[Multichapter] Married By Accident (story 11)

Title : Married By Accident
Chapter : Eleven (last chapter)
Author: Tegoshi Din
Pairing : as you know, Dinchan x Takaki, Opichi x Inoo, a little bit Hikka x PyPy
Genre : Romance
Rating : PG nyerempet NC-17 tapi masih aman kok~ hahahaha
Starring : Takaki Yuya, Inoo Kei, Dinchan, Opichi, PyPy,..and rest member of HSB, Lee Joon of MBLAQ
Disclaimer : Dinchan, Opichi, and PyPy belongs to theirselves, Hey!Say!BEST belongs to Johnny’s Entertainment, Lee Joon mBLAQ belongs to J.Tune Records, and other characters belong to their selves. I don’t own them, just own the idea. Please don’t sue me, it’s just a story…so read it happily
kalo keberatan ama nama saia..silahkan sebelum dibaca, ganti pake nama sendiri..
itu OC kok~ hehehe..^^
and~ chapter ini last~…akhirnnnyyyaaaa~
as usual…COMMENTS ARE LOVE…

Married By Accident
~Story Eleven~


-Korean University, 1 year after-

Dinchan menunduk melihat ponselnya yang lagi – lagi diserang dengan e-mail tak jelas milik Yuya. Ia tak mengerti, setelah bahkan mereka berpisah selama empat tahun, Yuya sama sekali tidak punya kekasih, tapi juga tak ada pernyataan apapun dari Yuya. Dinchan malas membalasnya, dan membiarkan e-mail berlalu begitu saja.

Tapi sebuah e-mail dari Opichi membuatnya terkejut.

From : Opichi@mail.com
Subject : Kapan kau pulang??
Aku tak mau melaksanakan pernikahan
Jika kau belum pulang….
Beri aku kabar kapan kau pulang???
=.=

Hooo?? Akhirnya mereka menikah juga. Batin Dinchan, namun ia tak segera membalasnya, karena sebenarnya ia masih di dalam kelas. Memutuskan untuk menelepon saja setelah kelas selesai.

“Kau sedang apa sih??”, tanya Joon yang duduk di sebelah Dinchan.

Dinchan menggeleng, “Sahabatku akan menikah…hehehe..”

Joon penasaran, namun segera terhenti karena dosen di depan memberikan mereka tugas. Sehingga Dinchan menolak berbicara dulu.

“Jadi…sahabatmu yang di Jepang itu?”, tanya Joon setelah mereka ada di kantin, untuk makan siang.

Dinchan mengagguk.

“Kapan?”

“Bulan depan..”, kata Dinchan sedikit tersenyum. Mengingat Opichi baru saja wisuda bulan lalu.
Ia tak bisa datang karena bertepatan dengan ujiannya.

“Hmm…aku bisa ikut??”, tanya Joon tiba – tiba.

“Hah? Kau mau ikut?”

“Iya…melihat Jepang sekali – kali tidak buruk juga…”

“Aku sudah punya suami tau…hahahaha..”, kata Dinchan menyeruput esnya.

“Aku tahu… siapa tahu suami mu mau menyerahkan dirimu padaku??, kata Joon lalu tertawa, disambut pukulan pelan di bahu Joon.

Bukan rahasia lagi Lee Joon menyukai Dinchan. Namun memang Dinchan sendiri tak berniat untuk mencari pacar atau apapun untuk saat ini. Selain ia masih terikat pernikahan dengan Yuya, suami yang sama sekali tak pernah ia temui selama empat tahun. Namun Dinchan bersyukur dengan statusnya itu, cukup untuk menjauhkan beberapa pria yang ngotot ingin bersamanya.

Kecuali Joon. Setelah tahu pun ia masih saja ada di samping Dinchan, bahkan berniat untuk merebut Dinchan. Walaupun Dinchan sama sekali tak pernah memberinya sinyal apapun. Ia tak pernah mau untuk memulai hubungan apapun, kecuali pertemanan.

Ponsel Dinchan berbunyi. Opichi meneleponnya.

“Ya??”, angkat Dinchan.

“Jadi…kau pulang kapan??? Aku tak akan membiarkan kau tidak datang seperti waktu aku wisuda…”, suara Opichi terdengar sedikit marah.

“Iya Opichi…aku bahkan akan membolos jika ada ujian… aku tak akan membiarkan sahabatku menikah tanpa ada aku di sampingmu…”, kata Dinchan dengan bahasa Jepang.

Joon beranjak dan mengisyaratkan ia akan mengambil minuman. Dinchan mengagguk.

