BL Omegavers

~DROWNING~
Author
 : YamArina (wattpad on “Chiamis”)
Genre : Romance, Drama, Fantasy, Shounen Ai, Sci-Fic
RatingNC-17 (untuk bahasa frontal)
Type : Multichapter
Main Cast : Takaki Yuya x Arioka Daiki (TakaDai)
Support cast: Yotome Hikaru (Hey!Say!JUMP)

 

[Arioka’s POV]

“Ini untukmu.”

Aku mengambil benda yang disodorkkan Yabu di atas meja padaku. Sebuah pil yang aku tidak tau untuk apa. Tetapi belum sempat aku bertanya, Ia sudah menjelaskan benda itu.

“Itu pil pengendali hormon. Hanya untuk berjaga-jaga saja jika gejalamu timbul disaat yang tidak tepat, terutama saat kau sedang bekerja. Kau tidak ingin membuat bosmu panik bukan?”

Aku menghela nafas dan menyimpan benda itu di dalam tas. “Terima kasih, Kota-kun” ucapku.

“Bisa diminum mulai malam ini, jika ada keluhan apapun segera hubungi aku.” Katanya lagi.

“Entah kenapa aku merasa kau sedang menjadikanku kelinci percobaanmu.” Candaku.

Yabu berdecak dan menjitak kepalaku. Tetapi kemudian Ia terlihat menghela nafasnya, “Tidak salah juga kau beranggapan seperti itu. Kau tau gejalamu ini berbeda dan baik penyebab dan obatnya juga belum ditemukan.”

Aku ikut menghela nafas dan tersenyum untuk menenangkan pria itu. “Tidak masalah, Kouta-kun. Jadi kelinci percobaan juga aku tidak masalah. Memangnya apa lagi yang bisa dilakukan olehku yang seperti ini?”

“Jangan bicara seperti itu. Jika tidak sekarang, mungkin nanti kau akan menemukan makna hidupmu.”

Aku tersenyum pada Yabu. Ia selalu begini, memberikanku kekuatan dan menguatkan hatiku. Lebih dan kurang aku berhutang pada kebaikannya.

“Ah, Kouta-kun. Jika tidak ada masalah, sepertinya jumlah tabunganku ditambah dengan gajiku hingga enam bulan kedepan akan cukup untuk melakukan seluruh tes dan medical check up.” ujarku.

“Benarkah? Aku akan mulai mempersiapkan segalanya kalau begitu.” Aku mengangguk.

Aku sudah menghintung segalanya. Biaya untuk tes dan medical check up di rumah sakit pusat Tokyo itu tidak murah. Apalagi dengan keluhan yang belum terdefinisi seperti yang ku alami. Jika boleh jujur aku lelah dengan yang terjadi pada tubuhku. Lagipula, siapa juga yang tahan menjadi seseorang yang habis menelan obat perangsang tiap bulannya.

Baru saja akan mengambil tempat duduk di halte, ponselku berbunyi. Tempat itupun akhirnya diambil oleh orang lain. Aku menghela napas lalu beralih pada ponselku yang berbunyi.

“Moshimoshi,” jawabku langsung tanpa melihat nama si penelpon.

“Hoi, chibi! Dimana kau?!” Aku menyerit bingung dengan penelpon di seberang sana yang langsunh menyemburku tiba-tiba.

Aku mengecek namanya di display ponsel, namum itu dari nomor yang tidak ku kenal sebelumnya.

“Maaf sebelumnya, ini dengan siapa?” tanyaku.

“Kau tidak menyimpan nomorku? Ini aku, bosmu. Dasar pelayan chibi!”

Aku terkesiap kecil. Ini dari Yuya-san. Bagaimana pemuda itu bisa mendapatkan nomorku?

“Hentikan basa-basi ini. Jawab saja kau dimana sekarang? Kenapa kau tidak ada saat aku pulang?!”

Aku menyerit keheranan, memang apa maksudnya?

“Maaf Yuya-sama, sesuai dengan kontrak saya hanya bekerja sampai jam 6. Lagipula anda juga meminta saya menyiapkan makan malam jam 5 dan sudah saya lakukan.” kataku.

Aku mendengar erangan frustasi darinya. Apa pemuda itu memiliki kepribadian ganda? Kenapa setiap kali selalu berbeda-beda.

