[Oneshot] Photograph

1st Winner Fanfiction Festival Affiliates With HSJ Indonesia

image

Genre              : Friendship

Rating             : G

Author                        : Koizumi Arina

Theme Song   : Ed Sheeran – Photograph

 

SUMMARY      :

“Sebuah foto dapat menceritakan apa saja, entah itu cinta, persahabatan, keluarga, kenangan, bahkan sebuah kisah. Termasuk foto-foto yang kuberikan. Sejuta kisah tampak digambarkan oleh foto ini. Namun satu hal yang pasti yang dijelaskan dari foto ini adalah, Aku mencintai kalian.”

********************

Ohayou gozaimasu~

Satu persatu anggota grup memasuki ruang latihan sambil menyandang tas masing-masing. Terlihat ada yang mengenakan masker, atau topi, atau kacamata, atau ketiganya. Beberapa tampak sudah melakukan pemanasan di tengah ruangan, dan yang lainnya tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing.

“Yamachan, tolong pegang kakiku” celetuk anggota termuda, Chinen Yuri yang tampak akan melakukan sit up.

Yamada menghentikan pemanasannya sebentar lalu membantu Chinen. Tidak lama kemudian yang lain ikut bergabung dengan mereka di tengah ruangan.

“Sudah lama kita tidak berkumpul lengkap seperti ini, ingin melakukan sesuatu?” tanya Yaotome yang tampak berdiri sambil melakukan peregangan pada tangannya.

Inoo yang sedang melakukan push up tampak menyerit mendengar pertanyaan itu.

“Apa kau sedang tidak sadar? Kita memang sedang melakukan sesuatu saat ini. Kita sedang latihan lebih tempatnya.” kata pemuda itu.

Yaotome tampak berdecak lalu menepuk kepala Inoo sekilas, “Bukan itu maksudku bodoh. Kalau itu aku juga tahu.”

“Sakit, bodoh. Siapa yang kau bilang bodoh?” gerutu Inoo sambil mengelus kepalanya yang tadi di pukul rekannya itu.

“Bagaimana kalau nanti kita ke bar yang biasa? Ku dengar ada pelayan baru disana, dan dia cantik” celetuk Arioka yang baru saja selesai melakukan pemanasan.

Seketika semua mata langsung tertuju pada pemuda chubby satu itu dengan berbagai ekspresi.

“Kenapa?” tanya Arioka dengan wajah polosnya.

“Lupakan saja,” kata Takaki.

“Apa saja isi kepalamu itu, Daichan” celetuk Yabu sambil menggeleng kepalanya dan tertawa geli.

“Aku pass. Aku harus menghafal naskahku.” kata seorang pemuda bersurai gelap disana, Nakajima Yuto.

“Tugas kuliahku menumpuk, kurasa aku akan bergadang malam ini untuk mengerjakannya” kata Okamoto sambil mengangkat kedua tangannya.

Yamada tampak mengangguk, “Aku juga pass.”

“Aku pulang dengan Yuto, jadi kalau dia tidak bisa aku juga tidak” celetuk Chinen saat yang lain memandangnya.

Yaotome tampak kembali berdecak, “Kalian ini tidak asik sama sekali.”

Saat sedang berdiskusi tiba-tiba salah seorang staf masuk keruangan sambil membawa kantung kertas besar yang berisi beberapa amplop surat.

“Apa itu Tadashi-san?” tanya Yabu kepada staf itu.

“Surat penggemar kalian.” jawabnya sambil meletakkan tas itu diatas meja yang ada di sudut ruangan, “Kuletakkan disini saja ya”

Setelah staf yang bernama Tadashi tadi keluar dari ruangan, Yaotome berjalan mendekati kantung itu dan mengambilnya, kemudian membawanya ke tengah ruangan, tempat rekan-rekannya sedang duduk dengan santai selesai melakukan pemanasan.

“Tuang disini saja,” kata Yamada sambil menyingkir dan memperbaiki posisi duduknya.

