[Minichapter] Suddenly In Love (chap 1)

Suddenly In Love
By. Kiriechan, Veve dan Dinchan
Minichapter (Chapter 1)
Genre: Romance, Shounen-Ai, Yaoi, Friendship
Rating    : PG-13
Starring : Hagiya Keigo, Yasui Kentaro, Nagatsuma Reo (Love Tune)
Disclaimer: I don’t own all characters here. Love Tune members are under Johnnys & Associates

photogrid_1480478980877

COMMENTS ARE LOVE. It’s just a fiction please read it happily. Fanfiksi ini hasil collab gara-gara liat foto anak Love Tune yang oh-so-fanficable banget (?). PLEASE COMMENT IF YOU READ, your comment means so much for us! ^^

Daftar nama itu ditelusurinya terus menerus. Sampai saat ini belum juga ia temukan nama miliknya. Mulutnya bergumam, menyebutkan namanya sendiri, “Hagiya Keigo.. Hagiya Keigo…”

“Yo!” sebuah tepukan di pundaknya mengagetkan si pemilik nama Hagiya itu, “Namamu adanya di sana,” ucap si pemuda jangkung di sebelahnya, menunjuk papan yang agak jauh dari tempatnya berdiri.

“Kok bisa?? aku daftar magang di Perusahaan ini,”  keluh Hagiya.

Tanpa menjawab pemuda itu menarik tangan Hagiya ke papan yang ia maksud,” Lihat, kan? Nagatsuma Reo, Hagiya Keigo.. yay!! kita barengan lagiii!!” ucap si pemuda yang Hagiya kenal sebagai Reo, teman sekelasnya.

Memang, mendaftar di salah satu perusahaan bukan berarti dirimu diterima di tempat itu. Bisa saja dengan semena-mena dosenmu akan memindahkanmu ke perusahaan lain. Inilah derita anak tahun keempat. Selain harus mengolah tugas akhir, selama enam bulan ini mereka harus melaksanakan magang sebagai syarat kelulusan. Kalau beruntung bisa langsung direkrut sebagai pegawai tetap sebelum lulus. Itulah kenapa Hagiya memilih sebuah perusahaan otomotif, baginya penting sekali mendapat pekerjaan sebelum ia lulus sekolah.

“Ngomong ngomong Dream itu perusahaan apaan?” tanya Hagiya pada Reo yang sekarang menempel padanya, ikut makan di kantin kampusnya.

“Loh? belum pernah denger memangnya?”

Hagiya menggeleng dengan polosnya, “Itu perusahaan yang menghasilkan idol idol hebat masa kini!!” Hagiya kembali menggeleng, “Tau Saki? Oh oh Saki get you dreeeaammm..” di tengah tengah lautan manusia seperti ini Reo dengan acuhnya memperagakan Saki, seorang idol yang belakangan menjadi buah bibir, digadang-gadang sebagai penerus Kyari Pamyu Pamyu, “Atau grup idol Baby Posh!! Tau gaaakkk??” seru Reo heboh sendiri.

Hagiya masih mengunyah nasi karenya dengan santai, “Oohhh.. iya iya, beneran kita kerja di sana?” ya ampun. Hagiya hanya bisa meratapi nasibnya. Sial kuadrat. Bekerja di tempat yang tidak ia inginkan, dan harus ketemu Reo dan kebawelannya setiap hari. Enam bulan ini pasti melelahkan sekali.

Maka pagi ini ketika Hagiya membuka matanya tubuhnya terlalu berat untuk diseret ke kamar mandi dan untuk bersiap-siap ke kantor barunya. Dipandanginya lagi setelan jas yang sudah ia siapkan untuk bekerja namun hatinya masih menolak untuk beranjak dari kasurnya.

“Keigooo!! Sarapan sudah siap!” Hagiya mendengar ibunya memanggil dari bawah dan akhirnya ia tidak punya pilihan lain, bersiap untuk memulai magangnya hari ini. Apapun yang ia kerjakan, semoga enam bulan ini terasa seperti sebulan saja.

