[Oneshot] Last Song

#GenreMisteriChallengeJF

Title : Last Song

Genre : Horror, Mystery

Rating : PG-13

Chara : V6, Inoo Kei (HSJ)

Note : keterangan terkait grup tidak semua in line dengan fakta yang sebenarnya, ada yang diubah atau ditambahkan untuk kepentingan cerita ini. ^^

“Terima kasih untuk kerja kerasnya hari ini, semuanya!” Sakamoto, sebagai grup leader memberikan salam penutup untuk membubarkan latihan hari ini.

 

Grup V6, salah satu grup yang paling digemari di satu Jepang. Walau mereka hanya pernah tur ke Korea dan China, tapi kemampuan mereka tersiar ke lebih banyak negara lainnya. Grup ini terdiri dari 6 orang laki-laki dimana yang tertua, si ketua grup aka leader berumur 45 tahun dan yang termuda, yang paling banyak memiliki penggemar, berumur 35 tahun.

 

“Aku heran kenapa manager nggak dateng lagi pas kita latihan.” kata Okada, yang paling muda itu mengangkat suara sambil menyeka keringatnya dengan lap wajah.

 

“Mungkin manager lagi sibuk urusin konser kita minggu depan di Tokyo Dome. Ini konser perdana kita disana kan, tempat impian semua grup idola sejepang buat tampil disana.

 

“Iya…” Nagano, co-leader, menganggukan kepala sambil tersenyum. Impian ini sudah mereka pupuk sejak grup mereka terbentuk 10 tahun yang lalu dan tepat minggu depan mereka bisa mewujudkan impian 6 orang untuk bisa berada di panggung di Tokyo Dome.

 

Mereka berenam berjalan meninggalkan ruangan latihan dan berjalan pulang.

 

Okada sampai di apartemennya tepat pukul 11 malam. Ia meletakan tas dan bersiap untuk mandi. Namun saat ia membuka pintu kamar mandi, handphonenya berbunyi. Apa mungkin Sakamoto? Apa mungkin Miyake ketinggalan barang lagi di ruang latihan?

 

Okada melihat kedalam layar 5 inchi handphonenya dan melihat tidak ada nama disana, pun tidak ada nomor. Hanya tulisan + saja.

Ini telepon dari siapa? Kalau dari telemarketing apa harus semalam ini? Atau mungkin ini member lain yang sedang mengusili dia? Untuk mengusir rasa penasaran, Okada menerima telepon masuk itu. “Halo…?

“…….”

“Halo? Siapa ini?”

“…. Okada san?”

“Ya? Ini Inochii ya?”

“Bukan. Maaf aku menelepon malam-malam tiba-tiba seperti ini. Aku Inoo.”

Okada mengerinyitkan dahinya, sejauh ingatannya ia tidak ingat memiliki teman atau kenalan bernama Inoo.

 

“Ya ada apa?”

“Aku penggemarmu. Aku cuma mau bilang, aku suka dengan lagu dan tarian yang Okada san bawakan.”

“Terima kasih.” Walau Okada tidak pernah mau menerima telepon dari yang tidak ia kenal, tapi sejak si penelepon mengaku penggemarnya, Okada tidak bisa mengakhiri percakapan begitu saja. Ia juga penasaran kenapa nomor telepon pribadinya bisa diketahui Inoo ini.

 

“Dari mana bisa dapat nomor ini?”

“Ah… Ada teman saya yang memberi tahu.”

“Temanmu bekerja untuk Johnnys?”

“Seperti itulah. Tapi maaf aku janji tidak akan beri tahu namanya ke Okada san.”

“Yah tapi… Paling tidak bisa jelaskan kenapa tidak ada nomor yang keluar saat kamu menelepon?”

“Aku menggunakan telepon umum didepan apartemenmu.”

“Apa?”

Okada penasaran dan berjalan ke jendela di ruang tamunya. Ia melihat ke telepon umum yang ada di depan apartemennya. Diluar hujan rintik, walau begitu masih bisa telihat jelas sosok orang berjas hitam didepan telepon umum.

