[Multichapter] Part Time Lover #3

ptl

Author : Mari-chan
Type : Multichapter
Genre : Romance, Friendship
Casts : Yamada Tsugi (OC), Yamada Ryosuke, Inoo Kei, Chinen Yuri, Tegoshi Yuya, Matsumoto Jun, other OCs

Disclaimer : I do not own the casts except the OCs. The poster is made by myself.

 Langit biru hari ini mengingatkanku akan hari itu.. Hari dimana aku terakhir bertemu dengannya.

Chapter 3

Sudah beberapa hari ini aku tidak berangkat bareng dengan Ryosuke. Hubungan diantara kami berdua menjadi renggang sejak hari itu. Hari dimana aku dan dia pertama kali pergi berkencan, dan kencan itu berakhir gagal. Tapi sejak hari itu aku benar-benar tidak ada kontak apapun dengannya. Jika aku ada urusan dengan Ryosuke atau pun sebaliknya, kami berdua akan berbicara lewat Chinen. Aku merasa tidak enak terus menerus merepotkan Chinen sebagai juru bicara kami berdua. Tetapi jika tidak begitu, justru akan lebih canggung. Sejujurnya aku bukan tipe orang yang memiliki banyak teman dekat. Bahkan dapat dikatakan teman dekatku hanyalah Ryosuke dan Chinen. Tentu aku merasa sangat kehilangan dengan keadaan yang seperti ini. Ingin sekali aku menyapanya kembali dan berharap semua kembali seperti semula.. tetapi Ryosuke dengan jelas memperlihatkan ketidakinginannya untuk kembali seperti dulu.

 

“Tsugi-chan” sapa Chinen menghamburkan semua khayalanku.

 

“Ah.. ada apa?”

 

“Begini… Sebenarnya ini adalah tugasku tetapi hari ini aku ada urusan lain” katanya sungkan.

 

“Hm? Apa yang bisa kubantu pasti kubantu kok” jawabku tersenyum.

 

“Benar ya?? Jadi seharusnya aku mengantarkan catatan ini ke Ryosuke. Tetapi aku tidak bisa.”

 

“Eh? Ryosuke?”

 

“Iya.. masa kau tidak sadar sih dua hari ini dia tidak masuk… Apa kau benar-benar tidak ingin baikan dengannya?” tanya Chinen kecewa.

 

“Ah…” gumamku. Iya juga ya kalau dipikir-pikir dari kemarin Chinen terlihat sendirian. Biasanya ia pasti akan selalu bersama Ryosuke. Yaa walaupun ia ngobrol dengan anak-anak yang lain, tetap saja ia selalu menempel dengan Ryosuke. Aku sendiri kecewa dengan diriku karna tidak sadar akan ketidakhadiran Ryosuke..

 

“Jadi…bisa kan?” tanyanya memelas.

 

“Um.. Bisa tenang saja. Tugasku hanya mengantarkan itu lalu pulang kan?”

 

“Iya, itu saja kok. Kalau kau mau merawatnya juga boleh” ledeknya.

 

“Hahaha apasih..”

 

Entah mengapa aku menjadi semangat. Setiap pelajaran demi pelajaran kupahami dengan baik dan serius. Tidak ada waktu untuk menghayal entah kemana. Hanya satu yang kunanti-nantikan, jam pulang sekolah. Aku ingin sekali cepat bertemu dengan Ryosuke. Siapa tau hubungan kami berdua jadi membaik. Tanpa disadari aku pun terus tersenyum malu-malu di kelas. Sampai akhirnya bel berbunyi menandakan waktunya untuk pulang. Aku segera meraih tasku dan meninggalkan kelas.

 

“Tsuu~gi chan” sapa seseorang di depan kelasku.

 

“Senpaii” sapaku balik.

 

“Kau mau kemana? Buru-buru sekali.”

 

“Oh… Aku ada urusan sebentar” jawabku panik.

 

“Hm? Mau kemana? Sini biar kuantar.”

 

“Aku…mau mengantarkan catatan ke rumah Ryosuke. Ia sudah dua hari tidak masuk.”

 

“Yamada? Kalau begitu biar kuantar. Kau sudah lama tidak berbicara dengannya kan? Aku tidak ingin kalian berdua merasa canggung atau apa. Lebih baik jika aku ikut denganmu.”

 

“Hmm begitu ya? Kalau begitu ayo senpai, kita cepat kesana.”