Sehari sebelum mulai kerja hari ini dia sudah mendapatkan pengarahan dari dosen pembimbingnya. Diberikan beberapa wejangan dan diminta tidak terlambat sampai ke kantor.

Perusahaan Dream ini berada di tengah-tengah kota Tokyo. Untuk menuju ke sana Hagiya harus naik kereta selama dua puluh menit ditambah lagi berjalan kaki selama sepuluh menit. Cukup jauh dibandingkan perusahaan otomotif yang ia inginkan. Sudah di depan matanya. Hagiya menarik napas sebelum masuk ke gedung yang cukup tinggi itu.

“Keigoooo!!” Hagiya menoleh dan melihat Reo berjalan ke arahnya sambil melambaikan tangan dengan bersemangat, “Ohayou!”

“Ohayou gozaimasu, Nagatsuma-kun,”

“Sudah kubilang panggil Reo saja,” ucapnya.

Hagiya tidak menggubrisnya. Kini mereka sudah berada di dalam sebuah lift yang akan membawa mereka ke lantai 5, dimana mereka sudah diminta untuk langsung ke sana.

Anou.. kami peserta magang baru,” ucap Hagiya di meja resepsionis setibanya mereka di lantai lima.

“Oh! nama kalian? Nagatsuma Reo-san, dan Hagiya Keigo-san, sudah ditunggu oleh Yasui-san di ruangan itu,” ucap si resepsionis menunjuk sebuah ruangan tak jauh dari mereka.

Seorang pria sedang duduk di ruangan yang terdiri dari satu meja besar dan kursi-kursi yang mengelilinginya. Hagiya menatap wajah pria yang disebut Yasui itu di hadapannya. Sama sekali tidak ramah.

Ohayou gozaimasu,” sapa Hagiya.

“Kalian telat. Tidak mengerti kalau hari pertama itu setidaknya kalian datang sepuluh menit sebelum waktu yang ditentukan?!”

Hagiya menoleh pada Reo yang senyumnya juga sudah hilang dari wajahnya.

Sumimasen deshita,” ucap Hagiya. Reo juga ikut meminta maaf.

“Saya Yasui Kentaro, mulai hari ini saya adalah supervisor kalian,” Yasui menyerahkan sebuah dokumen kepada Hagiya dan Reo, “Pelajari semua ini, sekarang ikut aku!”

Reo dan Hagiya berjalan mengikuti Yasui, aura canggung menguar diantara mereka. “Kenapa perasaanku gak enak, ya?” Reo menggumam, dia menoleh dan lantas menyenggol lengan Hagiya, “oi, jangan diem aja dong. Makin awkward nih.”

Hagiya hanya berdecak, dia menatap ke arah lain. Sebagian diri Hagiya masih tidak menerima kenyataan dia harus melaksanakan magang di perusahaan ini. Ayolah, memang apa yang dikerjakan disini? Agensi hiburan, paling-paling pekerjaannya cuma mengatur jadwal artis asuhan dan mengikuti kegiatan mereka.

Apa bedanya dengan asisten?

Yasui membuka pintu, dia berjalan masuk diikuti dua mahasiswa berbeda suasana hati itu. Reo menoleh, dia melihat ada empat orang lain disana. Dua diantara mereka terkikik-kikik sendiri, sedangkan dua lainnya sibuk berbicara melalui telepon. Dari nada bicara sepertinya serius sekali.

Yasui menghela napas, dia lantas menggeplak kepala dua orang yang terkikik dengan papan alas menulis. “Ini waktunya kerja!” Yasui menyentak, “Malah fanboying-an sendiri.”

Reo dan Hagiya cengo, mereka saling pandang. Reo menelan ludahnya, dia merasa ngeri sendiri dengan supervisor satu ini. Jangan-jangan nanti kalau dia membuat kesalahan, Yasui akan langsung memenggal kepalanya.