Okada yakin ini ulah Inochii, orang itu memang terkenal jahil. Okada memikirkan cara untuk mengerjai balik Inochii, ia membuat percakapan lebih lanjut dengan si penelepon sambil dirinya berjalan keluar dari apartemen dan mengunjungi bilik telepon umum.

 

Sampai dibawah, Okada berjalan pelan menuju telepon umum. Ia pun memelankan suaranya saat berbicara di telepon.

Satu… Dua … Tiga!!

Okada melompat dari tempat persembunyiannya, bermaksud menyerang penelepon itu dari belakang. Dengan cara demikian ia bisa tahu siapa yang mengerjainya malam-malam begini.

 

Tapi ia tidak menemukan siapapun. Hanya gagang telepon yang dingin dan basah serta wangi melati yang menyerbak disekitar tempatnya berdiri. Bulu kuduknya berdiri seketika.

“Halo….?” Ia berusaha berbicara lagi dengan si penelepon, namun hanya ada nada statis yang terdengar. Ia memutuskan lebih baik kembali ke apartemennya. Setelah sampai di apartemennya, Okada menuntaskan keinginannya untuk mandi dan segera tidur untuk melupakan pengalaman aneh itu.

 

****

 

“Jadi ga ada siapa-siapa disana?”

Okada mengangguk. Ia sudah menjelaskan pengalamannya semalam paling tidak 4 kali hari ini. Ke leader, Nagano, Go dan Ken. “Aku pikir itu Inochii, tapi untuk menghilangkan nomor saat menelepon… Inochii ga secanggih tu deh.” Okada mengangguk.

“Mungkin itu cuma fans yang ingin berkenalan. Biarkan sajalah kalau cuma sekali. Kalau orang itu telepon lagi, aku akan hubungin temanku yang bisa ngebajak sambungan telepon. Dia bisa tahu orang itu telepon dimana dan nomor yang sesungguhnya.” Jelas Sakamoto.

 

Saat mereka selesai latihan, sengaja Okada jalan bersama Sakamoto kalau-kalau orang itu telepon lagi. Sekitar pukul 6 sore, tanda + muncul di layar handphone Okada. Ia menepuk pundak Sakamoto dan menunjuk layar handphonenya. “Coba diangkat.”

Okada menuruti anjuran Sakamoto.

“Hai? Moshi moshi…”

Paralel, Sakamoto menghubugi temannya, ia memberitahukan nomor telepon Okada sambil menyuruh Okada berbicara lebih lama dengan si penelepon. Hal ini memberikan banyak waktu untuk mengidentifikasi identitas penelpon Okada.

 

“Jadi gimana?”

“Temanku tidak angkat teleponnya. Mungkin dia lagi sibuk. Yang meneleponmu gimana? Dia bicara apa saja ke kamu?”

Okada kecewa karena walau ia sudah berusaha memperlambat percakapan tapi tetap usaha Sakamoto tidak membuahkan hasil.

 

“Aneh… Dia tanya, bagaimana kalau sampai impian kita konser di Tokyo Dome nggak kesampaian? Seperti itu. Dia gak mau meneror konser kita nanti kan? Kasihan fans yang lain.”

“Aku coba tanya temanku yang lain ya.. Gomenne Okada kun…”

 

Minggu pagi, biasa Sakamoto habiskan dengan memasak di dapur tapi mengingat mereka akan tampil di Todome, Sakamoto mengisi hari minggunya dengan melatih kebugarannya. Kebetulan ia memiliki komplit alat olahraga yang ia letakan di ruang tersendiri. Saat ia mengangkat barbel, ia mendengar ada yang membuka pintu depan rumahnya.

 

Seingatnya yang bisa langsung membuka rumahnya hanya orang tuanya saja. Itu pun mereka akan memberitahu Sakamoto kapan mereka akan datang, tapi sejak akhir-akhir ini tidak ada informasi demikian, Sakamoto bisa berasumsi itu bukan orangtuanya. Nagano dan member V6 lainnya juga kalau berkujung pasti dengan informasi terlebih dahulu.

