[multichapter]Chapter 3 – Histoire Du Passe

Judul : chapter 3 – histoire du passe

Author : Nikonikofic
Pairing : Nagano Hiroshi x Sakamoto Masayuki (V6)
Genre : Romance, Drama
Rating : PG
Note: Terinspirasi dari film AADC 2. Untuk Ayu.❤

Kau memori terindah tak kuduga
Kini engkau datang lagi
Andaikan menit bisa berhenti
Waktu tak berjalan
Maka dari itu dengar lihat
Waktu kita tak banyak
Andai ini kesempatan terakhir
Kita nikmati

Sakamoto menoleh melihat Nagano berdiri di belakangnya. “Hiroshi…”
Ia pun berdiri, menatap Nagano dari jarak sedekat ini menyadarkannya bahwa sudah terlalu lama ia meninggalkan Nagano. Nagano mengacuhkan tatapannya dan duduk di bangku cokelat didepan Sakamoto. Sakamoto kembali duduk dan berdeham canggung.

“Aku nggak ada waktu lama untuk ketemuan sama kamu. Setengah jam lagi aku udah harus pergi ketemu sama 2 temenku yang terpaksa aku tinggalin pagi ini.”
“Terima kasih udah kasih aku kesempatan untuk ketemu dan bicara sama kamu. Aku tahu minta maaf nggak akan cukup.”
“Bener banget.” Kata Nagano sambil melihat isi menu. Itu lebih baik daripada melihat wajah Sakamoto menurutnya.
“Apa yang aku lakukan ke kamu itu nggak adil.”
“Nggak adil? Masayuki, apa yang kamu lakukan ke aku itu jahat.” Kata Nagano tegas sambil kembali melihat ke mata cokelat Sakamoto.

“Aku mau jelasin dulu ke kamu kenapa aku sampe bisa mau ketemuan sama kamu. Biar kamu ga salah sangka. Dulu hubungan kita sempurna. Kita nggak takut sama jarak. Cuma beda negara, penerbangan pun nggak sampai 2 jam. Sampai akhirnya aku bisa jalan-jalan sekeluarga dan nemuin kamu. Kita jadi pasangan paling bahagia di Korea waktu itu. Sampai setelah aku pulang kamu pun berubah. Email tidak pernah dibalas, telepon tidak pernah diangkat. Tidak ada kabar. Sampai hari itu tiba. Bodoh banget aku senyum senyum sendiri mengira dapet surat cinta dari pacar. Romantis banget masih dapat surat di jaman digital kayak gini. Ternyata aku salah besar. Kalau tidak ada go, tidak ada Ken… Pasti kuliah aku berantakan. Aku nggak akan kayak gini sekarang. Aku sudah menjalani hidup tanpa kamu dan aku survive. Aku akan menikah tahun depan. Jadi nggak ada alasan untuk minta kamu jadian lagi sama aku hari ini. Aku mau ketemuan sama kamu untuk menghargai usaha Go dan Ken yang mengira ada yang ingin kamu jelaskan ke aku.” Nagano menulis pesanannya di kertas sebelum diserahkan ke waiter yang lewat. Sakamoto masih tertegun mendengar informasi bahwa Nagano sedang bertunangan. Sakamoto menatap wajah Nagano yang menunggu.

“Pertama-tama, aku minta maaf. Waktu aku mutusin kamu, aku ngerasa aku bukan pilihan yang tepat untuk kamu.”
“Itu alasan orang pengecut yang nggak bisa kasih tau alasan yang sebenernya.” Sergah Nagano.
“Saat kamu datang, itu saat terendah hidup aku. Kuliahku berantakan. Magang diberhentikan. Aku nggak tau kapan bisa pulang ke Tokyo dan ngelamar kamu. Waktu keluargamu pulang, ayahmu sempet ngomong ke aku. Dia bilang, tolong jangan gantung harapan Hiroshi. Cepatlah kembali ke Tokyo.”
Kali ini giliran Nagano yang bengong. “Aku nggak pernah tau orang tuaku sempet ngomong gitu ke kamu.”
“Ayahmu juga bilang jangan kasih tau ini ke kamu. Karena aku ngerasa aku nggak bisa memenuhin pesan ayahmu jadi aku putusin kamu waktu itu.”

“Kamu bohong ya? Jangan-jangan kamu selingkuh!”
“Nggak Hiroshi.”
Hiroshi mengacuhkan perkataan Sakamoto dan menengguk kopi yang baru diletakan di mejanya.
“Kalau niat pasti ada jalan. Kalau kamu beneran masih mau pertahanin hubungan kita waktu itu kamu akan jelasin ke aku. Kamu akan berusaha buat aku. Nyatanya cepet banget kamu ngambil keputusan buat putusin aku.” Nagano menggelengkan kepalanya. Kopi yang ada di gelasnya sudah hampir habis. Ia merapihkan tasnya dan berdiri.