Amit-amit.

“Meskipun kalian mahasiswa magang  tp aku tidak ingin membedakan tugas kalian dengan staff yang lain,” Yasui mengawali sapaannya dengan dua anak barunya. “Selamat datang di Perusahaan Dream, di divisi Humas. Disini kalian mungkin akan melakukan pekerjaan yang berbeda dengan jurusan kuliah kalian, tapi saya berharap kalian bisa cepat menyesuaikan atau saya kembalikan kalian ke universitas dan saya anggap kalian gagal magang,” Yasui melanjutkan. Tatapannya yang tajam, mulutnya yang terlihat tidak pernah tertawa, dinginnya AC ruangan menambah kengerian Hagiya.

“Pak, apakah di sini kita bisa bertemu dengan Saki dan idol lainnya? Apa boleh kami mendapat goodies mereka sebeum dijual dipasaran?” Reo yang tidak bisa membaca suasana bertanya asal, berharap supervisornya ini tak sengeri yang dilihatnya sebelumnya.

BRUUUUK

Yasui menjatuhkan tumpukan materi dan buku yang dibawanya. Sontak mengagetkan Hagiya dan Reo, “Kalau kalian masuk ke perusahaan ini hanya untuk berfanboy lebih baik kalian kembali ke kampus sekarang juga!” Hagi dan Reo diam, tak berani menatap atasannya itu. Keduanya menunduk memandangi lembaran berisi jobdesk mereka

“Kita punya tugas berat di divisi Humas. Kalau kalian hanya ini senang-senang kalian salah tempat.” Yasui menambahkan sambil mengacungkan kertas jobdesk yang sengaja dibawanya

30 menit berlalu untuk Yasui menjelaskan jobdesk dan berbagai tentang perusahaan idol itu. Hagiya dan Reo mendengarkan dan memperhatikan dengan seksama, takut kalau kalau salah gerak atau salah tanya mereka dilempar keluar dari ruangan.

“Fiuuuuh… kau hebat ya memilih perusahaan macam ini”, Hagiya menghela nafasnya panjang. Alih-alih dapat tempat magang dekat rumah dengan kerjaan santai, mereka dihadapkan pada pekerjaan dengan setumpuk kegiatan. Belum lagi spv yang macam singa lapar. Lolos dari dosen killer macam Matsumura Hokuto, mereka dihadapkan pada spv yang jauh lebih kejam

***

Sudah hampir dua minggu dan Hagiya merasa Yasui Kentaro adalah mimpi buruknya. Hampir setiap hari pekerjaannya selalu salah dan Hagiya mulai merasa kelelahan di kantor karena selalu harus melakukan banyak pekerjaan tapi tak ada satupun yang Yasui sukai.

“Wuuuu hello Hagiya Keigo!” Hagiya yang sedang menghabiskan waktu istirahatnya untuk makan di pantry itu menoleh, ada Myuto, salah satu teman satu divisinya.

“Hey,” sapa Hagiya.

“Wajahmu terlihat mengerikan. Ada apa? Yasui senpai sedang bad mood?” tanyanya lalu duduk di hadapan Hagiya setelah mengambil satu gelas kopi.

“Bukankah dia selalu bad mood?” tanya Hagiya, nadanya sarkastik, dia tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.

Myuto menggeleng, “Gak juga sih, kadang2 dia asik ko, yang jelas jangan membantah dia. Menurutnya belum selesai kau bilang iya saja, minta dokumennya dibenarkan, iya kan saja.. dia tidak suka pemberontak, tapi jika kau bekerja dengan benar dia akan menghargaimu ko,”

Hagiya mengangguk-angguk. Tapi sepertinya sesempurna apapun dia mencoba, Yasui tidak pernah menganggapnya berguna.