Ah mungkin orang tua atau temannya lupa memberitahukan.

 

“Halo? Siapa?” Sakamoto melirik ke arah hall tengah yang langsung menuju ke pintu utama.

Tidak ada suara apapun.

“Okaa san? Otoo san?”

Masih terdiam seolah tidak ada apa-apa. Sakamoto menemukan pintu depan rumahnya terbuka, padahal ia yakin pintu itu ia kunci rapat. Ia mendengar pintu kamar tamu di lantai 2 terbuka. Segera Sakamoto berlari menuju sumber suara, namun masih nihil. Sakamoto masih disisakan kekosongan dan pintu yang lagi-lagi terbuka secara misterius.

Tap… Tap… Tap… Tap…

Sakamoto menoleh dengan cepat, ia orang yang agak mudah dikageti sebenarnya, hatinya berdegup kencang. Siapa yang ada dirumahnya?

Langkah kaki yang ia dengar datang dari arah tangga dibelakangnya, seolah ada orang yang berjalan keatas, mendekatinya.

Berusaha menenangkan diri, Sakamoto berjalan kecil menuju tangga yang barusan dilaluinya.

 

Braaak! Praaaaang!!!

Sakamoto bersumpah jantungnya nyaris copot mendengar kegaduhan dari arah dapur. Mengumpulkan sisa tenaga yang ia punya, Sakamoto menarik kakinya turun dan berjalan menuju dapur. Dirinya terperanjat melihat semua peralatan dapur jatuh ke lantai. Menyebabkan beberapa piring terpecah.

 

Masih shock dengan apa yang dilihatnya, Sakamoto masih harus kaget lagi dengan dering handphonenya sendiri.

 

“Moshi-moshi… Okada kun?”

“Aku melakukan riset sedikit, dibantu sama temanku yang lagi kuliah. Ternyata, Inoo itu memang fans kita. Tapi…”

“Tapi?”

“Tapi ia meninggal kecelakaan di jalan saat mau datang ke acara konser kita tahun yang lalu. Apa mungkin Inoo yang meneleponku adalah Inoo yang sama?”

“Aku ga pernah mudah percaya hal ini. Tapi dari segala teknologi di jepang masa tidak ada yang bisa melacak identitas Inoo ini? Secanggih apa fans kita sampai tidak bisa dibobol? Informasi apa lagi yang kamu dapatkan soal Inoo?”

“Nggak banyak, cuma disebutkan Inoo Aki, dia fans kita, tertabrak bus saat mau pergi ke konser kita tahun lalu. Sempat viral tapi keburu hilang karena skandal Go kun.”

Lalu Okada mengingatkan Sakamoto soal pengalamannya saat ditelepon Inoo kali pertama. Sakamoto mengangguk, ia pun menceritakan pengalaman yang baru dialaminya. Pengalaman yang mengejutkan dan sama membingungkannya.

“Apa ada penyusup dirumahmu?” Kata Okada pelan.

Ia tahu Sakamoto pasti masih kaget dengan serentetan kejadian yang baru dialaminya.

“Aku tidak tahu. Aku sudah keliling rumah tapi tidak ada tanda-tanda rumahku dimasuki orang. Anehnya, pintu yang terbuka sendiri, peralatan masak yang berjatuhan… Untuk sekarang aku akan mengecek ke cctv didepan rumahku, siapa tahu aku bisa melihat siapa yang berusaha masuk ke dalam rumahku.”

“Hati-hati ya Sakamoto kun…”

 

****

 

“Oi!!! Aku sudah bilang bukan aku.” Inochii mulai sebal dituduh yang aneh-aneh. Memang dulu dia terkenal karena kejahilannya, tapi sejak ia memiliki 2 anak ia tidak sejahil yang dulu. Bahkan sudah tidak jahil jika memang tidak benar-benar diperlukan.