“Aku tidak mau tau. Kau harus ada disini paling lama setengah jam lagi!” titahnya.

Aku menyerit tidak suka. “Maafkan saya Yuya-sama, tetapi saya tidak bisa melakukannya. Ada kontrak kerja dan saya terikat pada itu. Disana tidak tertulis untuk pekerjaan lembur dan sebagainya. Jika anda memiliki keluhan, anda bisa membicarakannya pada Yaotome-san. Maafkan saya Yuya-sama, saya izin untuk menutup telfonnya!” Dan panggilan itupun ku putus.

Hhh~ benar-benar! Memangnya hanya karena dia seorang bos, dia boleh memperlakukanku dengan seenaknya?! Aku manusia bukan robot! Lagipula semuanya tertulis dengan jelas di kontrak kerjaku.

“Hhhh~ menyebalkan!” gerutuku.

[Arioka’s POV End]

.

.

[Takaki’s POV]

BRAK!!!

“Pelayan brengsek!”

“Oi, Yuya! Ada apa denganmu?”Aku tidak mempedulikan panggilan Miura dan mejatuhkan diriku diatas sofa.

Si chibi itu berani-beraninya tidak mematuhi perintahku. Memangnya dia pikir dirinya siapa?! Kontrak kerja? Peduli setan dengan itu semua. Dia bekerja di apato ku, sudah jelas akulah peraturan disini. Sudah seharusnya dia mematuhiku.

“Waaah~ ini enak sekali!”

Aku menoleh pada Miura yang sedang melakukan sesuatu di dapur ku. “Apa yang sedang kau lakukan?” tanyaku.

“Aku? Sesang mencicipi makanan di meja pantry ini. Ini enak sekali. Pembantumu sangat pandai memasak. Kau tidak mau memakannya untukku saja.” Katanya.

“Letakkan!” Ucapku.

“Eh? Apa?”

“Letakkan disana atau kepalamu yang akan ku masukkan ke dalam oven!” kataku lagi.

Miura meletakkan kembali mangkuk yang ingin dia bawa ke meja pantry, lalu berjalan menjauh dari sana.

“Kau tau, terkadang kau bisa menjadi sangat menyeramkan. Sepertinya kau ada bakat untuk menjadi pembunuh bayaran.” ujarnya.

Aku mendengus lalu beranjak dari sofa menuju meja pantry. Ku lihat beberapa macam makanan sudah tersedia disana dan ditutup dengan plastik wrap. Ku ambil mangkuk dan piring itu lalu meletakkannya ke meja makan.

“Kau yakin tidak mau berbagi? Oh ayolah, aku belum makan seharian!” Miura mendekat ke meja makan dan menatap Yuya dengan penuh harap.

“Sejak kapan aku peduli padamu? Memangnya hanya kau saja yang belum makan malam?” Yuya mengambil air minum dan gelas lalu duduk di kursi.

“Masa kau tega? Oh ayolah, sedikit saja!” pintanya lagi.

Ingin sekali ku lempar mukanya itu dengan sepatu.

“Kau punya ponsel, bukan? Pesanlah sesuatu, seperti pizza barang kali.” Ucapku

Aku mulai menyumpit beberapa makanan ke dalam mulut. Mataku melebar melihat semangkuk masakan yang berisi beberapa potong sayuran dan daging, yang aku tidak tau namanya ini.

‘Ini enak sekali!’

“Kau benar-benar teman yang tidak setia, Takaki Yuya!” Oh dengarlah rengekan manja seperti wanita itu.

Tepat saat itu ponselnya berbunyi. Aku bisa mendengar beberapa percakapan tidak penting antara keduanya.

“Di saat seperti ini para wanita itu benar-benar yang terbaik. Permisi tuan muda, aku ada janji kencan malam ini!” ucap Miura dengan riang.

Saat Ia sudah berjalan ke pintu dan membukanya, aku menyusulnya.

“Kenapa?” tanyanya heran. Mungkin karena mengira aku mengantarnya keluar. Itu tidak akan pernah terjadi.

“Ada yang lupa ku katakan padamu. Jika malam ini kau ingin mengajak teman kecanmu pulang, silahkan bawa saja ke love hotel atau apartemenmu sendiri. Karena password apato ku sudah ku ganti, dan aku sama sekali tidak bermaksud untuk membukakan pintu jika kau datang nanti!” Aku tersenyum dan menarik engsel pintu.

