kau adalah pemimpin, Senpai!” ucapnya marah, “kenapa kau tidak bisa membuat keputusan sendiri?!”

“Seorang pemimpin tidak bisa seenaknya mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan anggotanya,” balas Sanada, “kalau aku pribadi, aku akan dengan senang hati menerimanya. Tapi bagaimana dengan yang lain? Lalu bagaimana dengan Miyazaki-san sendiri? Dia bukan Yahagi murni, Matsumura. Seperti kata Morohoshi-Kun, suatu saat dia akan menyerang kita dengan mengatasnamakan Nogumi. Itu akan menimbulkan perang.”

Hokuto menatap kesal Shoki. “Bagaimana denganmu, hah?” sahut Hokuto, “kau mencintai manusia.”

“Setidaknya aku tidak mencintai monster,” balas Shoki.

Hokuto menatap Myuto. Saat ini hanya Myuto yang bisa dia harapkan untuk mendukungnya agar mau menerima Haru. Myuto menyukai Haru, sudah sewajarnya dia akan membela Haru dan berusaha agar yang lain mau menerima gadis itu. “Aku tidak tahu harus bagaimana,” ucap Myuto, “selama ini Miyazaki-san tidak menunjukkan tanda-tanda permusuhan dengan kita. Tapi dia juga memihak Nogumi, bukan tidak mungkin kalau dia akan berbalik memusuhi kita, kan?”

Hokuto menghela napas. Ternyata sama saja, Myuto sama sekali tidak membantu, “Aku sudah berjanji akan menjaganya,” ucap Hokuto, “bagaimana aku bisa menepati janji itu kalau dia tidak ada di dekatku?”

“Kau hanya berjanji untuk menjaganya, Matsumura,” ucap Yugo, “kau tidak berjanji untuk membawanya menjadi bagian Yahagi. Jangan bertndak terlalu jauh.”

“Kalian tidak mengerti,” Hokuto berdecak kesal, dia melangkah keluar kamar dan terkejut melihat Haru berdiri tak jauh darinya, “Haru-chan,” Hokuto berlari dan memeluk Haru erat, “Haru-chan, maafkan aku merahasiakan semua ini darimu. Paman yang membuatku berjanji tidak akan memberitahu kalau kau masih keturunan Yahagi,” ucap Hokuto, dia terdiam dan perlahan menghela napas, “sekarang aku mengerti kenapa Paman melakukan itu,” ucapnya pelan, “dia tidak mau hal ini akan terjadi.”

“Jangan memaksa mereka menerimaku kalau mereka tidak mau,” ucap Haru.

Hokuto menatap Haru. “Aku sudah membaca buku harian ayahku,” ucap Haru, “aku tahu kalau darah campuran tidak mendapat tempat dimanapun. Darah campuran sering dianggap pengkhianat, karena orangtua mereka menyalahi aturan. Aturannya, Yahagi tidak boleh menikah dengan Nogumi atau Haguro, karena ketiganya ditakdirkan bermusuhan. Siapapun yang mencoba melangkahi takdir itu pasti akan tersisih.” Haru menatap Hokuto yang tertegun, dia tersenyum. “Kau jangan membuat mereka menyisihkanmu karena terlalu membelaku,” ucap Haru, dia memberi salam kepada Hokuto dan melangkah pergi meninggalkan pemuda itu.

Haru berjalan menuju rumah Taiga. Taiga adalah putra Kyomoto Masaki, pemimpin Nogumi generasi sebelumnya. Ayah Taiga menyayangi Haru sejak kecil, dia sangat ramah dan hangat. Disana juga ada Paman Hideyoshi, yang mengasuhnya selama dua tahun sejak orangtuanya meninggal. Haru tersenyum, setidaknya dengan adanya Paman Hideyoshi, Paman Kyomoto, Taiga, dan Sora dia akan mendapat lebih banyak pembelaan.

“Aku tidak setuju, Kyomoto-San! Dia pengkhianat!”