Yaotome lalu menuang isi kantung itu ke lantai. Satu persatu surat-surat itu berpindah tangan ke masing-masing.

“Ini punyaku, ini bukan, ini juga bukan, ini punyaku…” gumam Arioka sambil memilih miliknya.

“Chi, ini punyamu. Ah ini punyaku. Kouchan ini punyamu…” celetuk Inoo sambil sesekali membagikan surat yang ditemukannya.

Namun, seketika Yamada tampak terdiam ditempatnya sambil memegang sebuah amplop berwarna merah ditangannya.

“Yamachan, kau kenapa?” tanya Nakajima yang memang duduk disamping pemuda itu dan menyadari gelagatnya yang berubah.

Seketika seluruh anggota kembali menghentikan aktifitasnya karena suara Nakajima dan kini memandang Yamada yang masih tampak membolak-balikkan surat ditangannya.

“Apa itu? Surat cinta?” tanya Arioka lalu mengambil surat itu dari tangan Yamada dan mulai memperhatikannya.

“Surat itu aneh, tidak ada nama pengirim. Bahkan tidak ada cap pos. Hanya bertuliskan, Untuk Hey!Say!JUMP” kata pemuda bersurai coklat itu.

Surat itu kemudian berpindah dari tangan Arioka ke tangan yang lainnya. Masing-masing ikut memperhatikan amplop tersebut hingga terakhir berada di tangan Yabu.

“Sebaiknya kita buka saja,” celetuk Yabu namun gerakannya langsung ditahan oleh Yaotome.

“Kau yakin itu bukan surat kaleng? Atau surat ancaman barangkali. Atau jangan-jangan salah seorang keluarga kita diculik?” katanya.

Kali ini Inoo menepuk kepala Yaotome, “Yang benar saja kau kalau bicara”

“Aduh, Sakit bodoh!” kata Yaotome sambil mengelus kepalanya dan berusaha untuk membalas pukulan pemuda berparas cantik tersebut.

“Hentikan, hentikan. Atau kalian berdua yang kupukul” kata Yabu berusaha memisahkan kedua pemuda itu.

Yaotome dan Inoo kemudian berhenti untuk saling memukul dan duduk kembali ditempatnya dengan tenang.

“Sudahlah, biar aku saja yang membacanya,” kata Takaki yang langsung mengambil surat itu dari tangan Yabu dan membuka amplopnya.

Setelah amplop itu dibuka tampak sebuah kertas putih terlipat dan dibelakangnya terdapat 3 lembar foto. Yang pertama adalah foto dari sebuah cafe, yang kedua adalah foto dari sebuah taman, dan yang terakhir adalah foto dari gedung agensi mereka. Takaki kemudian membuka lipatan dari secarik kertas putih tadi, ada tulisan yang diketik dengan komputer. Pemuda itu kemudian membacanya dengan keras.

“Satu foto dapat memberikan berbagai macam makna. Saat ini, foto-foto ini mungkin hanya sebuah foto sederhana yang hanya menggambarkan sebuah tempat. Kalian akan menemukan sebuah hadiah yang sudah kusiapkan jika kalian bisa menebak siapa aku. Petunjuk ada dibalik foto.”

Selesai membaca Takaki lalu memandang teman-temannya. Okamoto memandang foto gedung agensi ditangannya lalu membaliknya. Tampak beberapa baris kalimat tercetak dibelakang foto itu. Melihat itu, Nakajima dan Yaotome masing-masing ikut membalik foto ditangan mereka dan menemukan hal yang sama.

Hari yang sama, minggu depan, jam 10 pagi. Datanglah ke masing-masing tempat ini dan temukan foto lain disana dan ikuti petunjuk selanjutnya” koor mereka bertiga membaca petunjuk itu.

“Aneh,” celetuk Yamada ditempatnya.

“Aku tidak ingin pergi kesana, bagaimana kalau itu penculik?” kata Chinen langsung.

“Kalian bagaimana?” tanya Yabu kepada yang lainnya.