“Hagiya! siap-siap! Kita akan ke hotel tempat acara Saki minggu depan!” hampir saja jantung Hagiya copot melihat Yasui sudah ada di pintu pantry, “Sepuluh menit lagi kita berangkat!”

“Iya Yasui-san!” Hagiya buru-buru menutup bekalnya dan beranjak dari tempat itu.

Ganbare yooo Hagiya-kuunnn!!” seru Myuto sebelum Hagiya benar-benar menghilang dari balik pintu.

***

Duh. Berduaan dengan Yasui Kentaro membuatnya merasa awkward. Apa yang harus ia bicarakan? Sementara wajah Yasui sama sekali tidak menunjukkan keramahan.

“Tadi makanmu sudah selesai, kan?” Hagiya melirik Yasui yang bertanya tanpa ekspresi itu.

“Iya Yasui-san…”

“Baguslah.. kau tidak boleh tidak punya tenaga saat bekerja. Makan itu penting, mengerti?” Hagiya heran, bisa juga ternyata Yasui memperhatikan anak buahnya, “Aku mengajakmu karena aku ingin kau turun ke lapangan juga. Jika kau bisa di rekrut sebagai staff tetap kami, ini akan jadi pekerjaanmu,”

Arigatou Yasui-san!”

“Aku tidak akan memihak. baik kau dan Nagatsuma harus menunjukkan yang terbaik untuk bisa direkrut sebelum lulus,” kata Yasui lagi.

Ganbarimasu!

Setelah Yasui berkata begitu entah kenapa Hagiya sedikit mengerti kenapa Yasui bersikap sangat keras kepada dirinya dan Reo. Hanya staff terbaik yang diinginkan oleh Yasui.

Seharian mengikuti Yasui ke beberapa venue dan meeting dengan beberapa pihak membuat Hagiya melihat Yasui dengan cara pandang yang lain. Cara kerja Yasui sangat efisien dan caranya me lobby sangatlah baik.

Otsukaresama deshita,” ucap Hagiya saat keduanya dalam perjalanan pulang ke kantor.

“Mau makan dulu sebelum pulang?”

“Eh? apa tidak apa-apa?”

“Tentu saja tidak apa-apa. Hari ini kau sudah membantuku dalam banyak hal, okay?” Hagiya tidak punya pilihan lain dan mengikuti seniornya itu turun di sebuah restoran. Di dalam sana banyak juga pegawai yang baru pulang kerja. Hagiya sebenarnya masih ada pekerjaan namun menolak ajakan Yasui sepertinya tidak baik.

“Pesan saja yang kau mau,”

“Bir saja, Yasui-san, arigatou,”

Yasui tersenyum dan rasanya baru kali ini ia melihat Yasui tersenyum seperti tadi. Walaupun berkali-kali Yasui memperlihatkannya pada klien mereka, tapi senyumnya tadi sedikit berbeda. Sial! Apa sih yang dia pikirkan?? Yasui san itu laki2!! bodoh!! seru Hagiya pada dirinya sendiri.

“Kenapa melamun? Aku bertanya kamu mau ramen?”

“Ah iya.. boleh.. boleh…”

“Jangan banyak melamun Hagi-kun!” ucapnya lalu menepuk-nepuk pundak Hagiya, membuatnya tambah kaget. Seorang Yasui Kentaro bisa bersikap seperti ini.

Memang benar, kita harus benar-benar mengobrol dengan seseorang untuk tau seperti apa orang itu sebenarnya. Sambil makan, Hagiya kini tau bahwa Yasui bisa juga menjadi atasan yang menyenangkan. Entah sudah gelas ke berapa, Hagiya melihat Yasui semakin mabuk. Bicaranya mulai melantur dan tertawa tanpa alasan.

“Yasui-san, sebaiknya kita pulang,”

“Tidaaakkk aku tidak mau pulang.. uhuhuhu”

Dengan sedikit paksaan akhirnya Yasui mau pulang dan Hagiya membantu Yasui untuk berjalan mencari taksi.