“Sudah cukup penjelasan dari kamu. Aku juga udah paham. Jadi, sekarang aku mau balik ke Go dan Ken. Terima kasih.”
Nagano pergi keluar dari kafe dan berjalan cepat menuju halte bus tempat dia turun tadi. Tiba-tiba tangan kokoh Sakamoto meraih lengannya.
“Lepasin. Aku mau pulang. Aku udah nggak ada utang apa-apa lagi ke kamu.”
“Hiroshi, tunggu. Aku nyesel udah mutusin kamu waktu itu.”
Nagano menaikan tangannya dan menampar pipi Sakamoto. Detik berikutnya ia kebingungan sendiri. Kalau benar Nagano sudah move on dari Sakamoto, kenapa ia masih merasa kecewa?

“Maaf Masa… Masih kebawa perasaan tadi. Maaf, tadi sakit ya?” Kata Nagano melihat pipi Sakamoto yang memerah.
“Dikit.” Kata Sakamoto menyimpulkan senyum.
“Aku nggak mau pulang begini. Paling nggak, aku mau kita bisa jadi temen lagi.” Nagano mengulurkan tangan ke Sakamoto. Sakamoto menyambut uluran tangan Nagano dan tersenyum.
“Udah sarapan?” Tiba-tiba Sakamoto bertanya.
“Ng.. Belum sih.”
“Kamu belum sarapan tapi udah nenggak ice coffe latte tadi. Maagmu gapapa?”
Nagano mengelus perutnya yang memamg mulai berderu pelan. Karena galau dia asal pesan minuman saja tadi di kafe.
“Udah agak siang juga. Sekalian makan siang aja ya… Aku tau tempat makan enak.” Nagano mengangguk. Semangatnya kembali datang.
Mobil Sakamoto melaju, Nagano yang tidak bisa tidur semalaman menjadi mengantuk di mobil Sakamoto yang melaju pelan membelah jalanan Kyoto. Entah kenapa malah disebelah Salamoto lah Nagano merasa lebih tenang. Akhirnya ia menyerah pada kantuk yang menyerang. Mustinya ia memesan kopi yang berkafein. Ia tertidur disamping Sakamoto yang menyetir, membawanya menuju perbatasan kota Kyoto.

Nagano terbangun karena rasa lapar yang semakin terasa. Ia kaget melihat mobil yang sudah terparkir dan Sakamoto yang tertidur disampingnya. Nagano melirik jam di tangannya, sudah 3 jam dari sejak ia menaiki mobil itu. Ia harap Go dan Ken sudah pergi dari hotel dan mencari makan sendiri. Ia sudah kasih itinerary lengkap ke dua orang itu dan lokasi restoran yang bisa mereka datangi, jadi seharusnya mereka bisa jalan-jalan tanpa dirinya.

Nagano melirik ke arah Sakamoto yang tertidur, kerutan nasolabialnya semakin kentara. Nagano baru menyadari Sakamoto bertambah tua semenjak terakhir mereka bertemu di Korea. Wangi samar dari kantong plastik yang diletakan diantara tempat duduknya dan tempat duduk Sakamoto menandakan Sakamoto sudah beli makanan saat dia tidur tadi. Pelan-pelan ia membuka kantong plastik itu. Kenapa Sakamoto tidak membangunkannya?

“Udah bangun?” Sakamoto bertanya pelan sambil masih memejamkan mata.
“Udah lah… Laper.”
“Makan aja apa yang ada disana. Aku udah makan tadi. Kamu kubangunin ga gerak-gerak jadi aku take away aja menu buat kamu. Mudah-mudahan masih suka.” Nagano melirik makanan yang dibawa Sakamoto.
Malu juga dia yang keterusan tertidur di mobil orang. 1 kantong fish and chip, lasagna dan es krim ikan rasa kacang merah favoritnya. Masih sama kesukaannya dari jaman Nagano berpacaran dengan Sakamoto. Makanan barat Nagano yang ia suka memang benar 100% ini. Nagano tersenyum sambil melahap Ikan goreng di tangannya. “Masih ada satu kantong lagi kalau masih mau.”
“Kamu kira aku masih serakus yang dulu?” Nagano terkekeh.
“Cuma kamu orang yang kukenal bisa menghabiskan 1 loyang kue strawberry cheesecake ukuran 20 cm. Bahkan temenku aja nggak ada yang bisa abisin. Yang bisa nandingin kamu makan ya cuma dua temenmu itu kan. Go dan Ken?”
“Iya.. Mereka berdua selalu menang lomba makan. Entah kenapa perutnya bisa menampung makanan sebanyak itu.”
Sakamoto ketawa mendengar penjelasan Nagano.
“Masih suka review makanan-makanan?” Tanya Nagano.
Sakamoto mengangguk.
“Aku suka ulasan makananmu. Jujur dan ga dilebih-lebihin. Kamu menjaga independensi ulasan dengan tidak ikut ngesponsorin salah satu restoran.”
“Tapi jadi harus rogoh kocek lebih dalam karena nggak ada yang sponsorin.”
“Coba deh terbitin buku hasil review kamu. Buka donasi di patreon, penggemar bukumu bisa donasi kamu lewat patreon jadi kamu bisa ada dana buat review lebih banyak tempat dan makanan.”
Sakamoto mengangguk, ia mencatat ide Nagano dalam hatinya. Hanya Nagano tempat ia mencurahkan ide dan berdiskusi. Jujur, sejak putus dengan Nagano ia sudah semakin jarang melakukan review tempat-tempat makanan, sebab dengan siapa ia berbagi hasil ulasannya kalau bukan dengan Nagano? Blog yang ia buat hanya sebagai catatan saja agar ia tidak lupa kemana ia sudah pergi.