Haru berhenti, entah kenapa dia sensitif sekali mendengar kata pengkhianat. Sepertinya di dalam rumah Taiga sedang ada banyak orang, Haru yakin sekali mereka adalah Nogumi yang lain. “Tapi dia adalah bagian dari Nogumi juga,” suara Sora terdengar, “ibunya Nogumi, kan? Bukankah itu berarti dia juga bagian dari Nogumi?”

“Tidak sesederhana itu, Hideyoshi-San,” kali ini suara Juri terdengar, “kau tahu aturannya. Berhubungan, apalagi sampai menikah dengan musuh adalah kesalahan besar. Miyazaki-san juga memiliki darah Yahagi, akan ada saat dimana dia akan lebih memihak Yahagi daripada Nogumi.”

“Tanaka Senpai benar,” ucap Jesse, “kalau dia ada disini, dia akan menjadi masalah. Untuk apa dia menjadi bagian Nogumi kalau dia masih memihak Yahagi?”

“Itu hal yang manusiawi,” Sora masih bersikeras membela Haru, “ayahnya adalah Yahagi. Lagipula Haru-Chan pasti akan membela siapa yang benar.”

“Kecuali dia mau meninggalkan Yahagi dan berpihak sepenuhnya kepada Nogumi, kurasa itu masih bisa dipertimbangkan,” ucap Aran.

“Lalu bagaimana dengan Hideyoshi Senpai?” Miyuki bersuara, “maafkan aku, tapi dia juga darah campuran, kan? Tapi kenapa kalian bisa menerimanya? Kalau kalian bisa menerima Hideyoshi Senpai, bukankah seharunya kalian juga bisa menerima Miyazaki Senpai?”

“Miyuki, Hideyoshi-san itu setengah manusia,” sahut Juri, “hanya ada satu darah yang mengalir di dirinya, yaitu Nogumi. Sedangkan Miyazaki, dia juga memiliki darah Yahagi, musuh kita.”

“Aku sudah berjanji akan melindunginya,” sahut Taiga.

“Kau hanya diminta melindunginya, bukan menjadikannya bagian Nogumi,” ucap Jesse.

Deg.

Haru terhenyak, kalimat yang sama juga keluar dari pihak Nogumi. Sekujur tubuh Haru gemetar, ada perasaan marah dan sedih bercampur aduk menghujami perasaannya. Haru melangkah mundur, dia berbalik dan langsung berlari meninggalkan rumah Taiga. Benar kata Shori, darah campuran tidak akan diterima dimanapun. Bahkan Taiga dan Hokuto juga tidak bisa menerimanya. Haru mengerti sekarang, mereka bersikap baik hanya karena terikat janji dengan orangtua Haru. Mereka tidak benar-benar menerima Haru.

Kaede menoleh, dia terbelalak dan langsung menatap Taiga. “Taiga, Haru…” Kaede menunjuk ke arah luar jendela. Taiga menoleh, detik berikutnya dia tersadar dan berlari menuju pintu.

“Taiga, berhenti!” teriak Tuan Kyomoto.

Taiga berhenti, dia menatap gusar ayahnya. “Aku harus menemui Haru!” teriaknya, “ayah, aku sudah bersumpah akan melindunginya!”

“Aku memerintahkanmu untuk diam! Tidak ada bantahan!” sahut Tuan Kyomoto tegas. Miyuki menunduk, dia takut sekali mendengar ayahnya berbicara sekeras itu. Yang lain juga diam, suasana tegang menguar cepat di ruangan itu. Tuan Kyomoto mendekati Taiga yang berusaha keras menahan emosinya, dia berbisik, “Kau sudah membuat kesalahan dengan jatuh cinta kepada Haguro itu. Jangan menambah kesalahanmu dan membuatku menghukummu, Nak.”

Taiga terhenyak. Bagaimana ayahnya bisa tahu soal itu? Taiga diam, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Taiga menoleh kearah luar rumah, dia merasa sangat bersalah kepada Haru. Taiga harus melakukan sesuatu untuk menenangkan gadis itu.

Tentunya tanpa sepengetahuan ayahnya.