“Aku carikan taksi ya Yasui-san?”

“Taksiiii Taksiiii…” Yasui terlihat makin melantur dan tak lama Hagiya melihat taksi mendekat ke arah mereka.

Hagiya membukakan pintu untuk Yasui sambil menyebutkan kemana taksi itu harus membawa Yasui, namun sebelum Yasui masuk ke dalam taksi, tiba-tiba bibir Yasui menempel pada bibirnya.

“Ehehehe.. Hagi-kun saikoouuu!!” setelah berkata begitu Yasui masuk ke dalam taksi dan berlalu dari hadapan Hagiya yang hanya bisa menatap taksi itu dengan pandangan tak percaya.

Apa-apaan itu tadi?! Dan kenapa bukannya kesal ia malah merasa jantungnya berdebar-debar tak karuan?!!

***

Reo menguap, dia menoleh dan mengerang merana melihat tumpukan berkas di mejanya. Sial sekali, Reo diberi pekerjaan yang paling membosankan. Membuatkan salinan jadwal para artis asuhan agensi, itu sangat membosankan. Yang Reo mau kan, bertemu produser atau datang ke stasiun televisi.

Menyebalkan.

Reo menghela napas, dia meregangkan tubuhnya dan kembali bekerja. Reo tidak mau bermalas-malas, karena bisa saja Yasui datang lalu menendangnya ke Gunung Fuji saat melihatnya bersantai.

Drrt. Drrt.

Reo menoleh, dia menjawab panggilan dari Hagiya. “Apa?” tanya Reo.

‘Kau bisa tidak datang ke rumahku?’ suara Hagiya menyahut di seberang.

“Hm? Aaaa, kau merindukanku ya. Baru juga berpisah beberapa jam, kau sudah merindukanku.” Reo tergelak.

“Jijik! Laporan magangku tertinggal di meja. Tolong bawakan, ya. Aku sudah di perjalanan pulang, kok,” ucap Hagiya lagi. Malas berbasa-basi.

“Memang kau dari mana?”

“Praktek lapangan bersama Yasui-san. Sudah, ya. Aku tunggu di rumah!” Pip.

Reo mengerutkan dahi, dia menatap layar ponselnya heran. Hagiya bersama Yasui? Kok dia tidak diajak?

Otsukare, Nagatsuma-Kun. Sampai besok.”

Reo tersenyum dan memberi salam kepada Sanada Yuma, karyawan yang menurutnya sangat baik. Baik, karena membantu Reo menyelesaikan tugasnya. Tentu saja karena Yasui tidak di tempat, kalau Yasui ada disana Sanada tidak akan berani melakukannya.

Reo naik bis menuju rumah Hagiya. Reo iseng membaca berkas laporan magang Hagiya, lumayan untuk referensi. ‘Sistematis juga laporannya,’ batin Reo, dia mengambil ponselnya dan memotret laporan magang Hagiya. ‘Buat referensi doang, kok,’ batin Reo terkikik.

Tak lama, bis berhenti. Reo melompat turun, dia berlari menuju rumah Hagiya. Reo menekan bel rumah, dia menunggu dan tak lama Hagiya muncul.

“Lama sekali,” komentar Hagiya.

“Kau tidak punya tata krama, ya?” Reo membalas.

Hagiya mendelik kepada Reo. “Setidaknya persilahkan aku masuk,” Reo protes, “Jadi aku tidak seperti sales produk kecantikan begini.”

Hagiya diam saja, dia menyingkir tanda mempersilahkan Reo masuk. Reo masuk, dia menyerahkan laporan magang Hagiya. “Tadi dari mana sama Yasui-san?” Reo bertanya.

“Hotel,” jawab Hagiya singkat.

Reo langsung menutup mulut dan menatap horor Hagiya. “Astaga, kalian baru kenal dan sudah menyewa kamar di hotel?! Luar biasa!” Reo menyahut.