“Bulan depan tanggal 4… bisa kan?”, tanya Opichi.

Dinchan berfikir sebentar, namun tak menemukan acara apapun untuk bulan depan, “Ya tentu saja… aku pulang dua minggu lagi.. ok?”

“hiyaaa~ aku ingin memelukmu sekarang!!”, seru Opichi di telepon.

“Hehehehe.. mana bisa aku datang tanpa persiapan… tapi… jangan beritahu Yuya ya..”, kata Dinchan tiba – tiba.

“Hah? Kenapa?”

“Tidak apa.. aku hanya malas memberitahunya..ya??”, pinta Dinchan.

“Baiklah… dua minggu lagi… beri tahu aku kapan kau pulang… aku akan menjemputmu.”, kata Opichi.

———————
~2 Weeks later~

= Narita Airport… time : 11.43 =

“DINCHAAAANNN~”, mata Opichi berkaca – kaca melihat sahabatnya yang tidak ia temui selama empat tahun kini berdiri di hadapannya.

Dinchan membalas pelukan Opichi, sambil ikut menangis.

“Kau jahat tak pernah sekalipun pulang~ empat tahun loh!!”, kata Opichi sambil melepas pelukan Dinchan, dan menyadari seseorang berada di belakang Dinchan.

“Ah… ini Lee Joon..”, kata Dinchan.

Opichi mengagguk sopan, “Ah iya.. ini PyPy chan…”, kata Opichi memperkenalkan Dinchan pada seseorang yang bersamanya.

“Dinchan…”

“Py Py…”

“Ini pacarnya Hika-kun..”, kata Opichi.

“Oh??hehe..”

“Iya…dia yang membantuku dalam mempersiapkan semuanya..ehehehe..”, kata Opichi.

“Maaf aku tak bisa membantumu sejak awal..”, kata Dinchan menyesal.

“Sudahlah… aku bersyukur kau sudah ada di hadapanku..mengerti??”, kata Opichi lalu menggamit lengan Dinchan, meninggalkan airport.

——————-
“Lee Joon itu pacarmu?”, tanya Opichi ketika mereka sudah sampai di rumah Dinchan.

Lee Joon sendiri memutuskan untuk tinggal di hotel.

Orang tua Dinchan sperti biasa berada di luar negeri.

“Bukan..ia temanku dan ingin berlibur ke Jepang…”

“Yakin?”

“Yakin Opichi…lagipula kau tahu statusku…”, kata Dinchan lagi.

“Aku mulai kesal dengan Yuya.. kenapa status kalian jadi tak jelas begini??”, kata Opichi kesal.

“Status??”, tanya Py Py.

“Iya Py-chan… tau kan kalau Yuya sudah punya istri?”, tanya Opichi memastikan.

PyPy mengangguk, “Hikka-kun pernah menceritakannya padaku..”

“Aku lah istrinya itu…”, jelas Dinchan.

“Oh?”, PyPy menutup mulutnya. Heran karena Yuya tidak ikut menjemput Dinchan.

“Jangan tanya kenapa Yuya tak jemput..”, kata Opichi.

PyPy yang baru saja mau bertanya kembali menutup mulutnya.

“Aku yang tak ingin dia jemput…”, kata Dinchan menjawab apa yang belum sempat PyPy tanyakan.

“Hmmm..boleh tahu kenapa?”, tanya PyPy sedikit gugup.

“Hanya….aku tak tahu, tapi tak bisa menemuinya.”, jawab Dinchan bingung.

Selama empat tahun, Dinchan mecoba menghilangkan traumanya terhadap pria. Ia bersyukur jika Lee Joon sama sekali tak pernah berniat buruk padanya, namun memang Dinchan ingin saat ia bertemu dengan Yuya, ia tak lagi terbayang dengan peristiwa saat itu.

“Yuya sudah pindah…kalau kau mempertanyakan ia dimana?”, kata Opichi tiba – tiba.

“Hah?”

“Ia bahkan tak bisa membayangkan kau harus kembali ke apartemen itu…”, kata Opichi.

Dinchan mengagguk, ternyata Yuya lumayan memikirkannya.

“Oh iya… Py-chan…Dinchan..antar aku ngepas baju ya… setelah kau makan tentunya..”, kata Opichi pada Dinchan.

Dinchan dan PyPy mengantar Opichi ke tempat Opichi membuat baju pengantin. Dinchan tertegun saat Opichi mencoba gaunnya. Gaun yang tak pernah ia pilih, semuanya, Dinchan merasa tak pernah jadi pengantin. Ia kesal, ia marah saat itu. Orang tuanya memaksanya, sehingga ia bahkan tak bisa menikmati saat – saat ia mencari baju, membuat undangan, ataupun tetek bengek soal pernikahan.