Haru terus berlari, dia sama sekali tidak ingin berhenti atau sekedar memelankan kecepatannya. Yang Haru inginkan, dia berada di tempat yang sangat jauh. Sangat jauh sampai tidak ada satupun yang mengenalinya. Haru benar-benar terluka, dia tidak menyangka semua orang yang selama ini selalu menjaganya tidak benar-benar mempedulikannya. Dan dua orang itu. Hokuto dan Taiga, dua orang yang bahkan sampai beberapa detik yang lalu masih menjadi sahabatnya juga tidak benar-benar membelanya. Mereka hanya terikat janji dengan ayah Haru, tidak lebih dari itu.

“Haru-chan!”

Haru berhenti, dia termangu melihat Shori yang berlari kearahnya. Shori berhenti, dengan napas agak terengah dia berdiri berhadapan dengan Haru. Shori diam, terlihat sorot mata kaget melihat Haru menangis. “Aku sendirian,” Haru terisak, “aku tidak memiliki apapun, siapapun. Aku sendiri.” Haru menunduk, dia merasakan nyeri yang teramat di hatinya. Rasanya lebih menyakitkan daripada nyeri yang biasa menyerang kepalanya. Haru tersentak kala merasakan Shori memeluknya. “Masih ada aku, Haru-chan,” ucap Shori pelan, “kau tidak akan pernah sendirian. Aku berjanji kepadamu.”

Haru menatap Shori dengan mata berair. Shori tersenyum, dia menyeka airmata Haru dengan jarinya. “Ayo kita pulang,” ajak Shori. Haru mengangguk, dia berjalan bersama Shori kembali ke rumah. Benar kata Shori, darah campuran memang tidak akan mendapat tempat dimanapun. Dan tidak ada pilihan lain selain menciptakan tempat sendiri di dunia.

Shori diam, perlahan senyum tipis terukir di wajahnya. Dia mendekap Haru, membawa gadis itu ke rumah.

***

Chiru duduk termenung di halaman samping sekolah. Dia menghela napas, lalu menatap sekeliling. Chiru memperhatikan sekelompok murid kelas satu yang sedang bercanda tak jauh darinya. Melihat mereka, Chiru teringat yang lain. Chiru masih ingat bagaimana dia selalu bercanda dengan Sora, Haru, Kai, Kaede, dan Miyuki. Sebagian diri Chiru merindukan mereka. Chiru merasa hidupnya hampa tanpa sahabat-sahabatnya itu.

Dan Shoki.

Chiru merindukan Shoki, itu perasaan yang tidak bisa ditolaknya. Tapi Chiru tidak bisa bersama Shoki karena dia adalah monster, dia diciptakan bukan untuk manusia seperti Chiru. Lagipula, mana ada predator mencintai mangsanya? Itu hanya ada di dongeng atau serial televisi. Chiru setiap hari bertemu dengan Shoki, dan itu jelas membuatnya canggung. Ingin sekali Chiru menyapa Shoki, dan bercanda seperti dulu. Tapi mengingat bagaimana Shoki merahasiakan hal sebesar itu dari Chiru, dia merasa kesal sendiri.

“Nishinoya.”

Chiru menoleh, dia berdiri dan menatap waspada Yasui, “Sora merindukanmu,” ucap Yasui tenang, “dia selalu mengkhawatirkanmu. Dia merasa kalau kau sendirian, kau akan terluka.” Yasui menghela napas panjang, “Apa kau tidak mau sekali saja berbicara dengannya?”

“Aku tidak mau berbicara dengan pengkhianat,” sahut Chiru.

“Di bagian mana dia terlihat seperti pengkhianat?” tanya Yasui.

“Karena dia tidak pernah memberitahuku kalau dia setengah Nogumi.”

“Hanya itu?”

Chiru diam. Setengah dirinya berpikir keras. Benar juga, apa memang hanya itu alasannya membenci Sora? Yasui menghela napas, dia berjalan mendekati Chiru dan memberikan sebuah kantung kain kecil berwarna merah. Chiru menatap kantung kain itu, dia mengerutkan dahi. “Apa itu?” tanya Chiru.

“Jimat perlindungan,” jawab Yasui, “Sora membelinya kemarin saat dia berkunjung ke kuil. Dia takut kau masih marah kepadanya, makanya dia memintaku memberikannya kepadamu.” Yasui menyerahkan jimat itu, dia tersenyum dan melangkah meninggalkan Chiru yang termangu.