 

Akhirnya aku memutuskan untuk mengajak Jun-senpai ke rumah Ryosuke. Kuharap dia tidak marah melihatku dengan senpai. Tapi dia juga tidak punya hak apa-apa sih untuk marah. Ah sudahlah aku tidak perlu memikirkan hal yang aneh-aneh. Aku sudah tidak sabar bertemu dengannya. Selagi berjalan aku dan senpai mengobrol banyak dan tertawa. Aku merasa nyaman bersama senpai, seolah-olah aku seperti memiliki kakak laki-laki. Memang itulah impianku dari dulu, untuk memiliki kakak laki-laki. Nah sekarang kami sudah berdiri di depan rumah Ryosuke. Aku menekan bel rumahnya dan tidak lama kemudian ia membuka pintu rumahnya.

 

“Ryo…” baru aku ingin menyapanya tetapi mukanya langsung musam.

 

“Apa yang kau inginkan?” tanyanya sinis.

 

“Aku…hanya ingin mengantarkan ini” jawabku pelan sambil mengulurkan catatan kepadanya.

 

“Bukannya seharusnya Chinen yang kemari?”

 

“Chinen ada urusan..”

 

Percakapan kami sangat singkat. Lebih lagi ia tidak membiarkanku masuk ke rumahnya. Ia mengambil catatan dari tanganku dengan begitu kasarnya. Kemudian ia hendak kembali ke dalam. Tetapi sebelum kembali ke dalam ia melontarkan kata-kata yang menyakitkan bagiku.

 

“Sudah, pulang sana. Aku tidak ada urusan apa-apa lagi denganmu. Jika kau memang ada janji kencan dengan orang, tidak perlu sampai dibawa kemari juga. Atau kau seharusnya bilang ke Chinen kalau kau tidak bisa.”

 

Mendengar hal tersebut, aku marah dan kecewa. Aku tidak menyangka akan disambut begitu dingin. “Baka!” teriakku sambil berlari meninggalkan rumahnya. Air mataku kembali menetes. Aku tidak mengerti dengan apa yang dipikirkan Ryosuke. Mengapa dia begitu menyebalkan dan dingin.

 

“Oi Yamada!” kata Jun marah. Ryosuke tidak membalas apa-apa dan tetap berdiri di depan rumahnya. “Asal kau tau, aku datang kemari bukan karna ajakan Tsugi. Aku datang kemari atas usulanku sendiri. Saat ia ingin kemari, wajahnya sangat senang seakan ia akan diberi hadiah. Andai saja jika kau bersikap lebih baik kepadanya, mungkin aku akan mengembalikannya kepadamu. Tetapi ternyata keputusanku benar. Ketakutanku benar bahwa kau tidak akan menyambutnya dengan baik.”

 

Setelah mengatakan hal tersebut, Jun berlari mengejarku. Aku berdiri di taman depan komplek rumah Ryosuke. Aku tak bisa menahan tangisanku. Aku sangat sedih dan kecewa. “Dasar Ryosuke bodoh!” gumamku berulang kali. Tidak lama kemudian Jun tiba dihadapanku dan memelukku.

 

“Menangislah. Aku tidak akan membiarkan orang lain melihatmu menangis. Kau bisa meluapkan semua perasaanmu padaku” katanya sambil memelukku.

 

Aku pun menangis dalam pelukannya. Dekapannya begitu nyaman dan hangat. Aku merasa jauh lebih baik. Aku tidak menyangka bahwa aku dapat nyaman dengan orang lain selain Ryosuke. Selama ini jika aku merasa sedih atau apa, Ryosuke adalah satu-satunya orang yang akan menenangkanku. Setelah aku merasa jauh lebih baik dan dapat berhenti menangis, senpai mengantarku pulang. Sesampainya di rumah, aku hanya dapat berbaring di kasurku sambil melihat-lihat album fotoku semasa kecil. Sebagian isinya berisikan fotoku dan Ryosuke.

 

Aku tidak sadar kalau selama ini hanya dialah yang berada di sisiku. Menyadari itu, aku kembali menangis. Aku sadar semua sudah berubah. Aku tidak dapat lagi terus mengandalkannya untuk berada di sisiku. Ini semua salahku. Kalau saja waktu itu aku lebih bertindak manis saat kami kencan…mungkin semuanya tidak akan jadi berantakan begini. Aku menutup album foto itu dan meletakannya di laci paling bawah. ‘Selamat tinggal, Ryosuke.’

 

 

 

Ryosuke’s POV

 

                Sudah 2 hari aku tidak masuk sekolah. Meskipun aku sudah istirahat seharian dan sudah minum obat tepat waktu, kondsisi tubuhku masih saja belum membaik. Biasanya di saat seperti ini, Tsugi akan menjengukku dan mengompresku. Bahkan ia juga akan memasak bubur. Seketika aku kangen sekali memakan bubur buatannya. Baru saja aku berpikir seperti itu, tiba-tiba bel rumahku berbunyi. Aku berharap orang yang datang itu Tsugi. Ketika aku membuka pintu, memang benar yang datang ialah Tsugi. Tetapi dia tidak sendirian. Ia datang bersama Matsumoto senpai. Melihat itu, emosiku menjadi tidak terkendali dan bahkan aku membuatnya menangis.