Ponsel Opichi berbunyi, dengan segera Opichi mengangkatnya, walaupun masih pakai baju pengantin.

“Ya?”, angkat Opichi.

“Kau dimana?”, tanya Inoo diseberang sana.

“Hmmm~ aku sedang mencoba baju pengantinku..”, jawab Opichi sedikit malu.

“Oh…baiklah… kita minum teh ya sore ini..”, kata Inoo.

“Eh?”

“Kenapa?”

“Ini..aku bersama teman – temanku..”, Opichi hampir menyebutkan nama Dinchan.

“Ajak saja mereka… aku juga gak sendiri kok..taruhan disitu PyPy kan?? Ajak saja… Hikka juga ada..”

“Oh…itu…maksudku…”, Opichi bimbang, namun akhirnya berbisik agar Dinchan tak mendengar,
“Ada Dinchan…”.

“HAH??”

“Iya…dia…”

“Bawa dia…masalahnya dengan Yuya harus segera beres..”, putus Inoo.

“Hmmm..baiklah…”

“Ya…”, telepon ditutup.

Opichi berharap semoga sahabatnya itu tidak marah.

———————-
“Kita akan kemana?”, tanya PyPy.

“Itu…aku ada urusan sebentar…kita harus kesana..”, jawab Opichi sedikit gugup.

Dinchan mencurigai sesuatu, namun ia fikir mungkin karena memang Opichi harus menyelesaikan sesuatu.

Opichi kembali menge check ponselnya, dan ia yakin Cafe yang Inoo maksud ada di sekitar sini.

Bukan Cafe yang mereka biasa datangi, tapi tempat kelima pangeran itu berkumpul.
Dengan sedikit tergesa Opichi menggandeng tangan Dinchan dan PyPy memasuki Cafe itu.

“Kenapa sih Opichi?”, tanya Dinchan bingung.

“Hmm…gak…gak apa – apa..”

Akhirnya Dinchan mengerti kenapa Opichi segugup itu. Yuya kini di hadapannya, berdiri karena kaget melihat Dinchan yang sudah pulang.

“Kau…”

“Gomen Dinchan…”, kata Opichi bingung.

Yuya tanpa aba – aba menarik lengan Dinchan, keluar ke balkon, karena ia ingin bicara.

“Kenapa kau tak bilang kalau kau akan pulang?”

“Tidak penting…”, elak Dinchan.

“Penting karena aku suami…mu…”, jawab Yuya sedikit pelan.

“Tidak penting Yuya…”

“Penting…karena namamu saja masih Takaki Dinchan…itu artinya, kau istriku!!”, seru Yuya kesal.

Dinchan tak ingin menjawab.

“Jadi, kau menungguku untuk mengajakku bertengkar lagi? Iya?”, kata Dinchan lalu duduk di
bangku yang tersedia di balkon itu.

Yuya tak beranjak, ia tak mengerti apa yang harusnya ia katakan, kenapa Dinchan masih saja tidak menerima perjodohan ini.

Selama hampir sepuluh menit, baik Dinchan maupun Yuya sama sekali tak bersuara. Mereka larut dalam pikirannya masing – masing.

“Kau harus pulang ke rumah malam ini…”, kata Yuya akhirnya.

“Rumah mana? Aku di rumah kok..”

“Ke apartemen kita…”, kata Yuya.

“Hah?!”, situasi ini sedikit aneh memang, Dinchan bingung.

“Pokoknya, pulang dari sini, kita ke rumah Ayah dan Ibu… setelah itu, kemasi barangmu, kau pulang ke…”

“Yuya!! Berhenti mendikteku… kau masih menganggapku istrimu?? Sungguh luar biasa… kau bahkan tak berniat menjemputku, mencariku…iya kan?”

“Aku niat!! SANGAT!! Ayah mencegahku, membiarkanmu mendinginkan pikiranmu terlebih dahulu adalah prioritasku… jangan menebak apa yang kau tidak tahu..”, keluh Yuya akhirnya ikut duduk.

“Apa maksudmu?”

“Ayahku…dan Ayahmu… selama ini selalu menjalin kontak, sehingga tahu apa saja perkembanganmu… bagaimana konsultasimu dengan psikiater…aku tahu semua… Hanya ini yang ia tak tahu, kalau kau pulang…”

“Oh… karena Otou-sama sedang ke Singapore… mungkin karena itu..”, jawab Dinchan.