“Sejujurnya aku penasaran,” celetuk Takaki ditempatnya, “Tapi aku khawatir jika orang ini ingin melakukan kejahatan” tambahnya lagi dan disambut anggukan dari yang lain.

“Bagaimana kalau tidak? Orang ini sama sekali tidak terlihat berbahaya,” celetuk Yamada ditempatnya.

“Aku tau kau suka dengan hal-hal misteri, tapi ini bukan komik ataupun drama Yamachan” kata Arioka pada pemuda itu.

“Daichan benar,” kata Chinen menyetujui dan mengangguk.

Yamada lalu mengambil satu foto lalu memandang yang lain, “Bagaimanapun aku akan pergi. Kalian bisa di menyelidiki di agensi saja kalau mau.” kata pemuda itu.

“Baiklah kalau begitu,” kata Yabu kemudian, “Kita bagi saja menjadi tiga kelompok. Satu pergi ke cafe, yang satu ke taman, dan sisanya di agensi. Bagaimana?” usul Yabu.

Yang lain tampak mengangguk pelan sambil memandang satu sama lain.

“Aku akan ke cafe,” kata Yamada sambil menunjuk foto di tangannya.

“Aku dengan Yamachan,” celetuk Nakajima yang berada disamping pemuda.

“Aku juga dengan Yamachan dan Yuto.” kata Okamoto.

Yabu mengangguk ditempatnya lalu memandang yang lain.

“Aku di agensi saja, sepertinya lebih aman.” kata Chinen ditempatnya.

“Aku juga,” kata Arioka.

“Sama, aku juga di agensi saja” kata Takaki.

Yabu kembali menangguk lalu memandang kearah Yaotome dan Inoo bergantian, “Kalau begitu, kalian ikut denganku ke taman.” kata pemuda itu.

Inoo tampak merengut pelan ditempatnya, “Kenapa aku harus satu kelompok dengan kau?” katanya pada Yaotome.

“Seharusnya aku yang berkata seperti itu,” kata Yaotome.

Yabu menggeleng kepalanya, “Hentikan. Atau aku akan memplaster mulut kalian berdua.” kata pemuda itu dengan nada sedikit mengancam, “Hikaru, kita akan pergi dengan mobilmu,”

Yaotome tampak mengerang ditempatnya sambil merenggangkan lengannya, “Baiklah, terserah kau saja,” katanya.

“Baiklah, sekarang ayo kita lupakan sejenak surat ini dan mulai latihan” kata Yabu kemudian, “dan juga, tolong rapikan kembali surat-surat yang belum sempat dipilih ini dan letakkan kembali diatas meja.”

“Yaaa~” koor yang lain hampir bersamaan.

Kesembilan pemuda itu kemudian bangkit dari tempatnya sambil membawa beberapa surat penggemar yang sudah mereka pilih. Inoo merapikan kembali surat-surat yang belum sempat mereka pilih di lantai dan memasukkannya kembali kedalam kantung kertas itu dan meletakkannya kembali keatas meja.

Yabu tampak mulai menghidupkan player yang ada di dekat rak di samping ruangan, dan salah satu lagu mereka mulai mengalun dari sana. Beberapa anggota lain tampak sudah mulai mengambil posisi di tengah dan mulai melakukan gerakan koreo sesuai dengan musik yang mengalun.

********************

Dihari yang ditentukan…

*Tim Agensi*

“Daichan terlambat,” gumam Chinen sambil sesekali melihat jamnya.

“Tunggu saja sebentar lagi,” kata Takaki yang duduk disampingnya.

Hari itu Chinen minta di jemput oleh Takaki dan mereka pergi bersama ke agensi, namun sudah hampir setengah jam mereka tiba tidak ada tanda-tanda keberadaan satu anggota lagi yang berada di tim mereka dan memutuskan untuk duduk menunggu di kursi loby. Akhirnya Takaki habis kesabaran karena sudah setengah jam mereka menunggu namun pemuda chubby itu belum terlihat juga.

“Halo, Daiki? Kau dimana?” tanyanya saat panggilannya tersambung.