 

Aku benar-benar menyesal mengapa aku begitu kekanak-kanakan. Mengapa aku tidak menyambutnya dengan baik.. Mengapa aku tidak dapat lebih jujur terhadap perasaanku sendiri. Setelah mereka berdua pergi, aku berusaha mengejar mereka. Aku ingin meminta maaf. Tetapi semuanya sudah terlambat. Aku melihat Tsugi menangis di dalam pelukan Matsumoto senpai. Aku merasa bahwa kali ini Tsugi benar-benar tidak akan pernah kembali ke sisiku. Aku diam-diam kembali ke rumah tanpa meminta maaf kepadanya. Sesampainya di rumah, tubuhku terasa lemah. Aku berjalan tergopoh-gopoh menuju kamarku. Aku meraih sebuah bingkai foto yang berada di dekat lemariku dan melemparnya ke lantai.

 

Aku tidak mengerti apa yang aku baru saja lakukan. Seketika semuanya menjadi gelap. Tanpa disadari aku jatuh pingsan di kamarku. Kemudian setelah beberapa lama, aku terbangun di tempat tidurku. Aku ingat betul terakhir kali aku terjatuh di dekat lemariku. Tetapi mengapa aku berada di kasur sekarang? Bukan hanya itu, aku juga tersadar dengan adanya handuk kecil yang diletakan di keningku. Aku melihat jam di hpku yang menunjukan waktu pukul 12 malam. Aku terbangun dari kasurku dan menyadari ada sebuah mangkuk bubur di mejaku. Aku berjalan ke arah meja tersebut dan melihat secarik kertas di pinggir mangkuk bubur itu.

 

 

Kalau kau sudah bangun, makanlah bubur ini. Kalau saat kau bangun bubur ini masih hangat berarti aku belum lama pergi. Lain kali, jangan lupa kunci pintu rumahmu. Bodoh. Jangan buat orang lain khawatir.

 

 

                Walau pun tidak ada nama yang tertera di kertas itu. Aku sudah dapat menebak ini semua berasal dari Tsugi. Tapi mengapa? Mengapa ia masih datang kesini merawatku setelah semua yang sudah kulakukan. Aku memang benar-benar bodoh. Coba saja aku bisa lebih sedikit bersabar dan tidak terus memaksanya. Mungkin semua ini tidak akan seperti sekarang ini. We’re so close yet so far..

 

 

***

 

 

Aku terbangun mendengar bunyi alarm yang sudah kusetel setiap harinya. Tubuhku terasa pegal karna kurang tidur dan karna semalam aku mengangkat Ryosuke ke kasurnya. Semalam saat aku mengecek keadaannya, ia ternyata jatuh pingsan di kamarnya. Tentu saja aku tidak dapat meninggalkannya sendirian begitu. Aku merawatnya sampai panasnya turun dan tanpa disadari aku tertidur sebentar di tempatnya. Kemudian sebelum aku pulang, aku memasak bubur untuknya. Aku masih ingat kalau ia pernah bilang, “Sakit apa pun yang aku alami, berikan saja bubur buatanmu. Aku pasti sembuh”.

 

Namun kemarin saat aku berada di kamarnya, aku melihat bingkai foto yang berisikan foto kami berdua berada di lantai dan kacanya pecah. Apakah ia begitu membenciku? Apa memang tidak ada jalan lain? Kami akan terus seperti ini selamanya? Aku harap semua perkiraanku salah. Bagaimanapun juga aku tidak dapat menerima kenyataan tersebut.

 

Setelah siap, aku berangkat ke sekolah sendirian, tanpa didampingi Ryosuke. Walau pun kami sudah seperti ini untuk beberapa saat, aku masih belum terbiasa. Ini terasa asing bagiku. Rumah kami berjarak tidak begitu jauh namun kami tidak dapat berangkat bersama lagi. Di pertengahan jalan, aku bertemu Matsumoto senpai yang telah menungguku. Ya, ia berjanji bahwa ia akan berangkat dan pulang bersamaku tiap hari. Walaupun aku menolak, ia akan tetap melakukan itu. Selama di perjalanan aku tidak dapat konsen dengan pembicaraan kami. Yang di otakku hanyalah perasaan khawatir terhadap Ryosuke.

 

“Sepertinya kau kelihatan murung pagi ini? Masih merasa sedih?” tanyanya.

 

“Hm? Iie..” jawabku tersenyum.

 

“Kau tidak perlu menutupinya. Ceritakanlah apa yang menjadi beban pikiranmu. Aku sama sekali tidak akan merasa tersinggung atau apa.”

 

“Benarkah?”

 

Matsumoto senpai hanya mengangguk dan tersenyum.