“Tapi kau bisa memberitahuku kan?? Aku ini…”

“Iya…kau suamiku… tapi Yuya… empat tahun ini… kau tak pernah tahu apa yang kuinginkan…”

“Maksudmu??”, dahi Yuya mengerenyit.

“Sudahlah… aku akan ke rumah Ayah.. tapi tidak ke apartemen…”, Dinchan beranjak.

Yuya menahan lengan Dinchan. “Jangan pergi sebelum…”

“Jangan coba – coba mencegah aku… sebelum kau tahu apa kesalahanmu…”

Dinchan pergi, setelah pamit pada yang lain. Ia tak mampu menahan lagi tangisnya, Apakah Yuya benar – benar tak mengerti? Atau memang dia begini karena terlalu mengkhawatirkannya?

Dinchan tak bisa menjawabnya, namun ia juga tak mengerti harus bagaimana.

————————-
Acara pernikahan itu sukses. Opichi terlihat sangat bahagia, begitu pula Inoo. Semuanya berjalan sesuai dengan rencana. Besok pagi, acara jalan – jalan yang seharusnya menjadi bulan madu pun dibuat tak biasa.

Inoo mengajak keempat temannya, tentu saja secara otomatis Dinchan dan PyPy juga ikut bersama romobongan. Walaupun Dinchan menolak mati – matian, tapi karena Opichi memaksa, akhirnya Dinchan luluh juga.

Lagipula kuliahnya tinggal sidang saja, seluruh skripsinya telah beres.

Dinchan duduk menatap Opichi dan Inoo yang sedang di tengah kerumunan, ia pastinya tak terlihat se-bahagia itu saat menikah dulu.

“Hey~ melamun??”, kata seseorang.

Dinchan menoleh, dan mendapati Joon datang.

“Hmmm..begitulah…”

“Oh ya… aku pulang ya…ke Seoul…”, kata Joon.

“Eh? Kenapa?”

“Aku sudah puas jalan – jalan… terima kasih sudah mengantarku.. tapi tetap ada satu hal yang tak bisa kudapatkan..”, kata Joon.

“Hah? Apa itu?”, tanya Dinchan.

“Hatimu…”

“eh?”

“Apa kau sudah mengakuinya?? Pikiranmu itu sudah dipenuhi oleh suamimu… sadar atau tidak… jadi, kupikir.. aku sebaiknya menjauh saja…”

“Kenapa kau bilang begitu Joon?”, Dinchan menatap Joon yang terlihat sedih.

“Karena.. kau sepertinya ingin menjauh darinya… tapi aku juga bisa melihat… kau tak sanggup lagi..”, kata Joon.

Dinchan tertegun. Apakah selama ini memang hatinya sudah milik Yuya?

———————–
“Ini tidak lucu Opichi….”,keluh Dinchan di meja resepsionis.

“Jangan salahkan aku….”, Opichi menunjuk pada Inoo.

“Aku….”

“Kau dan Yuya kan suami istri, jadi wajar kalau kalian satu kamar… PyPy dan Hikaru saja satu kamar…”, elak Inoo.

“Tapi aku kan bisa dengan Py-chan…”, kata Dinchan masih protes.

“Iyaaa~”, keluh PyPy juga.

“Eits… kau tak bisa lari dariku Py..”, kata Hikaru lalu menarik PyPy menjauh.

“Hiyaaaa~ iyadaaaa~”, kata PyPy.

“Iya – iya.. aku janji tak akan ngapa ngapain…”, elak Hikaru yang diberi cubitan keras oleh PyPy.

“Ini kan bukan pertama kali kita satu kamar…”, kata Yuya pada Dinchan sesampainya di kamar.

“Huh!! Tak tahulah.. aku malas bertengkar denganmu..”, kata Dinchan.

“Sebentar..”, tahan Yuya, “Siapa laki – laki yang kau bawa dari Korea itu?”

“Bukan urusanmu.”, jawab Dinchan dengan ketus.

“Jadi urusanku…”

Dinchan melepaskan tangan Yuya dan beranjak keluar, tanpa mengatakan apapun lagi.

Yuya tak mengerti keinginan Dinchan. Ia tak mengerti apa yang harus ia lakukan?

Malam itu setelah pesta BBQ, Inoo dan Opichi langsung pergi, PyPy memaksa Hikaru membeli es krim bersama, sementara Yabu dan Daiki memutuskan untuk pergi ke Club, Dinchan sangat enggan pulang ke kamar tidurnya. Karena pasti akan ada Yuya, dan itu berarti, akan ada pertengkaran lagi.