“Aku? Aku di ruang latihan..” jawab suara diseberang sana dengan nada ringan.

“APA?!” jerit Takaki, pemuda itu lalu bangkit dan menarik Chinen lalu berjalan cepat dari sana, “Kenapa kau tidak mengabarkan apapun, bodoh! Kau tunggu disana, aku akan segera datang dan mencekikmu!”

Sesaat sambungan pun di putus dan keduanya naik ke ruang latihan mereka. Dan tidak lama kemudian, mereka mendapati Arioka sudah berada di ruang latihan sambil berjalan-jalan mengitari ruang tersebut.

“Hei, bodoh! Kau pikir sudah berapa lama kami berdua kau buat menunggu dibawah? Kenapa tidak mengabarkan apa-apa?” serbu pemuda itu.

Arioka terlihat kaget dan tampak mundur beberapa saat, “Maafkan aku, tadi aku ketiduran.”

“HAH?” seru Chinen dan Takaki bersamaan.

“Aku datang terlalu cepat dan memutuskan untuk menunggu di sini. Lalu aku ketiduran. Aku bangun saat mendengar telpon masuk yang ternyata dari kau.” jelas pemuda itu dengan ringan.

Chinen hanya menggeleng kepalanya mendengar penjelasan itu, begitu juga dan Takaki.

“Kau ini benar-benar, ah sudahlah, lupakan.” gerutu Takaki.

“Jadi, Daichan, kau sudah menemukan sesuatu?” tanya Chinen kemudian.

Arioka lalu mengalihkan pandangannya pada pemuda paling chibi itu, kemudian menggeleng sambil mengangkat bahunya.

“Aku sempat berkeliling sebentar tadi, tapi tidak menemukan apa-apa” katanya, “lagipula aku tidak habis pikir Kouchan memutuskan untuk menanggapi ulah iseng seseorang seperti ini.”

Chinen tampak mengangguk, “Aku juga sedikit was-was jika saja itu ulang orang yang berniat jahat.”

“Apapun itu, yang penting sekarang kita lakukan saja,”ucap Takaki yang tampak memandang sekeliling ruang latihan itu.

“Bersemangat sekali kau,” celetuk Arioka, namun tidak di tanggapi apapun oleh pemuda itu.

Takaki lalu berjalan mengelilingi ruang latihan, memandang satu persatu benda-benda yang ada diruangan itu. Barangkali ada benda-benda yang tampak janggal, atau tidak seharusnya berada disana. Pemuda itu lalu memeriksa hingga kebawah meja, kursi, bahkan dibelakang rak-rak yang ada disana. Namun tetap tidak menemukan apapun.

“Tidak ada apa-apa.” gumamnya.

Arioka tampak menghela nafas, “Sudah kuduga ini pasti ulah iseng seseorang”

Namun, tiba-tiba saja pintu terbuka dan tampak salah seorang staf masuk ke ruangan itu.

“Apa ada yang memesan masakan Eropa?” tanyanya sambil menunjukkan dua bungkus plastik yang dibawanya.

Takaki, Arioka dan Chinen berpandangan heran. Namun belum sempat Takaki mengatakan sesuatu, Chinen langsung menyelanya.

“Iya kami memesannya,” kata pemuda itu lalu dibalas dengan tatapan heran oleh dua orang lain disana.

Staf itupun meletakkan bungkusan tadi diatas meja. Chinen lalu memandang Takaki dan Arioka dengan sebuah isyarat, dan Arioka pun menghela nafas.

“Baiklah, aku mengerti,” kata pemuda itu lalu mengeluarkan dompetnya dan mendekati staf yang tadi mengantar, “Berapa totalnya?” tanya pemuda itu.

“Semuanya sudah dibayar,” kata staf itu.

“Apa? Sudah dibayar? Siapa yang membayar?” tanya Takaki heran.

“Entahlah. Tapi kata pengantarnya tadi semua sudah dibayarkan,” kata staf tersebut.

Pria itu lalu meninggalkan ruangan itu, dimana Chinen, Arioka, dan Takaki tampak berpandangan dengan bingung.