Krik.

Hagiya langsung menjitak kepala Reo yang tergelak. “Kau pikir aku gay?!” Hagiya menyentak, “Sana pulang! Aku mau istirahat!”

“Ciyeeee, ngambek,” goda Reo.

“Pulang!” Hagiya mendorong Reo keluar rumah, dia lantas membanting pintu. Reo terkikik, dia menghela napas dan berjalan menjauh. “Imut juga kalau dia marah begitu,” gumam Reo.

Eh.

Reo bergidik ngeri, dia mempercepat langkahnya. Mengatakan laki-laki imut itu sama horornya dengan melihat Sadako muncul dari tong sampah.

***

Hagiya hendak mengambil kopi panas saat dilihatnya Yasui nerokok di smoking room. Tanpa sadar Hagiya mendekat, terjadi pertempuran besar antara ego, superegonya.

“Yasui san, terlalu sering merokok tidak baik untuk kesehatanmu loh” Hagiya spontan mengambil puntung rokok yang sedang dihisap Yasui, mematikan rokok yg masih dihisap sedikit itu di asbak. Yasui diam menatap bawahannya itu.

Hagiya menempelkan bibirnya ke bibir Yasui! Memojokkan tubuh Yasui ke pojok smoking room berukuran 2×1 itu. Hagiya tidak berhenti, ciumannya semakin membuas, tangannya menari-nari di kepala Yasu. Yasui menikmati, menggigit perlahan bibir lembut Hagi. Tangannya yak mau kalah menjelajahi sampai ke dalam baju yang dipakai Hagiya.

Kriiiiiiiiiiiiiiiing!!!

Hagiya kaget, sontak membuka matanya. Jantungnya berdegup sangat sangat kencang, keringat bercucuran deras. Dilihatnya dibalik selimutnya, basah dan hangat.

“Huaaaaaaaaaaaaaaa!!!” Hagiya berteriak kencang, mengacak-acak kepalanya sendiri.

Sungguh mimpi yang sangat sangat sangat buruk bagi Hagiya. Setelah kejadian Yasui menciumnya saat mabuk, pergi tugas berdua, dan sekarang dia mimpi melakukannya bersama atasan.

Penampilan Hagiya ke kantor hari iniberantakan, wajah tanpa semangat dan rambut tak serapi biasanya.

Ohayou!” Reo menepuk pundak Hagiya yang sedang menunggu lift ke ruangannya. Kaget. Hagiya sedikit berteriak sambil memegang dadanya yang tiba-tiba berdegup kencang. Untung bukan Yasui, batinnya.

“Kau pucat sekali? Habis melakukannya ya semalam?” Reo bertanya sambil terkikih, beberapa orang disekitar mereka menatap tajam sambil menahan senyum

“Bodoh!” Hagiya ketus

Reo curi-curi pandang ke Hagiya. Seharian ini hagiya tampak frustasi, bahkan ketika meeting divisi Humas pun ia yang belakangan semangat jadi terlihat kehilangan nyawa.

“Oi, mau makan siang bersama?” Reo memutar kursinya, menghadap ke arah Hagiya yg sibuk memainkan game di smart phonenya.

Hagiya tak menjawab, hanya langsung berdiri dan berjalan keluar ruangan. Reo bingung melihat tingkah aneh temannya itu.

“Kalo tidak cepat kita akan kehabisan makanan,” Hagiya menatap Reo yang justru masih duduk mematung di kursinya. Reo tersenyum aneh, beranjak dari kursi dan berjalan bersama menuju kantin

“Porsi makanmu hari ini banyak sekali tumben?

“Aku lapar” Hagiya tak segan langsung melahap katsudon ekstra size miliknya.

“Kau tau tidak, semalam aku mimpi aneh sekali,” Reo mencoba menceritakan mimpinya sambil mengunyah roti kare yang dibelinya.