 

Ruang latihan yang biasa mereka gunakan mendadak kosong. Benar-benar kosong. Hanya ada beberapa lemari dan meja yang sengaja ditinggalkan. Kalau mereka pindah lokasi seharusnya manager mereka menginformasikan terlebih dulu ke mereka. Namun manager yang biasa mengurus mereka pun tidak pernah menghubungi mereka sama sekali. Apa pengurusan Todome segitu sulitnya?

Terlebih lagi, didalam ruangan itu ditinggalkan 6 rangkaian bunga. Bukan sekedar bunga yang biasa mereka terima, tapi bunga berduka cita. Jika ini hasil ulah Inochii, Sakamoto pasti akan marah besar. Ini sudah keterlaluan.

 

“Kamu bersumpah bukan kamu?” Sakamoto mengeraskan rahangnya. Sudah semalaman ia mengecek rekaman cctv rumahnya namun memang tidak terlihat apa-apa.

Inohara mengangguk yakin. “Aku bahkan datang setelah Go kun. Jika aku lakukan ini pasti dia tahu. Lagipula memindahkan semua barang di tempat latihan ini dalam semalam apa aku sanggup?”

Masuk diakal. Peralatan latihan mereka tidak sedikit karena sebagian besar properti konser juga diletakkan di ruangan itu.

 

“Nagano kun, coba hubungi manager kita. Kenapa bisa begini sih? Belum selesai satu masalah sudah muncul masalah lainnya.” Sakamoto menghela napas menenangkan diri yang nyaris meledak ledak.

Nagano mengangguk dan mengelus punggung rekannya.

 

Sakamoto tidak bisa tidur, manager yang tidak bisa dihubungi seolah meghilang, penelepon misterius, kosongnya ruang latihan. Semua berkecamuk di pikiran Sakamoto. Dia leader, dia harus bisa mengatur dan mengendalikan keadaan di grupnya. Ia mencoba memejamkan mata, besok ia akan ke gedung Johnnys jika managernya tidak bisa dihubungi seperti ini.

 

***

 

Go dan Ken yang pertama datang di gedung kantor entertainment mereka. Mereka berdua menunggu lift yang terbuka. Sampai pintu paling kiri terbuka mereka berjalan menuju lift yang akan mengangkutnya naik. “Permisi…” Namun, orang di sekitar mereka seolah tidak mendengar perkataan mereka.

“Tunggu…” Go menahan agar liftnya tidak ditutup tapi orang didalam seolah cuek dan meninggalkan Go dan Ken diluar. “Kenapa dengan mereka sih? Naik tangga saja deh..” Go dan Ken berjalan ke arah tangga menuju lantai 3, tempat manager dan asistennya biasa bekerja.

 

“Ano.. Manager kita kemana ya?” Tanya Go kepada salah satu orang di ruangan itu. “Halo?” Orang yang diajak berbicara tetap terdiam. Seolah tidak mendengar apa yang dikatakan Go dan Ken. Orang-orang lagi aneh. Managernya juga tidak ada ditempat. Mejanya dipenuhi surat yang belum dibuka. Salah satu benda diatas meja managernya menyita perhatian Ken. “Go kun, ini apa?”

Ken melihat gelang yang diletakan di atas meja managernya. Dibawah gelang itu bertuliskan “pengusir roh” berikut penjelasan cara penggunaannya.

 

“Apa kita harus ambil ini?”

“Jangan maling dong.”

“Tapi semua kejadian ini apa kamu ga ngerasa kita juga butuh ini? Lagipula kenapa manager kita punya ini dimejanya? Mungkin nggak ini memang buat kita?” Jelas Ken.

“Sakamoto dan Okada meninggalkan pesan sih ke manager. Bisa jadi ini buat kita.” Ken mengantongi satu dari gelang yang dihias dengan bel kecil disekitarnya.

 

“Halo Inochii?” Go kun mengangkat telepon dari rekannya dan disambut dengan nada panik dari seberang telepon.