“Jadi, bukan kau yang memesan ini, Chi?” tanya Arioka padanya dan dijawab dengan gelengan oleh Chinen.

“Biar ku periksa,” kata Takaki sambil mendekati bungkusan itu dan membukanya.

Chinen dan Arioka mengikuti dibelakang pemuda itu sambil berpandangan dengan khawatir saat Takaki mengambil satu kotak makanan. Namun setelah membukanya, tidak ada apapun yang mengkhawatirkan. Kotak itu hanya berisi seporsi omurice pada umumnya. Tidak ada yang spesial.

“Wah, omurice?” mata Arioka seketika tampak berbinar memandang kotak makanan yang dibuka Takaki lalu segera membuka satu kotak lagi yang juga berisi hal yang sama.

Di sisi lain, Chinen tampak menghitung kotak-kotak yang berada di bungkusan lainnya. Pemuda itu tampak memiringkan kepalanya terlihat berpikir.

“Kenapa, Chi?” tanya Arioka yang ternyata sudah menyuap sesendok omurice ke dalam mulutnya.

“Total semua kotak, termasuk yang sudah kalian buka, ada sepuluh. Padahal kita hanya bersembilan. Mungkinkah…” gumamnya

Takaki lalu mendekati bungkusan yang lain dan ikut menghitungnya, begitu juga dengan Arioka, dan mereka pun mengangguk bersamaan. Ketiganya lalu membuka satu persatu kotak-kotak itu untuk melihat isinya. Semua kotak memiliki isi yang sama, omurice, kecuali satu kotak terakhir. Kotak itu berisi potongan-potongan kertas yang di sobek. Chinen lalu menuang isi kotak itu keatas meja, lalu terlihat mulai melakukan sesuatu dengan sobekan-sobekan tersebut. Ternyata itu adalah sebuah foto yang disobek. Foto sebuah gudang tua. Ketiganya lalu berpandangan dengan bingung. Arioka mengambil satu potongan kertas dan membaliknya.

“Sepertinya ada sesuatu yang tertulis dibelakangnya,” kata pemuda chubby itu.

“Ada selotip? Kita satukan dulu potongan ini baru kita baca tulisan dibelakangnya.” kata Chinen, dan ternyata Takaki sudah membawakan sebuah selotip dan gunting yang diambil pemuda itu dari salah satu rak yang ada disana.

Chinen lalu mulai menempelkan potongan-potongan kertas itu, dibantu oleh Arioka. Tidak lama kemudian mereka sudah berhasil menempelnya. Arioka lalu membaca tulisan yang ada dibelakang foto itu.

Aku senang kalian percaya padaku. Omurice ini kuberikan sebagai salah satu hadiah kecil untuk kalian. Namun masih ada hadiah utama. Pergilah ke tempat ini jam 5 sore ini. Kalian bersembilan, tentu saja. Aku akan menunggu disana.

Ketiga pemuda itu kini saling berpandangan. Takaki lalu mengambil ponselnya begitu juga dengan Arioka. Keduanya tampak akan melakukan panggilan dengan kelompok yang lainnya.

“Halo, Inoo?” kata Takaki.

“Halo, Yamachan?” kata Arioka.

“Kami menemukan sesuatu disini… kalian juga?” seru mereka berdua hampir bersamaan.

“Baiklah, di Sumidagawa sejam lagi,” seru mereka lagi sebelum sama-sama memutuskan sambungan itu.

“Ayo, Chi, kita pergi.” ajak Arioka dan dijawab anggukan oleh Chinen.

Ketiganya lalu pergi meninggalkan ruangan itu dengan langkah besar dan hampir berlari.

**Tim Taman**

“Aku lelah. Sampai kapan kita harus menyusuri taman ini untuk mencari petunjuk?” keluh Inoo sambil duduk di salah satu bangku dan menyeka keringatnya.

“Aku juga lelah. Tidak bisakah kita istirahat sebentar?” kata Yaotome sambil ikut duduk dan mengipas-ngipas dengan tangannya.