Chiru menunduk, matanya berkaca-kaca memperhatikan jimat di tangannya, “apa yang kulakukan?” Chiru terisak, “apa yang kulakukan? Aku menyakiti Sora-chan, tapi dia masih mengkhawatirkanku.” Chiru menangis, dia mendekap erat jimat perlindungan itu. Chiru merasa sangat bersalah kepada Sora, dia menyesal sudah memusuhi gadis itu.

Yasui berhenti, dia berbalik dan menatap Chiru yang menangis dari kejauhan. Dibelakangnya, Jesse dan Reo ikut mengamati, “mungkin dengan ini, mereka bisa berbaikan,” ucap Yasui pelan, “aku tidak mau lagi melihat Sora membuang airmatanya lagi.”

“Jujur saja aku tidak paham dengan ini,” ucap Jesse, “tapi, sepertinya semua ini akan bekerja.” Jesse menatap Yasui yang diam, “apa kau yakin rencanamu ini akan membuat mereka berbaikan? Maksudku, apa kau tidak memikirkan kemungkinan terburuknya?”

“Kalau aku tidak melakukannya, Chiru tidak akan mengerti,” ucap Yasui, “lagipula, Sora memang selalu mengkhawatirkannya. Jadi dimana kesalahanku?” Yasui menatap Reo dan tersenyum sambil berkata, “Terima kasih sudah membantuku membelikan jimat di kuil itu. Nanti aku akan mengganti uangmu.”

“Sebenarnya aku tidak membelinya di kuil, kok,” sahut Reo terkekeh, “aku dan Abe-Kun membelinya di pinggir jalan. Dan harganya cuma 100 yen.”

Jesse dan Yasui cengo mendengar pernyataan Reo. Yasui tersenyum, dia kembali menatap kearah Chiru. Tak apalah dia berbohong sedikit, tapi setidaknya kebohongan itu akan membuat Chiru mengerti kalau Sora akan selalu mengkhawatirkannya dan tidak akan pernah meninggalkannya.

***

Jinguji berjalan bersama Kai dan Hagiya, mereka bertiga mengobrol dan tertawa sesekali. “Sebentar lagi ujian,” ucap Hagiya, “haaaah, aku tidak tahu apa aku bisa mengerjakan ujian matematika atau tidak.”

“Aku lemah di kelas sejarah,” ucap Kai, “aku tidak yakin apa aku bisa menghapal teks sepanjang itu.”

Jinguji tersenyum saja, dia menoleh dan berhenti saat Taiga berdiri di hadapannya. Taiga menatap Jinguji marah, Jinguji langsung melindungi Kai dan berkata, “Yanase-San, pergilah.” Jinguji menatap Taiga, dia menyahut, “Apa kau membutuhkan sesuatu, Kyomoto-San?”

Taiga menggeram, dia langsung meninju muka Jinguji. “Jinguji!” Kai memekik, dia membantu Jinguji berdiri, “apa yang kau lakukan, Kyomoto-San?!”

“Ini semua salahmu!” Taiga berteriak, “kau yang membuat Haru berada di posisi yang sulit!” Taiga akan menyerang, Hagiya dengan sigap menahannya. “Jangan halangi aku!” Taiga meronta, “aku bersumpah akan menghabisi nyawamu!” Taiga menghempaskan Hagiya hingga menabrak kursi taman, dia menerjang Jinguji dan mencekik pemuda itu, “Aku akan menghabisimu, Jinguji,” geram Taiga.

“Kyomoto-Kun!”

Myuto berlari bersama Hokuto, dia memisahkan Taiga dan Jinguji, “kendalikan emosimu!” sahut Hokuto. Taiga berdiri, dia mencakar lengan Hokuto. “Jangan halangi aku!” sentak Taiga, “apa kau tidak sadar kalau dia yang membuat Haru menderita?!”