Ia malas terus beragumen dengan orang seperti Yuya. Karena pastinya tak akan pernah ada habisnya. Ia sangat ingin Yuya sedikit mengerti apa yang ia rasakan, tapi mungkin Yuya memang tak akan pernah mengerti.

Benar saja, Yuya sudah ada di kamar ketika Dinchan datang.

“Kumohon…jangan mengajak ku bertengkar malam ini!”, kata Dinchan malas, ketika baru saja masuk ke kamar.

Dinchan duduk di sofa, Yuya sama sekali tidak menjawab, namun akhirnya duduk menghampiri Dinchan.

“Kita harus berhenti bertengkar Dinchan…”, kata Yuya lembut.

“Kau yang mulai…”, jawab Dinchan acuh.

“Baiklah… aku minta maaf.”

Tak bisa menjawab, Dinchan hanya diam, ketika tiba – tiba tangan Yuya mengambil tangan Dinchan.

“Bisakah kau memberi tahu aku? Apa yang sebenarnya kamu inginkan?”

Dinchan kaget, tak menyangka Yuya bisa bertanya seperti itu.

“Apa maksudmu??”.

“Kau kemarin bilang… aku tak mengerti dirimu… lalu apa itu? Hmmm?”

“Yuya…”, Mana bisa ia mengatakannya secara langsung begini?

Akhirnya mereka berdua malah diam, Dinchan tak ingin menjawab, sementara Yuya memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa mengungkapkannya. Teman – temannya sudah memberi waktu untuk berdua saja dengan Dinchan. Jika malam ini malah membuat mereka semakin bertengkar, maka sia – sia saja pengorbanan Inoo, Hikaru, Daiki dan Yabu untuknya.

“Baiklah…aku sudah muak…”, kata Yuya lalu menunduk.

Dinchan tak menjawab, lagi – lagi ia benar tak punya kata – kata untuk Yuya.

“Bagaimana sebenarnya… perasaanmu padaku?”, kata – kata yang tertahan selama hampir lima tahun itu akhirnya keluar juga.

“Yuya…”, panggil Dinchan lirih.

Yuya memberanikan diri melihat mata Dinchan, “Jawab aku…”, pintanya.

“Kau harus menjawabku dulu… bagaimana perasaanmu? Hah?”, Dinchan malah balik bertanya.

“Hmmm..”, Yuya salah tingkah, tapi ia harus menjawabnya, “Daisuki dakara…”, jawabnya tegas.
Dinchan tersenyum, “Akhirnya kau mengatakannya…”, katanya lega.

“Maksudmu?”

“Daisuki mo~”, jawab Dinchan.

Yuya memeluk tubuh Dinchan secara spontan. Karena gerakannya terlalu tiba – tiba, dan Yuya lupa kalau itu bisa berakibat buruk bagi Dinchan.

“JANGANN!! JANGANNNN!!”, Dinchan mendorong tubuh Yuya keras sekali.
Kaget, terlebih lagi Dinchan mundur, menangis meraung – raung.

“JANGAN HIRO!!! JANGAAANNN!!”, teriak Dinchan lagi, matanya terpejam, tangannya menutupi telinganya, seperti Dinchan kembali merasakan trauma itu.

“DINCHAAANN~ ini aku…ini Yuya…”

“JANGANNN!!”, Dinchan masih berteriak.

Yuya meraih kedua lengan Dinchan, berusaha membuat Dinchan sadar bahwa ia hanya berhalusianasi.

“Dinchaaaann… ini aku…lihat…ini Yuya… maafkan aku…”, kata Yuya dengan sabar.

Dinchan membuka mata, mendapati seorang Yuya lah yang ada di hadapannya.

“Go…men..na.. aku…”, ucap Dinchan terbata – bata, matanya basah oleh air mata.

Yuya memeluk Dinchan dengan sabar, “Tak apa…sudahlah.. tenang Dinchan… kau aman..”, kata Yuya dengan lembut, membuat Dinchan sedikit tenang.

—————————
Malam ini tentu saja seharusnya jadi malam pertama bagi Inoo dan Opichi. Inoo mati – matian mencoba mendekati Opichi yang terus saja keras kepala, dengan berbagai alasan.

“Aku capek Kei-chan… aku mau tidur..”, kata Opichi lalu menyelimuti tubuhnya dan bergelung membelakangi Inoo.