Yabu mengangguk, “Baiklah, kita istirahat sebentar.”

Ketiganya lalu duduk di bangku taman itu sambil menegak air mineral yang dibeli Yabu tadi secara bergantian. Sambil duduk, ketiganya memandang sekeliling. Tidak banyak orang yang ada ditaman itu. Kebanyakan adalah anak-anak yang sedang bermain.

Hingga tiba-tiba seorang anak menghampiri ketiganya sambil memberikan setangkai bunga mawar.

“Ini, untuk oniichan,” kata anak perempuan itu kepada Yabu.

Yabu menerimanya dengan bingung namun segera tersenyum sambil menyentuh lembut kepala anak perempuan itu.

“Terima kasih” kata Yabu. Anak perempuan itu tersenyum lalu kembali berlari menjauh dan bergabung dengan anak-anak lainnya disana.

Tiba-tiba, seperti baru menyadari sesuatu, Yabu menyadari ada sebuah sesuatu yang menggantung di mawar merah itu, dan itu adalah sebuah foto. Dan seketika pemuda itu lalu menepuk-nepuk orang yang berada disampingnya yang tidak lain adalah Yaotome.

“Sakit, woi!” kata pemuda itu sedikit menjerit sambil mengelus lengannya yang tadi ditepuk Yabu.

“Lihat ini, ini, lihat ini..” kata Yabu sambil menunjukkan foto tadi kepada kedua temannya yang lain.

Mereka lalu melihat foto itu, yang ternyata adalah foto sebuah gudang didekat sebuah sungai. Ketiganya lalu berpandangan. Namun keheningan mereka bertiga terpecah saat mendengar ponsel Inoo berbunyi dengan nyaring.

“Ini Yuya,” katanya sebelum menjawab sambungan itu. “Kalian juga? Kami juga menemukan sebuah foto disini,” kata pemuda itu.

Ponselnya lalu segera beralih ke tangan Yabu, “Yuya, kau masih di agensi? Sekarang kita berkumpul di dekat Sumidagawa sekarang juga… baiklah kalau begitu.” kata pemuda itu sebelum memutuskan sambungan.

“Aku juga sudah mengirim pesan kepada tim Yuto, mereka juga sedang bergerak kesana.” kata Yaotome begitu Yabu selesai berbicara di telpon dan menyerahkan ponsel milik Inoo.

“Baiklah, kita pergi sekarang,” katanya dan dijawab anggukan oleh tiga orang yang lain.

**Tim Cafe**

“Kau menemukannya?” tanya Yamada kepada Nakajima dan Okamoto yang dijawab keduanya dengan anggukan.

Tadi saat mereka tiba di cafe itu, untuk beberapa saat mereka hanya duduk di terace cafe tersebut untuk beberapa saat. Hingga akhirnya saat pesanan minum mereka tiba, secarik kertas ikut menyertainya. Tulisan di kertas itu cukup sederhanya.

Temukan 7 amplop merah muda

Tidak butuh waktu lama, karena mereka segera melihat seorang tamu mendapatkan pesanannya disertai dengan sebuah amplop merah muda yang diterimanya dengan wajah bingung. Okamoto, Yamada, dan Nakajima lalu berpencar ke sekeliling cafe mencari amplop-amplop itu. Dan kini mereka bertiga berkumpul di dekat Nakajima memarkirkan mobilnya. Yamada lalu menderetkan amplop-amplop itu diatas kap mobil Nakajima dan membukanya satu persatu. Tujuh amplop berisi foto yang mana jika digabungkan akan membentuk sebuah gudang di dekat sungai. Namun, tiba-tiba saja ponselnya dan ponsel Nakajima berbunyi hampir bersamaan.

“Pesan dari Hikaru” kata Nakajima lalu menbuka pesan itu dan membacanya.

“Iya Daichan, ini aku..” kata Yamada saat menjawab panggilan itu. “Kami juga menemukan foto lainnya disini,” kata pemuda itu.

