[Minichapter] Little Things [1/3]

 

Little Things [1/3]

Rei-chan

Yamada Ryosuke, Chinen Yuri, Kania Paramita (OC),

Romance, Friendship

PG-13

The storyline is based on my own imagination. Enjoy!


Kriiiiiiiiiing!!!!!

Bunyi bel sekolah tanda istirahat makan siang berbunyi nyaring ke seluruh penjuru sekolah. Bunyi nyaring itu membuat sesosok siswa terjaga dari tidurnya yang lelap selama kelas Sejarah sebelumnya. Segera setelah kesadarannya pulih, ia bergegas meninggalkan kelas.

“Yamada-kun!”teriak gadis-gadis.

Siswa yang dipanggil namanya itu, Yamada Ryosuke, tidak menoleh. Ia tetap berjalan tanpa mempedulikan kerumunan gadis-gadis berteriak-teriak memanggil namanya. Ia sedang tidak dalam keadaan baik untuk beramah tamah dengan para penggemarnya di sekolah ini. Ia hanya ingin melanjutkan mimpinya yang terganggu karena dering bel. Ia memutuskan untuk mendatangi satu-satunya tempat yang memungkinkan untuk melakukan itu semua.

Sumimasen!”sapa Yamada sambil membuka pintu ruang kesehatan.

Hai. Douzo!”balas seorang wanita paruh baya berjas putih.

Wanita itu tersenyum ramah saat menyadari siapa yang datang ke ruang kerjanya ini. Minami-Sensei, perawat sekolah yang sudah lima belas tahun bekerja di sekolah ini memberikan isyarat pada Yamada Ryosuke untuk duduk di hadapannya.

“Bagaimana kabarmu, Yamada-kun?”

“Baik, Sensei. Sudah lama tidak mengunjungi Sensei.”

“Ada keperluan apa kau kemari?”

“Kepalaku sedikit pusing. Aku hanya ingin berbaring sebentar, Sensei.”

“Begitu rupanya. Silakan.”

Arigatou gozaimasu, Sensei.”

Yamada berjalan menuju tempat tidur yang terletak paling ujung. Ia menutup tirai pembatas di sekitar tempat tidur. Kemudian ia merebahkan badannya di tempat tidur berseprai putih. Ia tak bisa bisa mengingat kapan dirinya jatuh tertidur.

oOo

Yamada terjaga dari tidurnya. Ia melihat jam tangannya. Masih ada waktu lima belas menit sebelum pelajaran berlangsung. Ia bangkit dari tempat tidurnya. Ia sedikit terkejut saat ia mendengar suara aneh di balik tirai tempat tidurnya.

“Minami-Sensei?”panggilnya.

Tidak ada jawaban.

Yamada memberanikan diri menyingkap tirai yang membatasi tempat tidurnya. Ia menutup mulut dengan tangannya menahan teriakan atas keterkejutannya melihat sesosok mirip hantu di ruang kesehatan. Ia jelas sekali melihat sesosok makhluk mengenakan kain  putih sedang berdiri membelakanginya.

“Minami-Sensei?”ulangnya.

Sekali lagi tidak ada jawaban. Ia tak punya gambaran tentang makhluk yang masih membelakanginya. Ia berdo’a semoga ia hanya mengalami mimpi buruk.

Tiba-tiba, pintu ruang kesehatan terbuka. Yamada menoleh dan ia mendapati sosok Minami-Sensei membawa beberapa berkas. Minami-Sensei sepertinya menyadari bahwa Yamada sedang kebingungan sekaligus ketakutan. Minami-Sensei memberi isyarat pada Yamada untuk mendekat padanya.

Tepat saat Yamada melangkah mendekati Minami-Sensei, sosok misterius itu mengeluarkan suara yang tidak dipahami Yamada. Sosok itu kemudian membungkuk. Sesaat kemudian berdiri tegak kembali sebelum akhirnya bersimpuh menyentuh lantai.