“Aku semalam memimpikanmu dan Yasui kun,” Reo mengawali ceritanya, membuat Hagiya tersedak dan nyaris memuntahkan makanannya. “Kalian berdua tampil di acara promosi idol group baru. Dan kau tauuuu….. kalian memakai yukata seksi dan melakukan pole dance dihadapan penonton wanita!” Reo melanjutkan dengan semangat. Lagi lagi Hagiya tersedak, ia meminum semua minumnya dan tenggorokannya masih terasa panas.

“Lalu yang kau lakukan?” Tanya Hagiya sok cool.

“Aku membagi mawar pada penonton sambil hanya menggunakan hotpans,” Reo menutup wajahnya malu.

Hagiya tertawa lepas. Baru ini ada orang yang bisa memimpikan dirinya secara aneh dan dengan bangganya menceritakan pada temannya. Dari meja cukup jauh dari tempat keduanya, si supervisor kejam sedang mengamati keduanya yang terkikik sambil makan.

“Hagiya san, laporan kegiatan kemarin segera dikirim ya,” Yasui menghampiri Hagiya menagih laporan.

“Sudah saya email ya Yasui san,” jawab Hagiya cepat.

“Hmm kalian berdua jangan lupa kirim proposal kalian masing masing untjk tugas selanjutnya. Besok kalian presentasi dan kita pilih, ide siapa yang akan lolos dan dipakai di project selanjutnya” Yasui menutup pesannya bagi Hagiya dan Reo, kembali ke mejanya.

“Tumben auranya beda,” bisik Reo ke Hagiya

“Ssssst… kalau dia dengar tanduknya bisa keluar loh,” Hagiya menimpali bisikan Reo, keduanya menahan tawa.

Hagiya berusaha keras melupakan mimpinya semalam. Banyaknya pekerjaan hari ini membuatnya sibuk dan mengabaikan pikiran kotornya. Tentu saja mana mungkin dia menyukai dan melakukan hal itu dengan Yasui.

Reo menyangga dagunya, melirik Hagiya yang akhirnya bisa semangat lagi. Senyuman mungil dikeluarkannya tanpa sadar.

***

Hagiya masih menatap layar laptopnya ketika ia sadari waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Seingatnya tadi bahkan Reo sudah mengajaknya pulang sejak jam enam. Tapi ia masih mengerjakan presentasinya. Karena sangat berkonsentrasi, dia tidak ingin menundanya sampai besok.

Sedikit meregangkan otot-ototnya yang kaku karena terlalu lama menunduk di depan laptop, Hagiya memutuskan untuk mengambil kopi. Rasanya ia juga perlu beranjak untuk meluruskan kakinya.

“Eh? siapa itu?” Hagiya menyipitkan matanya dan alangkah kagetnya karena ia melihat seorang Yasui Kentaro sedang merokok di dalam ruangan 2×1 itu. Seketika pikiran kotornya semalam mampir lagi di otaknya.

“Merokok juga?” tanya Yasui yang tiba-tiba saja keluar dari ruangan itu dan membuat Hagiya kaget luar biasa, ia menumpahkan kopi yang dipegangnya.

“Ouch!! ya ampun!!” Hagiya merasakan panas menjalar ke tangannya yang tersiram kopi panas.

“Baka!!” Yasui menarik tangan Hagiya, membawanya ke wastafel dan menyiramkan air dingin dari keran ke tangan Hagiya, “Kau harus lebih hati-hati!” nada suara Yasui yang tegas dan jarak wajahnya dengan wajah Yasui yang sangat dekat tiba-tiba membuat Hagiya merasa jantungnya berdebar-debar tak karuan.

“Yasui-san, anou… aku mau tanya sesuatu,” Yasui masih sibuk mengalirkan air dingin dan setelahnya mengeringkan tangan Hagiya dengan handuk kecil.

“Apa?” tanya Yasui, mengeringkan tangan Hagiya dan mata Yasui kini langsung menatap mata Hagiya.