Nakajima lalu memperlihatkan isi pesan yang masuk ke ponselnya kepada Yamada dan Okamoto. Pesan dari Yaotome. Keduanya lalu mengangguk mengerti.

“Kami juga baru dapat pesan dari tim Yabu yang mengatakan untuk berkumpul di dekat Sumidagawa… baiklah kalau begitu, sampai nanti” katanya

“Biar fotonya aku saja yang pegang,” kata Okamoto sambil menyusun kembali foto-foto itu.

Nakajima lalu masuk kedalam mobil disusul dengan Yamada dan Okamoto. Pemuda tinggi itu lalu segera melajukan mobilnya ke jalan raya begitu dihidupkan.

********************

Kesembilan pemuda itu kini sudah tiba didepan sebuah gudang sesuai yang digambarkan di foto yang masing-masing didapatkan oleh mereka. Untuk sesaat mereka hanya diam disana sambil memandang kearah gudang itu.

“Kita sudah sampai sejauh ini, apalagi yang kita tunggu?” tanya Yaotome kepada teman-temannya yang lain.

“Kau tidak lihat tempat ini mengerikan? Bagaimana jika memang ada penculik?” kata Chinen balik bertanya.

“Sudahlah, apa yang mau ditakutkan. Apapun yang terjadi, kita hadapi bersama.” kata Yabu.

Nakajima tampak mengangguk membenarkan pertanyaan anggota paling tua di Hey!Say!JUMP itu, “Yabu-kun benar, kita masuk saja. Apapun yang terjadi, kita akan saling membantu,”

Yang lain lalu mengangguk pelan dan saling berpandangan. Mereka lalu berjalan mendekati gudang itu. Takaki dan Yaotome kemudian berjalan lebih dulu mendekat pintu besi dengan pegangan hampir berkarat, lalu mendorongnya hingga terbuka.

Untuk sesaat mereka bersembilan hanya berdiri terdiam di dekat pintu masuk sambil melihat kedalam gudang tersebut. Gudang itu memang sudah tua dan digunakan untuk menyimpan barang-barang tidak terpakai, namun bukan itu yang membuat mereka terdiam, melainkan satu pemandangan yang terlihat didalam.

Sebuah meja dan diatasnya tampak sebuah kue tart besar dan beberapa lilin yang menyala di atasnya. Namun bukan itu saja, melainkan sesuatu yang tertempel di dinding. Dinding di dekat meja itu kini dihiasi sebuah gambar hati yang sangat besar. Namun jika didekati, hati itu terbentuk dari berbagai foto yang membentuk sebuah mozaik. Namun foto itu terlihat tidak sempurna, karena di beberapa tempat terlihat masih kosong, tidak ditempeli apapun. Perlahan kesembilan pemuda itu berjalan mendekati meja dan dinding itu. Semakin mereka mendekat, semakin jelas mereka melihat bahwa gambar hati itu dibentuk tidak lain adalah dari foto-foto mereka bersembilan yang diatur sedemikian rupa. Foto-foto mereka yang sedang tersenyum, tertawa, menangis, saling mengganggu satu sama lain, tertidur, ataupun raut lelah setelah latihan. Mereka menyentuh foto itu pelan dengan perasaan yang campur aduk.

image(1)

“Hei, lihat ini,” desis Yaotome dari dekat meja.

Yang lain lalu mendekati pemuda itu, mengelilingi meja, melihat Yaotome memegang sebuah amplop lainnya yang berwarna putih yang bertuliskan nama mereka semua, Hey!Say!JUMP.

Inoo lalu mengambil amplop itu lalu membuka dan membacanya pelan,

***

Dear my Family,

Aku senang kalian mempercayaiku dan mengikuti rancanganku kali ini. Mungkin sedikit aneh, dan aku yakin kalian pasti berpikiran macam-macam saat menerima pesan pertamaku minggu lalu. Tidak masalah, karena kalian akhirnya sampai ditempat ini. Tetapi, maafkan aku karena aku tidak bisa berada disana bersama kalian semua.