“Minami-Sensei, sebenarnya apa yang terjadi? Apakah ini mimpi?”

“Bukan, Yamada-kun. Kau tidak bermimpi. Aku tidak merasa heran kau merasa aneh dengan sosok itu. Sosok yang membuatmu ketakutan itu adalah manusia. Tunggu sebentar.”

“Jadi itu seorang manusia?”

Yamada memandang ke arah sosok misterius itu berada. Sosok itu sekarang sedang terduduk di lantai. Tak berapa lama, Yamada bisa melihat sosok itu memiliki wajah saat sedang menoleh ke kanan dan ke kiri.

“Sensei, siapa orang itu? Mengapa ia melakukan hal-hal aneh?”

“Tunggu sebentar, Yamada-kun. Akan aku perkenalkan kau kepadanya.”

Sosok aneh itu melepaskan kain putih yang membalut tubuhnya. Yamada merasa heran mengapa Minami-Sensei tidak merasa ketakutan melihat apa yang dilakukan sosok misterius itu sedari tadi.

“Kau sudah selesai Mita-chan?”tanya Minami-Sensei pada sosok misterius itu.

Yamada sekarang bisa melihat dengan jelas bahwa sosok misterius itu adalah seorang manusia. Lebih tepatnya seorang gadis. Dan ia mengenakan seragam sekolah.

“Hai, Minami-Sensei.”

Gadis itu berjalan mendekat sambil membawa sebuah tas kecil di tangan kanannya kemudian duduk di sebelah Yamada yang terlihat masih kebingungan.

“Yamada-kun, perkenalkan, gadis ini baru pindah ke sekolah ini, Mita-chan dari kelas 2-A. Mita-chan, perkenalkan, pemuda di sampingmu itu adalah siswa paling populer di sekolah ini dari kelas 2-C, Yamada-kun.”

Gadis bernama Mita itu menoleh dan tersenyum pada Yamada. Yamada memandang gadis yang baru saja diperkenalkan Minami-Sensei. Gadis itu berambut panjang dan diikat kucir kuda. Gadis itu berkulit putih namun tidak seputih kulit Yamada yang halus. Senyum gadis itu sangat manis. Sepertinya ia gadis yang baik.

“Kania Paramita desu. Kau bisa memanggilku Mita-chan. Yoroshiku onegaishimasu.”kata Mita sambil mengulurkan tangan.

Mita memiliki mata bulat besar. Tidak tampak seperti orang Jepang. Namun bahasa Jepangnya sangat lancar. Tidak terdengar logat asing sedikit pun.

“Yamada Ryosuke.”balasnya.

Gadis itu kembali memandang Minami-Sensei.

“Terima kasih sudah mengizinkanku menggunakan ruangan ini, Sensei.”ucap Mita.

“Kau tak perlu berterima kasih, Mita-chan.”

Ano… ada yang ingin aku tanyakan padamu Mita-chan. Aku harap kau tidak keberatan.”

“Silakan saja, Yamada-kun.”

“Sebenarnya apa yang tadi kau lakukan itu?”

“Oh itu. Aku sedang sembahyang.”

Yamada tidak memahami maksud ucapan Mita. Ia membutuhkan penjelasan.

“Begini, Yamada-kun. Mita-chan ini memeluk keyakinan yang berbeda dengan kita. Dan dalam keyakinan yang dianutnya, begitulah caranya berdo’a kepada Tuhan.”jelas Minami-Sensei.

Yamada mengangguk tanda mengerti.

“Aku meminta izin pada Minami-Sensei untuk melakukan ibadah di ruangan ini. Maaf jika telah membuatmu merasa tidak nyaman.”

“Tidak apa. Ini pertama kalinya aku melihat hal seperti itu.”

“Nah, Mita-chan, Yamada-kun, jam makan siang sudah berakhir. Saatnya kembali ke kelas kalian masing-masing.”kata Minami-Sensei.

“Kami permisi, Sensei.”pamit Mita kemudian membungkuk.