Myuto menoleh, dengan cepat dia menghempaskan Jinguji yang akan menerjang Taiga, “Jangan membuat segalanya menjadi sulit, Bung,” desis Myuto, dia mengepalkan tangannya, “kau yang membuat Miyazaki-san berada di posisi yang sulit.”

“Dia hanya memberitahu Haru-chan, lalu dimana kesalahannya?” sahut Kai.

“Diam kau!” sentak Hokuto, “kau jangan banyak bicara, Yanase. Kau manusia, tidak akan mengerti apapun soal ini.”

“Kau yang seharusnya diam,” balas Jinguji, dia berlari dan menghajar Hokuto, “jangan sekali-kali kau menyentak Yanase-San.” Jinguji meninju Hokuto, dengan sigap Hokuto menangkisnya dan menghajar Jinguji.

“Kau juga manusia, jangan banyak tingkah dengan mencoba menghajarku,” ucap Hokuto menggeram.

Kai berlari, dia menemui Sanada yang sedang membaca buku di depan kelasnya. “Senpai!” Kai memanggil, “Senpai, kumohon bantu aku!”

Sanada menoleh, dia menatap Kai yang terlihat panik. “Matsumura-kun, Morita-kun, Jinguji, Hagiya, dan Kyomoto-kun berkelahi di halaman belakang sekolah!” sahut Kai, “kumohon pisahkan mereka!”

Sanada terbelalak kaget, dia langsung berlari meninggalkan Kai. Sanada berbelok, dia melihat Yasui berjalan bersama Jesse dan Reo. “Kyomoto-kun dan yang lain berkelahi! Bantu aku memisahkan mereka!” sahut Sanada. Yasui terhenyak kaget, dia langsung berlari bersama Jesse dan Reo.

Chiru berjalan pelan, dia berhenti dan mengerutkan dahi melihat Yasui, Jesse, Reo, dan Sanada berlari ke halaman belakang sekolah. ‘Mereka sedang apa?’ batin Chiru, ‘sepertinya ada yang gawat.’ Chiru berjalan, dia berhenti saat melihat Sora berlari kearahnya bersama Miyuki dan Kaede.

“Kenapa mereka berlarian begitu?” tanya Kaede.

“Entahlah,” jawab Chiru, “tapi sepertinya ada sesuatu yang terjadi.”

Hagiya meninju muka Myuto, dia terengah-engah dan menyeka darah di ujung bibirnya. “Aku tidak akan membiarkan siapapun melukai Jinguji,” ucapnya, “dia adalah pemimpin kami, tidak ada satupun, terutama monster seperti kalian yang akan kubiarkan menyentuhnya seincipun.”

“Oh ya? Kalau begitu, biar kutunjukkan bagaimana aku akan mencabik-cabik tubuhnya,” Taiga menyahut, dia menerjang kearah Jinguji. Belum sampai tangannya menyentuh permukaan kulit Jinguji, tubuhnya terhempas menghantam dinding. Taiga berdiri, dia menatap kesal Hokuto yang berdiri menamengi Jinguji. “Kau memang menyebalkan, Matsumura,” ucap Taiga, “aku seharunya tahu kalau aku tidak akan pernah sejalan denganmu.” Taiga berlari, dia mencakar muka Hokuto.

Hokuto membalas dengan tinjunya, dia mencekik leher Taiga dan berkata, “Aku hanya tidak ingin kau bertindak terlalu jauh, Kyomoto.”

“Jadi kau lebih memilih memaafkan Haguro itu atas semua kejadian ini?” balas Taiga, “kau memaafkannya setelah apa yang terjadi di pemakaman? Dia membongkar rahasia Haru-chan, membuatnya dalam kesulitan. Apa kau akan membiarkannya begitu saja?” Taiga menyentakkan tangan Hokuto, dia akan melangkah mendekati Jinguji saat Hagiya berdiri di depannya.

“Jangan membuatku melakukan hal yang tidak kuinginkan, Kyomoto-kun,” ucap Hagiya.

“Aku tidak akan menahan diriku, bahkan meskipun aku berhadapan dengan kekasih adikku,” ucap Taiga, dia mengayunkan tangannya kearah Hagiya. Tapi Hagiya dengan cepat berkelit, dia melukai tangan Taiga dengan pisau peraknya.