“Hahaha~ baiklah…”, Inoo menyentuh kepala Opichi, dan menciumnya sekilas, “Oyasumi…”

Belum sampai dua puluh menit, Opichi memang sebenarnya tak bisa tidur. Selain kenyataan bahwa Inoo kini adalah suaminya, ia juga tidur di sebelahnya. Opichi gugup setengah mati dengan apa yang akan terjadi.

“Aku tahu kau tidak tidur…”, kata Inoo.

Opichi kaget, dan secara perlahan membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Kepalanya muncul dan menoleh menghadap Inoo.

“Maaf..”, ucap Opichi pelan.

“Aku tak sejahat itu.. kau tahu?”, kata Inoo mendekati kepala Opichi dan mencium keningnya sekilas.

“Maksud Kei??”

Inoo tertawa pelan, “Kau istriku… ya memang benar..”, Inoo menatap Opichi, “Tapi bukan berarti aku akan memaksamu atau apa…”

Opichi tersenyum pada Inoo. “Arigatou Kei-chaann~”

Opichi secara practical memang lebih tua dari Dinchan, lebih tua sebulan, tapi sifat kekanakan Opichi tak bisa ditutup – tutupi lagi, dan Inoo sangat mengerti itu.

“So, share the blanket with me?”, tanya Inoo dengan bahasa Inggris yang fasih, Hasil belajarnya di Amerika sana.

“Eh??”, wajah Opichi memerah.

Inoo menarik selimut yang dipakai Opichi, dan menyelimuti tubuhnya, perlahan Inoo pun merengkuh tubuh Opichi. Udara terasa sangat panas bagi Opichi, tapi Opichi tak mampu berkata apapun.

“Let’s sleep…my angel…”, kata Inoo lalu mensejajarkan diri dengan Opichi, menyentuh bibir Opichi dengan bibirnya.

Bukan hal yang luar biasa, Inoo sudah sering menciumnya. Tapi di atas kasur? Itu hal baru untuknya.

Tapi Inoo tak meneruskan apapun, ia hanya memeluk Opichi malam itu.

——————-
“Maafkan aku soal tadi..”, kata Yuya pelan, tubuh Dinchan memeluk Yuya, mereka hanya berbincang sejak tadi.

“Berhenti bilang seperti itu… aku hanya masih shock…”, jawab Dinchan mempererat pelukannya.

Cahaya bulan merasuk ke dalam ruangan kecil itu. Yuya sengaja memindahkan sofa itu menghadap ke kaca yang juga pintu menuju balkon depan, balkon itu menghadap langsung ke pantai.

Yuya mencium puncak kepala Dinchan, mencoba membuat Dinchan lebih nyaman.
“Jadi…kau hanya ingin aku menunjukkannya sekali saja?”, tanya Yuya setelah mendengar alasan Dinchan marah.

“Kau tak tahu berapa lama aku menunggumu untuk menyatakannya padaku? Hmm? Kau tak tahu, aku menunggu kau datang ke Seoul, setidaknya tunjukkan kau benar – benar khawatir. Bukan sekedar pesan e-mail.”, kata Dinchan panjang lebar.

“Gomen na… aku benar – benar tidak peka..”, ujar Yuya.

“Sudahlah…yang penting kau sudah mengakuinya..”, Dinchan mendongak melihat wajah Yuya.
Disambut dengan senyuman Yuya.

“Butuh waktu lima tahun kah untuk menyadari ini?”, tanya Dinchan.

“Tidak…”, jawab Yuya, lalu menambahkan, “Hari ketika aku menciummu pertama kali, itu adalah saat aku menyadari bahwa aku punya perasaan padamu.”

Dinchan melepas pelukan Yuya, menatapnya tak percaya, “Ussssooo~”, serunya.

“Uso Jyanai yo~ aku tidak bohong. Kau yang lama menyadarinya…”, kata Yuya lagi.

“Tidak… hari kau membawaku ke pantai, saat itu aku tahu aku menyayangimu.. lebih dari sekedar teman…”, kata Dinchan.

“Kita tak pernah jadi teman…”, kata Yuya lagi.

“Eh… iya…”, Dinchan kembali melingkarkan tangannya ke tubuh Yuya, “Bertemu, dan langsung jadi istrimu… hidup ini lucu..hahahaha..”.

“Jangan harap kau bisa cerai dariku..”, ucap Yuya.

“Kau yang dulu ingin cerai kan?”

Yuya menarik tubuh Dinchan, menatap matanya, “Anggap aku tak pernah bicara seperti itu…”
Dinchan mengangguk.

“Hmmm.. Din…chan…”, panggil Yuya.

“Ya?”, mata Dicnchan membulat, penasaran dengan apa yang akan dikatakan Yuya.