“T-tunggu Yu-”

“Hati-hati di jalan Haruma!” dan pintu pun sudah ku tutup.

Aku tidak lagi mempedulikan panggilannya dan berjalan kembali ke meja makan, melanjutkan makan malamku dengan tenang.

[Takaki’s POV End]

=*=

[Arioka’s POV]

Aku melankah masuk ke dalam apartemen bosku setelah beberapa kali harus memencet bel. Sepertinya Ia mengganti password pintunya, karena itu aku tidak bisa masuk untuk membuatkannya sarapan.

Sebenarnya aku ingin kembali pulang saja, tetapi aku bukan tipe orang yang lari dari tanggung jawab. Karena itu, aku lebih memilih untuk memencet bel saja daripada memutar tubuh dan kembali masuk ke dalam lift.

“Hoi, chibi!! Kemarin kau kemana?”

Lihatlah nada bicara sok berkuasa itu.

Aku memutar tubuhku dan memandang bosku yang mengikuti ke dapur.

“Aku ada janji ke suatu tempat dan itu adalah masalah penting, Yuya-sama.” Jawabku.

“Janji? Janji penting seperti apa sampai kau harus meninggalkan tempat kerjamu tanpa izin seperti itu? Janji dengan kekasihmu?” tanyanya dengan nada mengejek.

Aku mengangkat bahu acuh tak acuh sambil tetap melanjutkan pekerjaanku. Lagipula aku tidak punya urusan untuk menjelaskan semua padanya bukan? Hellooo~ meski aku bekerja disini, tetapi aku masih memiliki batas pribadi untuk siapapun ikut campur!

“Ck! Dasar pelayan chibi menyebalkan!” dan lihatlah si bos manja yang sudah beranjak dari tempatnya sambil mengumpat.

Aku menghela napas dengan panjang untuk menenangkan diriku sendiri. Mengingatkan bahwa aku harus setidaknya bersabar sampai beberapa bulan kedepan. Paling cepat sampai uangku terkumpul untuk melakukan pemeriksaan. Setelah itu aku akan segera mengajukan pengunduran diri.

“Hikaru! Kapan kau bisa kesini? …. Tidak bisa?! …. persetan dengan orang tua itu! ….. ya ya apa sajalah …… aku ingin salinan kontrak pelayan di rumahku! Bisa kau kirimkan? ….. Tidak usah banyak tanya, kirimkan saja!”

Aku sedikit terkejut saat mendengar Ia melempar ponselnya ke sofa sambil mengumpat lalu beranjak ke dalam kamar. Sepertinya pria ini memiliki tempramen yang sangat buruk. Atau dia menderita gangguan jiwa? Entahlah… dia sangat suka terpancing emosi, benar-benar mengerikan!

Setelah itu suasana di ruangan itu terasa sangat hening. Setidaknya aku bisa bekerja dengan nyaman saat ini. Daripada mendengar cercaan dan omelan sang majikan.

Kali ini aku memasak menu sarapan washoku seperti biasa. Perjanjian tidak tertulis dengannya, Ia ingin dimasakkan masakan Jepang lebih sering daripada varian menu western atau yang lainnya. Sepertinya moodnya selalu membaik setelah memakan washoku. Aku pun mendengus geli. Tuan muda seperti apa dia sampai tidak pernah sekalipun memakan washoku? Apa dia tinggal di luar negeri selama ini.

Ah, apa peduliku? Ingat batasanmu, Daiki!

“Hoi, chibi! Apa masih lama?!” aku kembali terlonjak kaget saat tiba-tiba melihat pemuda itu sudah keluar dari kamarnya.

“Tinggal menunggu miso sup saja, Yuya-sama!” ujarku.

Pemuda itu mengangguk lalu berjalan menuju meja makan dan duduk disana. Mau tidak mau aku mulai menghidangkan menu sarapan yang ku buat ke atas meja. Baru saja menyendokan nasi ke dalam mangkuk, ku lihat miso sup buatanku sudah mendidih.

Aku pun mematikan kompor dan mengambil mangkuk lainnya, lalu menuangkannya kesana. Aku meletakkannya terlebih dahulu ke meja makan dan kembali menyendok nasi.