 

“Jadi…semalam aku datang menjenguk Ryosuke dan ternyata ia jatuh pingsan di kamarnya. Aku benar-benar panik dan ketakutan jika terjadi apa-apa dengannya. Sampai aku pulang pun ia belum bangun. Aku sekarang masih khawatir dengan keadaannya” kataku sambil menahan tangis.

 

“Kau ke rumahnya semalam?” tanyanya terkejut.

 

“Iya.. Kemarin ibuku memberitahu bahwa orang tua Ryosuke sedang berada di luar kota.”

 

“Jadi ibumu menyuruhmu menjenguknya?”

 

Aku terdiam dan menggeleng. Sebenarnya ibuku tidak menyuruh apa-apa karna ia tidak tau kalau Ryosuke sedang sakit. Saat mendengar hal tersebut, aku buru-buru kembali ke rumah Ryosuke untuk merawatnya. Seburuk apa pun perlakuannya kepadaku, aku tetap tidak dapat meninggalkannya begitu saja.

 

“Aku iri sekali dengan anak itu.. Meskipun mereka sedang bertengkar, Tsugi tetap datang kesana atas kemauannya sendiri” gumam Matsujun.

 

“Hm?” tanyaku yang tidak dapat mendengar gumamannya.

 

“Iie” katanya sambil tersenyum. Kemudian ia mengelus kepalaku dan berbisik, “Mengapa kau tidak coba jelaskan semua kepadanya dan baikan?”. Setelah mengatakan hal tersebut ia berjalan duluan.

 

Sekarang jarak diantara kami berdua sedikit jauh. Ia berjalan lebih dulu di depan dan aku tidak mencoba mengejar berjalan di sebelahnya. Entah mengapa aku merasa Matsumoto senpai kelihatan murung. Dengan jarak diantara kami yang tidak berubah, kami tiba di sekolah. Matsumoto senpai segera pamit karna temannya sudah memanggilnya. Aku berjalan sendiri ke kelas sambil berpikir tentang usulnya tadi. Apakah lebih baik jika aku membicarakan semuanya dengan Ryosuke?

 

Tiba-tiba saat aku hendak masuk ke kelas, hpku berbunyi. Ada sebuah pesan baru. Sejenak aku tersadar bahwa belakangan ini aku belum mendapatkan pesan dari si pengirim misterius itu sejak pertemuan pertama kami. Aku segera mengecek hpku dan terkejut saat melihat isi pesan tersebut.

 

✉ Dear Yamada-san,

Aku sangat senang selama ini kau terus membaca pesan-pesanku yang sama sekali tidak berguna.

Terimakasih sudah meladeniku.

Terimakasih sudah mau bertemu denganku waktu itu.

Sekarang aku merasa lega.

Aku merasa aku dapat pergi dengan tenang.

Aku tidak akan menggangumu lagi.

Aku akan pergi ke tempat kekasihku berada.

Selamat tinggal.

 

Betapa terkejutnya aku. Mataku membelalak dan aku tepat berhenti di depan pintu kelasku. Tidak, ini tidak mungkin. Ia tidak boleh mengakhiri hidupnya begitu saja. Aku membalikan badanku dan tidak sengaja menabrak Chinen dan Ryosuke.

 

“Ada apa Tsugi-chan?” tanya Chinen kebingungan.

 

“Ah.. Tolong sampaikan ke guru bahwa aku ada urusan ya” jawabku buru-buru. Aku langsung lari sekuat tenagaku meninggalkan mereka. Aku tidak tau dimana dia berada tapi aku kira-kira memiliki gambaran dimana ia sekarang.

 

Aku terus menelponnya. Namun ia tidak mengangkatnya. Akhirnya aku meninggalkan pesan di kotak suaranya. Aku berharap setidaknya ia akan mendengar apa yang ingin aku katakan. Aku segera memberhentikan taksi dan menuju tempat tujuan. Aku tetap panik dan tidak dapat mengontrol kekhawatiranku dan ketakutanku. Aku mohon, aku mohon jangan sampai ia benar-benar mengakhiri hidupnya.

 

Di sisi lain, Ryosuke dan Chinen khawatir karna Tsugi tiba-tiba pergi meninggalkan sekolah. Mereka berdua tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Chinen menyuruh Ryosuke untuk mengejarnya tetapi laki-laki itu hanya diam dan masuk ke kelas dengan tenang seakan ia tidak mengkhawatirkan gadis itu sama sekali. Sedangkan sebenarnya jantungnya sangat berdebar-debar memikirkan apa yang terjadi. Namun ia tidak dapat mengejarnya entah kenapa. Ia merasa itu bukan urusannya dan sebaiknya ia membiarkan gadis itu pergi. Mungkin memang lebih baik semuanya seperti ini.

 

 

TBC

 

Leave a comment