“Boleh…hmmm..”, Yuya gugup karena tak pernah meminta untuk hal seperti ini.

“Ya?”

“Boleh aku menciummu?”

“Eh??!!”

“Aku tahu ini terdengar aneh…tapi aku tak mau mebuatmu jadi kaget!!”, jelas Yuya cepat.

“Wakatta… aku tahu kau mengkhawatikan reaksiku kan?”

Yuya mengangguk.

Sesaat setelah itu Dinchan memejamkan matanya, Yuya mendekati Dinchan dengan perlahan, menyentuh pelan bibir Dinchan dengan bibirnya. Tak lama, Yuya menatap Dinchan.

Awalnya Dinchan kaget ketika Yuya kembali mendekatkan wajahnya. Tapi ciuman lembut Yuya kini berubah menjadi sedikit berbeda. Semakin lama, ciuman mereka semakin liar. Yuya mulai menggigit bibir bawah Dinchan. Tangan Yuya bergerilya dan menyentuh bagian sensitif Dinchan.

“HENTIKAN!!” teriak Dinchan tiba-tiba.

Yuya terdiam. Memandang gadis di hadapannya.

“JANGAN!! HENTIKAN!!….” Dengan cepat Dinchan kembali mendorong tubuh Yuya menjauh darinya. “JANGAN DEKATI AKU, HIROO!!” Dinchan berteriak sambil berjongkok dan menutupi kedua telinganya dengan tangan.

“Ini aku… Dinchan…maafkan aku.. lihat aku…”, seru Yuya mencoba menenangkan Dinchan.

Perlahan Dinchan membuka matanya. “Yuya….” Dipeluknya lelaki itu dengan erat. “Maafkan aku… aku…. Aku….”

“Ssst…Wakatteru….”, Yuya menyentuh ujung bibir Dinchan dengan jari telunjuknya. “Maaf… aku terlalu terburu – buru..”, kata Yuya pelan.

“Aku hanya takut Yuya…. Hiro…. Dulu dia….Gomen..”

“Ssshhtt..”, Yuya menenangkan Dinchan, tak tega jika Dinchan harus mengingat kembali masa lalunya. “Kau tak perlu minta maaf..”

Tapi Yuya merasakan kaosnya basah, Dinchan menangis.

“Dinchan..??”

“Aku kotor Yuya… kau tak pantas mendapat wanita seperti aku…”, kata Dinchan di sela isak tangisnya.

Yuya menghapus air mata Dinchan, “Bodoh…jangan pernah berkata seperti itu…dan tak ada yang mengaggap kau seperti itu.”

Dinchan berhenti menangis, menatap Yuya yang tersenyum lembut padanya.

“Aku yang tadi terlalu terburu – buru…”, mereka sudah dewasa, lagipula status mereka memang suami istri, jadi wajar saja jika Yuya menginginkan hal itu.

Dinchan sangat mengerti hal itu. Tanpa sedikitpun takut, Dinchan meraih tangan Yuya, menggenggamnya, menatap Yuya lama.

“Hmmm??”, Tanya Yuya pelan.

Tak menjawab, tapi Dinchan menginsyaratkan bahwa ia sudah siap, Dinchan mengagguk pelan.

“Kau yakin?”, Tanya Yuya.

Dinchan mengangguk, “Aku yakin jika orangnya Yuya…”

“Kau tidak takut padaku?”

Dinchan menggeleng mantap, “Tidak…”

Yuya mendekati Dinchan perlahan, ia harus memastikan bahwa ia melakukannya dengan lembut. Ia tak mau member kenangan buruk itu lagi. Dinchan mendekatkan diri pada Yuya, yakin pada pilihannya saat itu.

———————-
Dinchan membuka matanya, silau oleh sinar yang masuk dari jendela kamar itu. Ia merasakan seseorang memperhatikannya, Dinchan menoleh dan mendapati Takaki Yuya, suaminya, itu menopang kepalanya, memperhatikannya.

“Hiyaaa~”, Dinchan menutup kembali mukanya dengan selimut. Malu dengan apa yang terjadi semalam.

“Ohayou~”, sapa Yuya.

“Hmmm.. Ohayou…”

“Tak usah malu…”, ujar Yuya.

“Tapi…”

“Hahahaha…ayo siap – siap sarapan..nanti mereka curiga…”, kata Yuya lalu beranjak dari tempat tidur.

Dinchan dan Yuya keluar kamar bergandengan tangan. Mengisyaratkan mereka berdua memang sudah baikan.