“Tunggu… Maksudnya apa? Baju istri dan anakmu berkurang? Apa nggak mereka mencuci bajunya? Bajumu malah gak ada sama sekali? Mungkin emang mereka buang kali. Kan modelnya juga udah jadul. Gomen gomen Inochii jangan marah gitu.”

Ken mengkodekan Go untuk bertanya apa yang terjadi.

Usai menerima telepon dari Inohara, Go menceritakan apa yang dialami Inochii. Bahwa semua baju dan peralatan pribadinya sudah lenyap. Istri dan anaknya tidak ada di rumah. Selama ini memang tidak ada masalah antara hubungan Inochii dan istrinya. Jadi aneh kalau sampai istri ini ada apa-apa.

 

***

 

Okada menelepon semua member dan meminta untuk berkumpul di apartemennya.

Setelah semua hadir, Okada menjelaskan kenapa ia memanggil member yang lain ke apartemennya. Okada merasa hari ini ia dibuntuti, karena itu ia tidak melanjutkan joggingnya di lapangan. Masih penasaran dengan Inoo yang setiap hari meneleponnya, ia melakukan penelitian lebih dalam. Ia menemukan satu grup korea juga mengalami hal serupa. Bahwa masing-masing member grup dihantui oleh fansnya yang sudah meninggal. Fans yang meninggal menjadi arwah penasaran. Sebelum arwah itu ditenangkan, grup idola masih hidup didalam teror.

 

“Kita ada solusinya.” Ken menunjukan gelang yang diambilnya dari meja managernya beserta kertas warna putih besar berisi penggunaan gelang tersebut.

 

***

 

“Sudah ditelepon belum?” Tanya Sakamoto.

“Sekitar jam 10 orang itu akan telepon.”

Mereka menunggu sekitar 1 jam sebelum penggemar mereka menelepon kembali.

Okada berdeham sebelum menekan tombol berwarna hijau di layar teleponnya. Sesuai rencana mereka mengajak si Inoo ini bertemu. Mereka akan memberikan Inoo gelang, gelang itu bukan gelang biasa. Gelang itu dihias dengan bel yang hanya bisa berbunyi jika dipakai oleh manusia. Dengan cara ini mereka menyadarkan fansnya bahwa sudah saatnya ia pergi ke alam baka. Maka mereka bisa melanjutkan aktivitas seperti biasa.

 

Mereka menunggu di parkiran apartemen Okada. Langir cerah, namun angin semakin bertambah kencang menyapu pipi dan tangan mereka berenam yang tidak tertutup kain. Mereka berharap “hantu” itu beneran datang, kalau tidak mereka harus siap seumur hidup dihantui oleh fans mereka.

“Sakamoto, i… Itu…” Okada menunjuk ke sosok yang berdiri di seberang jalan.

“Dataaang!” Go dan Ken merapat melihat sosok itu.

Sosok itu berjalan mendekat. Setelah berdiri di jarak yang cukup terlihat, barulah 6 member bisa melihat jelas tampilan “hantu” yang mereka temui. Berkulit putih pucat mengenakan jaket hitam. Jaket yang dilihat Okada di bilik telepon umum dekat apartemennya.

 

Menit awal mereka berdiri berhadapan terasa canggung. Terlebih mereka tahu bahwa orang yang ada dihadapan mereka sudah bukan berasal di bumi lagi.

 

“Halo..” Katanya pelan. Matanya terus menatap aspal dibawah kakinya, menghindari tatapan keenam pria didepannya.

“Ano… Genki?”

“Genki desu..”

“Maaf mengundangmu malam begini.”

“Ya.. Tidak apa-apa. Aku juga ingin bertemu kalian.”

“Ada yang ingin kutanyakan.”

“Tentang?”

“Apa kamu merasa aneh akhir-akhir ini?”

Pemuda bertubuh kurus itu menggeleng. “Ada yang ingin kita minta darimu sekarang.”

Pemuda itu menelengkan kepala seolah bingung. Sakamoto memberanikan diri dan menyerahkan gelang ke arah Inoo.