“Oh benar.” Celetuk bosku tiba-tiba. “Bersihkan kamar tamu yang di sebelah sana. Tempat itu berantakan dan sangat bau, sudah lama tidak ada yang membersihkan. Setelah itu kau baru bisa pergi untuk kuliah!” katanya.

Aku melihat pada pintu kamar yang tertutup, letaknya tepat disamping kamarpemuda ini. Aku mengangguk lalu berjalan kembali ke arah dapur untuk mengambil beberapa alat kebersihan yang mungkin saja ku butuhkan. Seperti sapu dan lap untuk sementara.

Aku membuka pintu kamar tersebut dan bau tidak sedap langsung menyambutku. Hampir saja aku ingin muntah saat itu juga. Apa di kamar ini menyimpan bangkai? Kenapa bau sekali. Seperti bau keringat dan bau lainnya yang bercampur. Aku juga cukup terkesima melihat tempat tidur yang berantakan, dengan sprei yang acak-acakan, lalu bantal yang berserakan sampai jatuh ke bawah. Apa sempat terjadi badai di kamar ini?!

Kira-kira butuh waktu lebih dari satu jam untukku berhasil membersihkan kamar itu dan menghilangkannya dari bau-bau tidak sedap. Saat aku keluar dari kamar itu, aku mendapati suasana apartemen yang sudah sangat sepi. Aku melongok ke segala tempat dan tidak menemukan apapun, atau siapapun.

“Yuya-sama?” Aku mencoba mengetuk ke kamar utama dan memanggil bosku, namun hening.

Kesimpulannya adalah pemuda itu sudah pergi keluar entah kemana. Tiba-tiba mataku tertuju pada piring dan mangkuk bekas sarapan yang tertinggal begitu saja diatas meja makan. Aku berdecak sedikit kesal lalu mengambilnya dan membawanya ke dapur, lalu mulai mencucinya.

Setelah bersih aku melihat sejenak pada sisa miso sup yang tadi ku masak. Aku tersenyum melihat sisanya yang masih cukup banyak. Aku melihat ke lemari dapur dan mencari kira-kira ada tempat yang bisa ku gunakan. Aku menemukan satu set tempat makan dan mengambilnya. Mengisinya dengan nasi dan miso sup, lalu menutupnya dan memasukkannya ke dalam ranselku.

Tadi pemuda itu bilang bahwa aku bisa pergi kuliah setelah membersihkan kamar, berarti yang lain bisa ku kerjakan setelah selesai kuliah nanti saja. Aku mengecek untuk yang terakhir kalinya barang bawaanku baru setelahnya aku keluar dari apartemen itu.

Baru saja aku keluar dari pintu loby, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti tepat di hadapanku. Aku mundur sedikit ke belakang. Sang pengemudi menurunkan kacanya dan aku mendapati Ia adalah bosku.

“Naik!” titahnya.

“e-eh?”

“Naik cepat! Atau mau ku seret?” katanya lagi kali ini dengan tegas.

Aku mendengar kunci pintu bagian depan, tepat disebelahnya, terbuka. Masih dengan sedikit ragu, aku membuka pintu tersebut. Untuk kesekian kalinya aku menoleh lagi pada bosku yang sekali lagi mempertegas perintahnya. Akhinya akupun duduk di dalam mobil tersebut.

Setelah memastikan aku menutup pintu dengan benar, mobil itupun melaju dari sana.

“Hari ini jam berapa kau selesai kuliah?” tanyanya memecah keheningan yang tengah berlangsung.

“Eh, i-itu… jam 1 siang.” Jawabku sedikit canggung.

Aku melihat Ia mengangguk, namun sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari jalanan. Setelah itu suasana kembali hening sampai tiba di pelataran parkir kampus. Aku langsung membuka pintu setelah mobil itu terparkir dengan sempurna.

Namun baru saja ingin beranjak, tanganku ditahan olehnya.

“Pulang kuliah nanti, kita pulang bersama!” katanya.

“Eh?!”

“Jangan coba-coba untuk kabur. Karena jika kau melakukan itu, maka gajimu akan ku potong!” dan untuk pertama kalinya sejak kami bertemu, aku melihat wajah itu memberikan cengiran penuh kemenangan.

[Arioka’s POV end]

=*=

TBC

Leave a comment