Nagano mengelap bibirnya yang ternodai cokelat dari es krim. Ia menyimpan seporsi ikan yang dibeli Sakamoto untuk dimakan nanti, atau untuk diberikan ke Go dan Ken sebagai buah tangan kecil untuk mereka.
“Balik yuk. Go dan Ken nanti bingung kenapa aku nggak balik.”
Walau masih ingin melewatkan waktu dengan Nagano, dengan berat hati Sakamoto kembali menjalankan mobilnya kembali.
Seperti dunia ingin mereka tetap bersama lebih lama, saat jalan pulang mereka tidak memperkirakan akan menemukan macet hebat yang akan memperlambat perjalanan mereka.

Sudah setengah jam mereka terjebak ditengah jalan. Nagano jadi tidak tega dengan Sakamoto yang menyetir. “Mau istirahat dulu? Kayaknya masih lama juga macetnya.” Kata Nagano memberi pengertian.
“Kamu tau hutan bambu disekitar sini?”
“Tau sih… Tapi belom pernah kesini.”
Sakamoto membelokan mobilnya dan memasuki jalan yang tidak terlalu besar. “Pemandangannya bagus. Sayang kalau nggak pernah liat.”

Mereka melalui hutan-hutan bambu sebelum melihat papan besar yang menunjukan nama tempat yang ingin mereka kunjungi.
Sakamoto memarkir mobilnya dan berjalan menuju jalan setapak diantara pohon-pohon bambu yang berdiri tegak. Diikuti oleh Nagano yang menyiapkan kameranya. Ia berniat memberitahu pemandangan yang dimaksud Sakamoto kepada Ken, siapa tahu bisa menjadi ide background selfie yang bagus buat Ken.

Mereka berjalan sekitar 30 menit. Untung Nagano mengenakan celana panjang. Kalau tidak kakinya pasti sudah terluka terkena ilalang tajam sepanjang perjalanan. “Mau kemana sih sebenernya?”
“Bentar lagi sampai.”
5 menit berjalan lagi dan tiba-tiba Sakamoto berhenti berjalan. Berbalik ke Nagano dibelakangnya dan menutup mata Nagano. “Kok ditutup segala?”
“Biar jadi kejutan.”
Sakamoto menuntun jalan Nagano dan sampai titik tertentu mereka berhenti lagi. Sakamoto menurunkan tangannya dari mata Nagano.
“Sekarang, buka matamu.”
Nagano tidak bisa berkata-kata melihat pemandangan yang ada didepan matanya. Ken benar-benar harus datang kesini, dengan catatan ia harus mengenakan celana panjang.
Lereng hutan bambu diselimuti kabut tipis dan diujung barat bisa terlihat matahari yang mempersiapkan dirinya untuk terbenam di garis cakrawala.
“Indah banget. Kamu tau aja lagi ada tempat ini di Kyoto.”
Sakamoto berdiri dibelakang Nagano tangan kirinya memegang lengan Nagano dan tangannya satu lagi melingkari badan Nagano, menggunakan kesempatan perbedaan tingginya dengan Nagano untuk menarik badan Nagano bersandar di dadanya. “Gomenasai, Hiroshi.”
Nagano terdiam. Maaf Sakamoto yang ini terasa beda dari yang sebelumnya. Karena ia tidak bisa menolak maaf Sakamoto yang ini. Tapi, sejak kapan ia bisa menolak Sakamoto?”
“Kamu kebanyakan minta maaf, Masa….”
“Salahkah aku masih sayang?”

tbc

Save

1 thought on “[multichapter]Chapter 3 – Histoire Du Passe

  1. ayu

    “salahkah aku masih sayaang? ” kyaaaaaaaaaaaaa…. lagii,,, mau bca kelanjutannyaa.. gk salah sakamoto.. gk salah klau kmu mash syang sma nagano… mkash buat ficnyaa… bagus bgt….

    Reply

Leave a comment