“Nii-San!”

Hagiya menoleh kaget, dia melihat Miyuki berlari kearah Taiga yang kesakitan dan memucat. “Nii-san!” Miyuki menahan Taiga yang lemas, dia menatap marah Hagiya. “Apa yang kau lakukan?!” sentaknya, “kau melukai kakakku!” Miyuki menjerit, dia menerjang Hagiya dan mencakar leher pemuda itu. “Akan kubunuh kau!” jeritnya marah, “harusnya aku tahu kalau kalian memang dilahirkan menjadi musuh kami! Monster!”

Kaede langsung membawa Taiga pergi, dia berteriak, “Miyuki! Tinggalkan dia dan urus kakakmu!”

Jinguji berlari, dia berhenti mendadak dan berkelit saat Myuto melayangkan cakarnya. Hokuto berlari dan berusaha menahan Miyuki yang mengamuk, dia akan berhasil kalau saja Aran tidak menghantam kepalanya dengan batu. “Jangan ikut campur, kau monster rakus,” ucap Aran, “kenapa kau selalu saja mengacaukan pesta kami?” Aran menatap Jinguji, baru saja dia akan mengeluarkan cakarnya saat Chika muncul dan menghunuskan pisau peraknya ke leher Aran, “Diam atau kukirim kau ke neraka,” geramnya.

Sora dan Chiru termangu, mereka tidak mempercayai penglihatan mereka. Tiga kubu monster saling berkelahi, melindungi teman mereka. Sora menoleh, dia berlari dan lantas menghempaskan Shintaro yang akan menyerang Reo. “Berhenti!” teriak Sora, “aku bilang berhenti atau akan kuhabisi kalian semua!”

Semua berhenti, mereka menatap Sora yang terlihat marah. “Apa yang kalian lakukan?” ucap Sora, “kenapa kalian semua berkelahi seperti ini? Kalian adalah teman, tidak bisakah kalian menyelesaikan semua dengan kepala dingin?!”

“Aku tidak pernah menganggap mereka teman, Hideyoshi Senpai,” sahut Aran, “mereka berbeda dengan kita.”

“Lalu apa kau pikir aku akan menganggapmu teman?” balas Chika, dia menatap Miyuki dan berkata, “Kau sudah mengecewakanku, Miyuki-chan.”

“Apa kau pikir kalian tidak membuatku kecewa?! Dia melukai kakakku!” Miyuki maju, Jesse dengan cepat menahannya, “aku tidak akan memaafkan siapapun yang melukai keluargaku!”

Chiru diam, dia gemetar. Seperti inikah permusuhan mereka? Semua saling menatap penuh kebencian, bahkan Sora juga terlihat marah. Sanada mendengus, dia berkata, “Sejak awal, kita ditakdirkan menjadi musuh. Sekeras apapun kita mencoba, musuh akan tetap menjadi musuh.” Sanada melangkah pergi, diikuti yang lain. Chika dan Jinguji langsung membawa pergi Hagiya yang terluka parah, Kai berlari mengikuti mereka. Tinggal Chiru dan kelompok Nogumi disana. Chiru menatap Sora, dia menggenggam erat jimat pemberian kawannya itu. Sora menghela napas, tanpa banyak bicara dia langsung meninggalkan lokasi.

***

Yuto tertawa, suaranya menggema di ruangan. “Mengesankan sekali,” ucap Yuto, “melihat mereka semua berkelahi benar-benar membuatku terhibur.”

“Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi mereka semua,” ucap Inoo, dia menyesap kopinya, “kuharap setelah ini mereka akan mengerti kalau mereka memang ditakdirkan menjadi musuh.”

“Dan dari semua ini, mereka juga akan berpikir kalau menentang keberadaan darah campuran adalah kesalahan besar,” Ryosuke menyahut, “bukankah pertengkaran mereka diawali karena kejadian itu? Chii?”

Chinen diam, jemarinya mengetuk pelan meja di dekatnya. “Menentang darah campuran, ya,” ucapnya, “itu memang kesalahan yang fatal.”

***

To Be Continue

Leave a comment