Opichi tersenyum pada Dinchan, terlihat lega melihat keduanya sudah berbaikan.

“Yeah~ pasangan kita sudah kembali…”, seru Hikaru heboh.

PyPy memelototinya, “Berisik…”, seru PyPy.

“Kenapa muka kalian merah gitu?”, kata Yabu curiga dengan sikap mereka yang canggung.

“Hahahaha~ ayo ngaku…semalam ngapain??’, Tanya Daiki.

“Apa sih?”, kata Dinchan lalu mengambil roti untuk sarapan.

“Omedetou Yuya… akhirnya kau sudah tidak perjaka…”, seru Daiki menyalami Yuya, “Sisa satu orang…”

Semuanya bingung.

“Kei-chan..”, kata Daiki keras.

PyPy melirik Hikaru.

Hikaru menginjak kaki Daiki, tak rela rahasianya terbongkar oleh PyPy.

“dan Hikaru…”, kata Daiki akhirnya.

“Huwaaa~ jangan bicarakan ini…”, kata Opichi lalu menyusul Dinchan.

“Istrimu gak asyik…”, seru Daiki, disambut pukulan oleh Inoo.

“Kau berisik…”

Yang lain hanya tertawa melihat tingkah kekanakan mereka.

“Yuya.. kau sudah dengar?”, Tanya Yabu tiba – tiba serius.

Dinchan dan Opichi sudah kembali ke meja.

“Apa?”, tanya Yuya.

“Baru saja, aku dapat kabar dari kantaor polisi. Katanya ponselmu tidak nyala, sehingga aku yang dihubungi.”

“Ya?”

Semuanya focus pada kata – kata Yabu.

“Hiro bunuh diri di sel nya sendiri.”

“HAAHH??”

Sukses membuat semuanya terkejut.

———————
Yuya menemani Dinchan hari ini ke altar Ranchan. Tak perlu lagi ia melarikan diri, semuanya sudah selesai. Dinchan tahu, kakak kembarnya itu pasti tak mau juga ia menggantikannya hari itu.

Hal itu di peroleh dari hasil penyelidikan, Diary Ranchan ditemukan, dan tak ada satu kalimat pun yang ditulis Ranchan tentang Dinchan yang harus menggantikannya di perjodohan.

Ranchan memang tak mau melawan orang tuanya, tapi juga tak mau meninggalkan Hiro. Saat itulah, Ranchan yang masih muda, tertekan dari berbagai pihak, termasuk oleh Hiro, kekasihnya sendiri, memutuskan untuk meninggalkan dunia.

“Maaf neechan… aku menyayangimu…aku tetap salah.. seharusnya aku ada di sampingmu saat kau butuh…”, Air mata Dinchan menetes.

Tapi ia tahu, menyesal pun tak akan membawa Ranchan kembali, ia akan hidup juga untuk Ranchan.

“Ayo..”, ajak Yuya menggenggam tangan Dinchan.

“Kemana?”

“Semua berkumpul di Café biasa…”, kata Yuya.

“Hmmm….”, Dinchan tersenyum.

Sosok yang kini membimbingnya, telah teruji oleh waktu. Yuya yang awalnya hanya kesalahan dari kedua orang tuanya menjodohkan mereka, menjadi orang yang kini sangat berharga buatnya.

“Pernikahan kita bias disebut MBA gak ya?”, tanya Dinchan.

“Eh?? Kenapa? Kau kan tidak hamil sebelum nikah…”

“Tapi tetap saja Accident.. Kecelakaan dalam perjodohan… hahahaha…”, seru Dinchan.

“Bisa jadi…”, jawab Yuya.

Langit jingga sore itu seakan menggambarkan kedua orang ini.Kesalahan itu, yang dulu ia anggap kesalahan, kini jadi kebahagiaan. Mungkin cara inilah yang dibuat Tuhan untuk mereka berdua.
———-

AKHIRNYAAA~

OWARRRRIIII!!!!

*tebar kembang tujuh rupa*

Hahahahaha~ COMMENTS ARE LOVE~ 😛

Saia bisa gila..setelah setaun..akhirnya selesai juga ini fic atu~ hahahaha~
Yeah…next project!! hahahahaa~

11 thoughts on “[Multichapter] Married By Accident (story 11)

  1. Nirmala

    huaaaaaaa… nee-chan Din keren banget… kereeennn. Yuya baik banget deh.. Inoo-Kei juga manis banget jadi pasangannya opichi… bagusss,,,,, nggak nyesel deh udah baca… heheheeh

    Reply

Leave a reply to Dinchan Cancel reply