Yamada juga membungkuk dan bersama dengan Mita keluar dari ruang kesehatan. Mereka berpisah menuju kelas masing-masing.

oOo

Sungguh sial bagi Yamada hari ini. Setelah pagi tadi harus terlambat masuk sekolah karena ia bangun terlambat dan di hukum berdiri di koridor, ia juga harus menerima kenyataan bahwa ia baru menghabiskan waktu selama setengah jam mendengarkan teguran panjang lebar Sawada-Sensei tentang kedisiplinan. Yamada keluar dari ruang guru dengan menghembuskan nafas berat. Tiba-tiba ia menyadari perutnya berbunyi keras. Ia kelaparan setelah mendengarkan serangkaian omelan tadi.

Belum terlambat bagi Yamada untuk bergegas menuju kafetaria lalu menuntaskan rasa laparnya. Namun ia terlalu lelah untuk berjalan. Jarak ruang guru dan kafetaria terlalu jauh ditambah kemungkinan bahwa ia akan makan siang sendirian, ia tidak akan pergi ke kafetaria. Dan pilihan Yamada jatuh pada mengunjungi sahabat baiknya, Chinen Yuri, yang ia yakini masih memiliki paling tidak makanan penutup yang enak.

“Yo!”sapa Yamada di pintu kelas Chinen.

“Yama-chan!”balas Chinen senang melihatnya muncul tiba-tiba.

Yamada menarik sebuah kursi dan duduk di depan Chinen.

“Yama-chan, tidak biasanya kau datang ke kelasku.”

“Apakah aku tidak boleh mengunjungi sahabatku?”

Chinen yang tahu betul gelagat mencurigakan Yamada, tidak percaya begitu saja.

“Makan siangmu enak?”tanya Yamada.

Kali ini Chinen mengeluarkan tawa kemenangan. Akhirnya ia tahu apa yang ada dalam pikiran sahabatnya itu. Ia meraih tasnya.

“Makanlah.”ucap Chinen sambil mengulurkan bentonya.

Yamada terlihat bahagia mendapati bento milik Chinen masih dalam kelihatan lengkap. Ia menatap Chinen yang masih tersenyum jahil padanya.

“Kau tidak memakan bentomu?”

Chinen menggeleng.

Arigatou na, Chii-kun! Itadaki!”

Chinen tertawa melihat tinggah konyol Yamada. Yamada memakan bento milik sahabatnya dengan lahap.

“Aku tak tahu kau begitu kelaparan, Yama-chan!”

Yamada mengularkan smirk khasnya.

“Bentomu enak, Chii-kun! Mengapa kau tak menyentuhnya sama sekali?”

“Salah seorang teman sekelasku membuatkan bento untukku. Bento buatannya lebih enak dari punyaku. Tadinya aku mengira bentoku akan terbuang sia-sia. Untunglah ada kau, Yama-chan.”

“Membuatkan bento untukmu? Aku berani bertaruh, pasti seorang gadis.”

Chinen tersenyum malu.

“Hei, sejak kapan kau jatuh cinta tanpa memberitahuku?”

Chinen hanya tertawa. Yamada sedikit bingung. Ia menyambar mandarin dalam kotak bento sahabatnya. Tiba-tiba, pandangan Yamada menuju pintu kelas Chinen. Ia melihat seorang gadis yang tidak asing baginya.

Gadis itu, Mita, Yamada tidak salah mengenali. Ia hanya tak punya gambaran mengapa gadis itu berada di kelas Chinen. Sesaat kemudian ia teringat, Mita memang berasal dari kelas 2-A, kelas Chinen Yuri. Gadis itu kemudian berjalan mendekat ke arah Chinen. Yamada bisa melihat gadis itu membawa tas kecil yang beberapa hari lalu dilihatnya.

“Ah, kau sudah kembali, Mita-chan!”kata Chinen.

“Ya, Chinen-kun. Ah, bukankah kau Yamada-kun?”tanya Mita ketika melihat Yamada yang duduk di depan Chinen.