“Maaf karena kejujuran dan keterus teranganku. Sepertinya tempatmu bukan di dunia ini. Kamu tersesat dan tidak bisa ke surga kan?”

“Maksudnya?” Inoo mulai bicara lagi.

“Pakailah ini, ini akan membawa kedamaian untukmu.”

“Jadi.. Kalian ingin aku pergi?”

“Ini untuk yang terbaik. Pakailah Inoo. Jika kamu adalah fans kami, kamu pasti percaya kita akan melakukan yang terbaik untukmu.”

“Tapi aku masih hidup…”

“Inoo… Biasanya memang begini, orang yang meninggal dan jadi hantu tidak akan sadar kalau dia tidak cocok ada di bumi.” Okada berusaha menjelaskan. Wajah Inoo berubah sedih. “Coba pakai ini.” Okada memakaikan gelang itu ke tangan Inoo.

“Aku bukan hantu. Sebenarnya…”

“Begini, kalau kamu gerakan gelang itu dan belnya berbunyi, berarti kamu betulan manusia. Kalau belnya tidak berbunyi berarti…”

 

“Coba gerakan gelangnya.” Kata Nagano perlahan.

Inoo mulai menangis dan menggeleng. “Mohon lakukan ini. Untuk kita, Inoo…” Tambah Inoochi.

Inoo mengelap air matanya dan menatap keenam pria didepannya dalam. Perlahan Inoo mengangkat tangannya dan menggerakannya.

Mereka berenam yakin gelang itu tidak akan berbunyi, tapi…

Cring! Cring!!

 

Mereka berenam terperangah. Hanya saja Inoo masih menangis. Inoo melepas gelang di tangannya dan memakaikannya ke tangan Okada yang masih shock. Ia meraih tangan Okada dan menggerakannya. Seberapa kencang Inoo menggerakan tangan Okada, tidak ada suara apapun dari bel kecil disekitar gelang itu.

 

“Sebenarnya… Aku bukan hantu.”

“Tapi.. Kita sempat lihat info tentangmu di internet, fans yang meninggal kecelakaan. Kita juga menemukan gambarnya, dan wajahnya sama denganmu.” Kata Ken chan.

“Itu bukan aku… Itu saudaraku. Inoo Aki, aku kembarannya. Aku Inoo Kei. Tak lama Inoo Aki meninggal, kalian meninggal sebulan berikutnya. Ini tahun perayaan 3 tahun kalian meninggal.”

“Kamu bohong…” Sakamoto menggeleng.

“Kalau aku bohong. Cobalah gelang ini dan pikir kenapa tidak bisa berbunyi saat dipakai kalian.”

 

Semua grup member mencoba mengenakan gelang itu, tidak ada satu pun yang berhasil membunyikan belnya. Mereka semua tertegun. “Mungkin kita baca petunjuknya salah.” Ken sekali lagi membaca petunjuk di kertas yang ia bawa di kantong celananya.

“Aku… Aku bisa melihat hantu. Aku dan adikku fans kalian. Keinginan kalian yang kuat untuk tampil di Todome menghalangi kalian kembali ke alam baka.

 

“Cukup! Ayo keluar semuanya! Kita sudah menyerah nih.”

“Apa yang kamu lakukan Maa kun?” Tanya Nagano cemas. Ia tahu Sakamoto mulai panik. “Tenang Maa kun.”

Sakamoto berkeliling parkiran untuk mencai staff atau tim televisi yang ia kira sedang mengerjainya. Namun saat ia melihat hanya mereka bertujuh, ia terduduk diam di lantai aspal yang dingin. Nagano turut duduk disampingnya dan memeluk pundak Sakamoto.

 

Inoo menyerahkan sepotong berita yang ia potong dari koran. Bukan hanya 1. Tapi lebih dari 10 lembar kertas potongan surat kabar dari sumber yang berbeda namun menyuarakan berita yang sama “grup musik V6 tutup usia pada anniversary mereka ke 15”. Bukan bohong kalau sudah semua koran nasional memberitahukan hal yang sama. Inoo mengunjukan cermin kecil berbentuk bulat berwarna merah ke arah 6 pria didepannya. “Apa kalian bisa melihat pantulan kalian disini?”