Hagiya menelan ludahnya, keinginan kuat untuk mencium Yasui melanda dirinya, padahal… padahal.. Yasui adalah laki-laki sama seperti dirinya!! Apa-apaan? Apa yang terjadi pada dirinya?!

“Soal malam kemarin…” bilang tidak? bilang tidak? Hagiya tidak perlu stetoskop untuk mendengarkan detak jantungnya sekarang.

“Ada apa dengan malam kemarin?” Yasui mengerenyitkan dahinya sementara Hagiya terlihat semakin gugup, “Ah soal itu!” HAH?! Dia ingaaatt?! seru Hagiya dalam hati, “Terima kasih kau menaikkan aku ke dalam taksi ya,”

Eh? Yasui-san tidak ingat?!

Yasui tersenyum dan berjalan meninggalkan pantry, “Sudah malam, lebih baik kau pulang,”

“Yasui-san tidak ingat yang semalam?” Hagiya kaget sendiri pada keberaniannya. Yasui berbalik menatap Hagiya. Tidak bertanya, tapi wajah Yasui penuh tanda tanya, “Yasui-san menciumku dan tidak ingat?!” seru Hagiya.

Wajah Yasui Kentaro berubah drastis, “Apa?! Kau bercanda?”

Tidak sampai semenit kemudian Hagiya melangkahkan kaki mendekat kepada Yasui, tangannya meraih pundak pria yang lebih tua itu, menariknya mendekat dan menempelkan bibirnya pada bibir Yasui.

Chotto matte!!” Yasui mendorong tubuh Hagiya, “Apa-apaan sih?!” walaupun terlihat marah muka Yasui berubah merah dan entah kenapa itu membuat Hagiya senang.

Hagiya sibuk menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan sekarang. Sudah kepalang basah, dan tanpa ia sadari memang hatinya menginginkan ini. Tubuhnya bergerak sendiri, mengikuti apa yang hatinya inginkan. Padahal sebelumnya dia tidak pernah merasakan hal seperti ini terlebih kepada seorang laki-laki.

“Jangan macam-macam!” Yasui menahan bahu Hagiya sambil mundur memberikan jarak antara dirinya dengan pemuda itu. Namun langkah Yasui terhenti karena merasakan punggungnya terantuk meja di belakangnya.

Gomen Yasui-san,” setelah mengatakannya Hagiya kembali mencium Yasui. Hagiya berusaha mengendalikan emosinya, memagut pelan bibir seniornya itu walaupun ditolak mentah-mentah karena Yasui sama sekali tidak mau membalas ciuman itu, bahkan berkali-kali berusaha melepaskan diri dari pelukan Hagiya.

“Hagi!!” erang Yasui ketika si pemuda jangkung itu menyerah mencium bibirnya dan beralih pada lehernya. Yasui masih mencoba menolak walaupun jelas-jelas tubuhnya menikmati setiap sapuan bibir Hagiya di lehernya, “Stop!! Stoooppp!!” Yasui tau, jika Hagiya melakukan lebih dari ini, ia tidak akan bisa menolak lagi, dan egonya menolak hal itu terjadi.

“HAGI!!” Yasui mendorong tubuh pemuda itu sekuat tenaga yang akhirnya membuat Hagiya tersungkur di hadapannya.

Tanpa menoleh lagi Yasui melarikan diri. Yabai!! Dia tidak bisa menahan perasaannya sekarang. Sentuhan, kuluman di bibirnya dan jilatan-jilatan di leher oleh Hagiya tadi terbukti membuatnya terangsang karena ia merasakan ada yang mengeras di balik celananya dan itu memalukan sekali rasanya.

“Sial!!” mana mungkin seorang Yasui menyukai laki-laki, kan? Dia pasti sudah gila! Ya, rasanya Yasui memang sudah gila sekarang ini.

***

To Be Continue

Leave a comment