“Kalian saling mengenal?”tanya Chinen terkejut.

Sebelum Yamada mengeluarkan suara, Mita menjawab pertanyaan Chinen.

“Kami bertemu beberapa hari lalu di ruang kesehatan, Chinen-kun.”

“Begitu rupanya. Oh ya, Mita-chan, bentoku tidak terbuang sia-sia. Yamada-kun sudah menghabiskannya untukku. Arigatou na, Mita-chan untuk bentomu yang enak.”

Chinen tertawa senang sementara Yamada sedikit cemberut karena dipermalukan oleh sahabatnya itu.

“Aku senang kau menikmatinya.”kata Mita.

Tiba-tiba, Yamada merasakan Chinen menarik tangannya.

“Kami keluar dulu, Mita-chan.”kata Chinen.

Yamada tidak mengerti apa yang akan dilakukan Chinen padanya. Chinen baru melepaskan tangan Yamada ketika mereka sudah berada di luar kelas.

“Apa-apaan kau ini?”protes Yamada.

Gomen ne, Yama-chan. Aku hanya ingin meminta pendapatmu.”

“Pendapatku? Pendapat tentang apa?”

“Tentang Mita-chan. Menurutmu bagaimana?”

“Apanya yang bagaimana? Aku tidak begitu mengenalnya.”

“Dia gadis yang manis bukan? Dan juga baik hati?”

“Sepertinya begitu.”jawab Yamada tanpa berpikir panjang.

Chinen tersenyum senang. Yamada menatap curiga Chinen di hadapannya.

“Apakah kau menyukainya?”tanya Yamada tiba-tiba.

Chinen terkejut mendengar pertanyaan langsung sahabatnya. Yamada adalah teman baiknya maka Chinen memutuskan untuk tidak berbohong.

“Ya. Aku menyukainya.”

Giliran Yamada yang terkejut. Ia tahu betul pribadi Chinen. Chinen bukanlah orang yang mudah jatuh cinta apalagi dengan orang yang baru dikenalnya.

“Mengapa kau menatap aneh padaku?”tanya Chinen.

“Kau yakin menyukainya? Bukankah ia sedikit…berbeda dengan gadis lainnya?”

“Berbeda? Maksudmu? Ah, kau pasti melihat apa yang dilakukannya di ruang kesehatan bukan? Ya. Mita-chan memang berbeda. Ia bahkan selalu menolak dengan halus ajakanku makan di kafetaria atau di café sepulang sekolah.”

Yamada terlihat heran dengan informasi mengenai Mita yang baru saja ia dengar dari mulut Chinen.

“Ada yang salah dengan gadis itu?”

“Ah, tidak, Yama-chan. Mita memang memiliki beberapa larangan makanan dan minuman yang dikonsumsinya.”

“Dia sakit?”

“Dia baik-baik saja…”

Chinen tidak melanjutkan kata-katanya. Matanya menatap ujung koridor. Yamada juga melihat ke arah yang sama dengan Chinen. Mereka berdua menunjukkan ekspresi terkejut sekaligus takut. Sosok Sawada-Sensei sedang menatap galak kedua sahabat itu.

“Chii-kun, sepertinya aku harus kembali ke kelasku.”

Chinen mengangguk. Yamada segera berlari menjauhi kelas Chinen. Yamada beruntung, pelajaran belum dimulai saat ia tiba di kelasnya. Ia duduk di bangkunya dan mulai memikirkan percakapannya dengan Chinen tadi.

Yamada tidak tahu harus merasa apa mendengar fakta bahwa Chinen menyukai Mita. Namun, ia memiliki ketertarikan yang lebih besar mengenai Mita dan segala hal yang dilakukannya. Yamada harus mengakui gadis itu memang berbeda. Dan perbedaan itu membuatnya merasa akan ada banyak hal-hal baru dalam hidupnya setelah mengenal Mita.

TO BE CONTINUED

Leave a comment