Semua member melihat kedalam cermin yang diunjukkan Inoo, tapi mereka tidak melihat diri mereka sendiri. Hanya lapangan parkir yang kosong yang dipenuhi mobil yang terparkir rapih.

 

“Bohoooooong!!” Inohara yang pertama pecah tangis dan histerianya.

Mereka perlahan mengingat kejanggalan yang terjadi sekitar hari ini. Penyusup di rumah Sakamoto, barang-barang mereka di tempat latihan yang menghilang, begitu juga dengan semua pakaian Inohara dirumahnya, bunga duka cita itu, dan Go Ken yang didiamkan saat berada di gedung kantor mereka. Bukan karena orang di gedung itu tidak peduli atau tidak sopan. Tapi karena tidak ada satu pun yang bisa melihat mereka. Mereka sudah meninggal lama, hanya saja mereka tidak tahu. Merekalah yang menjadi arwah gentayangan.

 

“Aku yang akan membantu kalian pergi ke alam baka.”

“Kenapa bisa kita semua tidak sadar?”

“Ingat press konferensi kalian sebelum kalian mengalami kecelakaan? Disana kalian bilang, harapan terbesar kalian adalah bisa tampil di Todome. Itulah yang menyebabkan kalian tidak bisa pergi ke alam baka. Kalian tidak terima kalau kalian tidak bisa tampil di Todome. Aku berusaha menghubungi Okada, tapi aku tidak pernah bisa tahu bagaimana cara memberitahukan kalian ini.”

 

“Lalu apa yang harus kami lakukan.”

“Aku akan membantumu. Inoo mengangguk, mengulurkan tangan ke Nagano dan Sakamoto agar mereka berdiri.

“Pegang ini” Inoo menyerahkan cermin ke tengah-tengah 6 orang itu. Setelah dirasa semua sudah menyentuh pinggiran cermin yang ia bawa, Inoo menginstruksikan lagi. “Tutup mata kalian. Pikirkan harapan terakhir kalian.”

Semuanya perlahan menutup mata. Gemuruh riuh rendah membangunkan mereka, saat membuka mata. Mereka tidak lagi berada di parkiran yang basah dan sepi. Namun mereka berada di sebuah panggung, dipenuhi orang-orang yang duduk di bangku penonton. Dari atap arena yang berpola kotak-kotak dan hall yang luas, mereka tahu mereka ada di Todome.

 

Mereka menoleh ke arah kiri dimana ada Inoo disampingnya. “Ini nyata?” Tanya Go.

Inoo menggeleng. Ini ilusi yang kalian buat sendiri. Namun, nikmatilah. Sebelum kalian melangkah ke babak lain kehidupan kalian. Keenam member V6 terdiam sebelum semuanya menyingkapkan senyum. “Kita harus memberikan yang terbaik untuk terakhir kalinya.” Kata Okada yang matanya sudah berkaca-kaca.

 

“Minna saaan!! V6 desu!!” Sakamoto memberikan penyambutan seperti saat mereka mengadakan konser seperti biasa.

“Hari ini adalah hari yang spesial, kita akan menyanyikan lagu terbaru kita. Lagu ini memang kita persembahkan untuk semua yang hadir disini.” Musik mengalun pelan, masing-masing member berdiri di posisi masing-masing.

Arigatou to iu kotoba wo

Ichido iu dake de egao ga

Afurete shiawase ga saku

Ai wo komete arigatou

 

Arigatou to iwasete hoshii

Tatoeba nannen tatte mo

Kitto kawarazu boku wa mada

Kyou wo oboete iru yo

 

Arigatou no kotoba ga ima

Sotto bokura wo tsutsumu darou

Sore wa hon no sasai na koto

Boku wa mitsukerareta yo

Leave a comment