Kalian tau, sebuah foto dapat menceritakan apa saja, entah itu cinta, persahabatan, keluarga, kenangan, bahkan sebuah kisah. Termasuk foto-foto yang kuberikan. Sejuta kisah tampak digambarkan oleh foto ini. Namun satu hal yang pasti yang dijelaskan dari foto ini adalah, Aku mencintai kalian.

Besarnya hati yang kini tergantung di dinding masih tidak bisa menggambarkan betapa besarnya cintaku kepada kalian semua. Tetapi hati itu masih belum sempurna, aku membutuhkan bantuan kalian semua untuk menyempurnakannya.

Hari ini, tepat delapan tahun yang lalu. Kita semua berkumpul dan menjadi sebuah keluarga. Maafkan aku tidak bisa melalui tahun-tahun terakhir ini bersama kalian. Maafkan kebodohanku. Dan maafkan aku karena masih tidak bisa menemui kalian secara langsung. Tapi percayalah aku selalu memikirkan kalian, dan selalu menyayangi kalian semua.

 

 

Penuh Cinta,

 

Morimoto Ryutaro

***

Inoo mengakhiri membaca surat itu kemudian memandang kepada teman-temannya yang lain. Terlihat mata mereka semua berkaca-kaca. Okamoto lalu meletakkan 7 foto yang ditemukannya, Yamada, dan Nakajima diatas meja didekat kue tart itu. Yaotome juga meletakkan foto dan bunga mawar yang ditemukannya, Yabu, dan Inoo, begitu juga dengan Chinen. Total ada 9 foto yang ditemukan oleh mereka semua.

Yamada lalu mengambil satu foto itu dan memandang sejenak kearah teman-temannya yang lain. Pemuda itu lalu berjalan mendekat mozaik di dinding dan memandangnya sejenak, lalu menempelkan foto yang dipegangnya tadi di salah satu bagian yang kosong. Melihat itu, yang lain ikut mengambil satu foto dan memasangnya satu persatu di bagian-bagian yang masih kosong pada mozaik itu.

Dan kini gambar hati didepan mereka terbentuk secara sempurna setelah foto-foto yang tadi mereka temukan tertempel disana.

“Ini bukan sekedar hadiah kecil, ini adalah hadiah terbaik yang pernah kita terima,” kata Nakajima.

Yang lain ikut bergumam membenarkan pernyataan pemuda itu.

“Andaikan kau juga ada disini Ryuu, semua akan terlihat lebih sempurna,” kali ini Yabu yang berbicara.

Kedelapan pemuda lainnya memandang kearah Yabu dan tersenyum. Meski tidak menangis, namun terlihat mata mereka berkaca-kaca, tersenyum lebar saling memandang, kemudian kembali beralih memandang gambar mozaik itu.

Tanpa mereka sadari, diluar gudang, seorang pemuda berjalan menjauhi gudang itu dengan sebuah kamera polaroid ditangannya. Terdengar bunyi kecil dan sebuah kertas foto keluar dari kamera tersebut. Pemuda itu mengambil foto itu lalu mengibaskannya hingga gambar dari foto itu keluar. Pemuda itu memandang foto yang sudah jadi ditangannya kini. Sebuah foto yang memperlihatkan sembilan pemuda berdiri memandang gambar mozaik hati di dinding.

Pemuda itu tersenyum lebar memandang foto itu, dan bergumam, “Keluargaku,”

********************

4 thoughts on “[Oneshot] Photograph

  1. Adindajilbaber

    Paling suka bagian isi suratnyaaaa :”D terharuuu
    Banyak bagian yg harus di edit lagi (menurutku), kata di putus harusnya diputus, kata dimana harusnya di mana, kata didepan harusnya di depan 😀

    Reply
  2. upichi_1

    Waaah cerita yang satu ini bikin baper banget. Sensitif di angka 9 dan 10 nih :’)
    Buat kesalahan minor di teknis penulisan ketutup sama ceritanya kok. Good job!

    Reply

Leave a reply to yamariena Cancel reply